GREEN PARADIGM AND INNOVATIVE ACTION FOR SUSTAINABLE PROSPERITY

Oleh : Halsi Naning Farida, S. AP
(Mahasiswa Pasca Sarjana FIA UB)

Green Paradigm and Innovative Action for Sustainabke Prosperity merupakan tema Lustrum XII Universitas Brawijaya, dalam kegiatan Lustrum XII ini mengundang Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.AP, Dalam Sambutannya beliau membahas terkait Green Economy. Beliau mengatakan bahwa Pembangunan sejatinya adalah untuk mensejahterakan rakyatnya, namun terkadang pembangunan tersebut juga telah menimbulkan berbagai dampak negative yang mengancam kehidupan manusia di dunia, karena menyebabkan berbagai persoalaan seperti kualitas udara berkurang, terjadinya polusi dan emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim global, terjadinya fenomena cuaca extreme diberbagai bagian bumi . terkait dengan gejala perubahan iklim  yang dimaksud tercatat NASA menyebutkan bahwa tahun 2021 suhu bumi naik 0,08°C dibandingkan tahun rata-rata selama periode sebelumnya. 

Saat ini Indonesia sedang menghadapi krisis akibat konflik Rusia-Ukraina yang sampai sekarang tidak akan tau kapan akan berakhir dan itu memiliki dampak yang sangat besar terhadap berbagai persoalan dunia antara lain : Krisis Pangan, Krisis energi, dan juga krisis keuangan dan kita juga dihadapkan dengan kondisi cuaca yang buruk yang diikuti dengan naiknya Global Warming dan itu merupakan suatu persoalan nyata yang harus kita hadapi dan hanya mereka-meraka yang paham tentang perubahan-perubahan saja, untuk itu kita perlu melakukan edukasi penyadaran kepada masyarakat tentang akan bahaya dari kehancuran atau kerusakan iklim ini. 

Seiring dengan kesadaran untuk kehidupan yang berkelanjutan maka munculnya paradigma dalam pembangunan hijau contohnya yaitu Ekonomi hijau, industry hijau, lapangan kerja hijau, Produk domestic regional bruto hijau dan lain sebagainya. Pengertian paradigma hijau dapat digambarkan sebagai upaya terkontrolnya koordinasi dan terintegrasi yang inklusif dalam setiap aspek pembangunan dengan memperhitungkan tidak hanya nilai ekonomi tetapi juga biaya lingkungan maupun dampak social yang mesti diatasi, program pembangunan disusun dengan memperhatikan  keselarasan antara manfaat ekonomi, keharmonisan social, dan kelestarian lingkungan. 

Tantangan berat dalam menerapkan paradigma hijau adalah adanya GEP global antara masyarakat, ketika disuatu belahan bumi masyarakat sudah mulai memasuki era Society 5.0 dan dibelahan bumi lainnya masyarakat masih menunggang binatang sebagai alat angkut, implikasinya dapat dilihat dalam kebijakan Global  untuk menurunkan emisi  gas-gas rumah kaca, ada negara maju yang memiliki komitment kuat tapi juga ada negara maju yang memiliki komitment setengah hati. Bagi negara maju yang belum dapat mengurangi laju emisinya disediakan alternatif yaitu membiayai program penyerapan karbon di negara lain. Uni Eropa juga mengeluarkan standart Emisi Gas buang yang selalu direvisi dan saat ini yang diterapkan adalah standart Euro 6 yaitu penurunan hinggan 67 persen tingkat nitrogen oksida yang diizinkan pada bahan bakar diesel dan pengenalan batas jumlah partikel untuk bensin. Namun kenyataannya juga terdapat negara-negara yang mencari alibi untuk tidak menurunkan emisi atau tidak menjalankan penyerapan karbon melalui negara lain, bagi negara yang belum maju pilihan meraka adalah mensejahterakan rakyatnya dengan implikasi meningkatnya emisi karbon bahkan mungkin merusak lingkungan, hasil reaserch menunjukan bahwa pertumbuhan PDB beberapa negara berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan emisi CO2. 

Kita tahu bahwa dampak adanya perang Rusia dan Ukraina menyebabkan krisis dan yang paling dirasakan eropa adalah krisis energi, kita tahu bahwa suplay gas untuk kebutuhan eropa bahkan samapai afrika utara itu 70% lebih tergantung gas yang dimiliki Rusia. Ketika Eropa disponsori amerika berupaya untuk mengembargo rusia maka rusia membalas dengan mengembargo  gas, pipa-pipa gas bawah tanah yang ada di eropa semua disumbat oleh Rusia yang menyebabkan kenaikan harga energi yang tak terkira dan tidak terbayangkan oleh warga yang ada di Eropa. 

Eropa merupakan negara pertama yang mempelopori Gerakan ekonomi hijau ini, Eropa telah menetapkan standart-standar untuk bahan bakar yang memiliki emisi tinggi, gas buang tinggi dilarang termasuk penggunaan pembangkit listrik dari batu bara, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara sudah ditutup oleh Eropa kira-kira 10 tahun terakhir. Dan kemudia standart itu dipaksakan juga ke negara-negara lain termasuk Indonesia, maka Indonesia juga punya rencana untuk menutup PLTU-PLTU termasuk Paiton untuk menuruti kemauan eropa , karna jika kita tidak mengikuti maka eropa bisa menahan atau bisa mencegah berbagai produk komoditas ekspor kita dengan alasan bahwa kita tidak Pro Terhadap ekonomi hijau itu.

Akan tetapi setelah eropa kekurangan energi akibat disumbat oleh rusia maka PLTU-PLTU yang berbahan batu bara dihidupkan Kembali dan kemudia permintaan batu bara naik dan Indonesia termasuk negara yang ikut panen karna harga batu bara mengalami kenaikan , tentu saja yang menikmati panen ini adalah pengusaha batu bara. Jadi standart ganda seperti inilah yang nanti akan terus berlaku hubungan antara relasi negara-negara maju di Eropa Barat terutama dengan negara-negara yang lain. Ketika dia bisa memaksakan maka akan dia paksa, akan tetapi jika mereka kesulitan mereka sendiri yang membatalkan ketentuan itu. Yang perlu diingat bahwa ekonomi hijau ini bukan merupakan persoalan yang sederhana akan tetapi sangat kompleks dan melibatkan banyak kepentingan termasuk negara-negara maju yang bisa mendektekan dan memiliki hegemoni untuk bisa mendektekan kemauannya kepada negara-negara yang kurang beruntung.

Saat ini berkaitan dengan negara-negara yang mengalami krisis yang kita rasakan yaitu PHK ada tiga sektor yang sangat sensitive dengan PHK Saat ini, pertama yaitu textile, yang kedua industry sepatu , dan yang ketiga garmen . ketiga industry ini 90% adlah ekspor terutama textile dan tujuan eskpor utama adalah amerika dan eropa, mulai 1 tahun terakhir ini, amerika kelebihan stock sehingga tidak ada permintaan dan eropa lebih memilih untuk membeli BBM, Gas daripada membeli baju, maka bisa dibilang pasar Eropa mengalami titik terendah terutama dalam sektor textile,garmen dan sepatu akibatnya terjadilah penurunan produksi, berdasarkan tinjaun bapak Menko Pembangunan manusia dan Kebudayaan di semarang terdapat pabrik textile dari sekitar 70 unit produksi terpasang hanya 32 saja yang beroprasi, sisanya dihentikan dan tentu saja ini memiliki implikasi yang besar terhadap PHK. 

Pada Lustrum XII Universitas Brawijaya Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyampaikan bahwa Universitas Brawijaya diharapkan ikut terlibat dalam memikirkan, menginisiasi dan membangun green economy Indonesia dengan memulai dari green campus, dan Bapak mentri mendorong universitas Brawijaya menjadi kampus hijau , bukan hijau dalam arti fisik tetapi juga muatan-muatan kurikulum, visi, juga serba hijau dalam arti menuju ke green economy. Artikel ini ditulis berdasakan pidato Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof.Dr.Muhadjir Effendy,M.AP dalam acara LUSTRUM XII Universitas Brawijaya dengan Tema Green Paradigm And Innovative Action For Sustainable Prosperity. **