SERABI, JAJANAN TRADISIONAL NUSANTARA YANG MELEGENDA : Diantara Ta'jil Pilihan Buka Puasa

ilustrasi serabi / ig

Gastronomi-Budaya Ramadhan

SERABI, JAJANAN TRADISIONAL NUSANTARA YANG MELEGENDA : Diantara Ta'jil Pilihan Buka Puasa 

Oleh : M. Dwi Cahyono (Sejarahwan Nusantara)

Serabi hadir sebagai salah satu diantara bera- gam ta'jil terpilih buat berbuka puasa. Jajanan berbentuk bundar-pipih mengembang di bagi- an tengah menyerupai cakram ini sebenarnya didapatkan sehari-hari pada daerah-daerah tertentu. Namun, kehadirannya di bulan saum Ramadhan terasa khas serta istimewa, dimana serabi diposisikan sebagai makanan pembuka di dalam berbuka puasa, alias dijadikan "ta'jil". Serabi tidak selalu disantap sendirian, namun acap disertai dengan kuah, entah kuahnya ko- lak (disebut dengan 'kolak srabi'), kuah dawet (di- namai 'dawet srabi"), ataupun kuah khusus untuk serabi berupa santan cuwer tanpa atau dengan gula merah yang agak kental (kincau atau juruh). Di sejumlah daerah baik wilayah Jawa, Sunda dan Minang, dimana serabi telah meniti perjalanan sejarah yang panjang, jajan-  an arkais ini "melegenda", menjadi "warisan budaya tak benda (WBTB)" yang familier di masyarakat. 

Serabi bukan hanya hadir sebagai jajanan leng- kap dengan kuah gulanya, hadir pula sebagai lirik lagu Jawa Campursari dengan judul "Srabi Digulani", dinyanyikan Susy Arzetty Feat Suka Wijaya '

     Yen jagad wayah esuk

     Weteng ngyapat matane ngantuk

     Nok kakang pengen srabi

     Sing ireng tutug terus digulani

     ........

      Nok kakang kaya ngiler

      Kepengen srabi ning pinggir dalan

      Ngebul kebasi pawone

      Sing kier-kier damar tengere

      .........

A. Toponimi-Histiris dan Ragam Sebutan  "Serabi"

Sebagai sebuah istilah, sumber data tekstual ataupun oral menunjukkan bahwa kata "serabi" dan varian-varian sebutannya merupakan topo- nimi arkais (kuno). Istilah ini tak hanya terdapat di dalam bahasa Jawa Baru "Srabi" atau "Serabi (ꦱꦿꦧꦶ), namun telah kedapatan dalam bahasa Jawa Kuna dan Tengahan, dengan penulisan "surabhi", yang sebutulnya secara harafiah ber- arti berbau harum, nama bermacam tumbuhan yang berbau harum se- perti Campaka, melati, pala, dsb. (Zoetmulder, 1995: 1153). Istilah lain yang besinonim arti adalah "sarabha", yang ber- arti : harum, wangi-wangian (Zoetmulder, 1995: 1116).

Keharumannya tersebut dipinjam untuk mena- mai kuliner yang adonan tepungnya disertai dengan padan harum, dan ketika dipanggang dalam wajan terakota kecil kian mensemerbak- kan harum yang menggugah selera makan. Hal ini antara lain tergambar dalam kata gabung "surabhogabhara", yang menunjuk pada : ke- sempurnaan makanan dan minuman Kedewa- taan "... sakweh ning surabhogabhara (kakawin Bhomakawya, 116.3). Kata "surabhi" dalam arti harum itu kedapatan pada Kakawin Ramayana (3.5, 9.44, 16. 32, 17.123 dan 26.52), Smarada- hana (15.4),  homakawya (1.13, 36.2), Arjunawi- jaya (26.2), Sutasoma (78.1), Lubhdaka (3.8), Wretasancaya (61.65), Partayajna (29. 5), Hari- wijaya (15.4), dan Kidung Hasyawijaya (3.3).

Terkait dengan kuliner, istilah "surabhi" menjadi sebutan di dalam bahasa Sunda (dengan pela- lalan dan penulisan 'sorabi' , ᮞᮧᮛᮘᮤ) yang me- nunjuk pada jajanan pasar tradisional. Di Jawa Barat serabi dikenal dengan sebutan "surabi" atau "sorabi". Pendapat yang menyatakan bah- wa sebutan "serabi" berasal dari bahasa Sunda ada alasan, meskipun istilah ini juga kedapatan dalam bahasa Jawa Baru, Kuna dan Tengahan. Serabi sudah menjadi makanan yang banyak digemari di Sunda sejak tahun 1923. Demikian pula, nurut keterangan di dalam Serat Centini (mulai ditulis tahun 1814 selesai 1823, atas prakarsa Adipati Anom Amangkunagara III -- kelak Sunan Pakubuwana V). Dalam susastra yang berasal dari dua abad lampau itu, srabi yang berbentuk bundar, empuk dan bearoma harum itu dibicarakan beberapa kali. Misalnya, pada daerah Wirasaba, Ni Sumbaling dan Ni Centhini menyajikan kudapan seusai subuh, debgan salah satu hidangannya adalah srabi. Amangraga mauoun Niken Tambangraras turut mencicipi. Srabi juga dikisahkan hadir sebagai kudapan dalam kediaman Jayengwesti di Wa- namarta. Bersama kudapan lain, srabi juga mengiringi pergantian nama sang tokoh utama, yaitu Mas Cebolan menjadi Seh Amongraga. Dikisahkan pula di Mataram jajanan srabi dan kudapan lain hadir sebagai "sesajen patanen" dan "sesajen ruwatan". 

Tergambar pada paparan diatas bahwa srabi (serabi, surabhi atau sorabi) merupakan kuliner arkhais di Jawa ataupun di Sunda. Oleh karena itulag pendapat yang mengatakan bahwa se- rabi sebagai hasil pengaruh kuliner Belanda bernama "panekuk", yang bentuknya mirip de- ngan "pancake" -- cuma ukurannya lebih kecil dan lebih tebal -- terbantahkan oleh data yang terpapar diatas. Bisa jadi, lebih awal telah ada pengaruh kuliner India yang disebuti dengan ""surabhogabhara", yang berama harum (arti  dari istilah 'surabhi dab surabha'), seperti ha- rumnya aroma jajanan serabi Jawa dan Sunda. 


B .Bahan, Pembuatan dan Penyajian Serabi Tradisional

1. Serabi Tradisional pada Kawasan Sosio-Budaya Jawa

Pada umumnya, adonan serabi dibuat dari te- pung beras (bisa juga tepung terigu), santan, mentega dan telur sebagai bahan utama, yang menghasilkan cita rasa yang gurih  Sebagai pengharum dan penyedap, bisa ditambahkan aroma padan wangi arau fanili. Atau bisa juga dengan pisang, nangka, bahkan meses dan keju bila suka. Berikut rincian bahan buat se- rabi : (a) 100 gr tepung beras; (b) 1 sdm tepung terigu, (c) 25 gr gula pasir, (d) 1/2 sdm ragi instan, (e) 1/4 sdt vanilli, (f) 1/4 sdt baking powder, (g) Sejumput garam, (h)350 ml santan kental, serta (i) 65 ml santan instan dan air. Adapun tata urut pengejaannya adalah : (1) masak santan dengan daun pandan hingga mendidih; (2) campur semua bahan kering, kecuali baking powder, lalu tambahkan santan yang sudah hangat dan aduk rata hingga gula larut dan adonan tidak bergerindil; (3) diamkan adonan minim 1 jam, hingga adonan berbuih, lalu campur dengan baking powder dan adon- an siap di cetak; (4) siapkan teflon yang sudah dipanas- kan dengan api kecil, lalu masukkan 1-2 centong adonan dan ratakan adonan diatas teflon, tunggu sampai kue berpori;  (5) tuang 1 sdm areh diatas kue, lantas beri topping dan tunggu hingga kue matang kecoklatan (sekitar 2-3 menit): (6) setelah matang gulung serabi dan bung- kus menggunakan daun pisang; kemudian (7) Sajikan surabi dengan siraman kuah kinca.

Adonan tepung (beras atau sagu) bercampur santan dan bumbu lainnya dicetak ke  dalam cetakan yang terbuat dari tanah liat bakar (te- rakota) berbentuk seperti wajan ukuran kecil untuk dipanaskan (digarang) pada tungku yang dipanasi memggunakan kayu bakar atau arang, sehingga menghasilkan rasa dan aroma bau- nya yang khas. Proses memasaknya itu serupa dengan pembuatan panekuk. Terkadang, telur ayam yang telah dikocok ditambahkan ke atas dari adonan serabi yang tengah dimasak itu. Seiring perkembangan zaman, banyak yang berinovasi dengan menambahkan berbagai topping seperti sosis, keju maupun mayones. Selain untuk menambah cita rasa serabi, ino- vasi itu sekaligus dapat mematahkan asumsi bahwa serabi tak sekedar makanan rendahan. 

Di Jawa, serabi umumnya disajikan dengan isian gula atau manisan lainnya. PPada syair lagu diatas diistilahi dengan "srabi digulani". Bisa juga serabi menjadi salah satu isian untuk kolak dan dawet. Bisa juga serabi (diberi sebut- an "srabi mayang") disajikan bersama pertholo (varian sebutan "petulo') maupun ketan srikoyo kudapan "3in1" di dalam kuah bersantan yang agak manis. Sajian yang disebutkan terakhir didapati pada sub-kutur Arek, baik di Malang ataupun Surabaya, yang sayang kini semakin langka. Dulu pen- jual srabi mayang acapkalu kedapatan mangkal di depan Pasar Sukun, di Alun- alun Kota (sebutan yang lebih populer 'Alun-Alun Merdeka'), atau dijajakan secara berkeliling dengan gerobak dorong ke lorong- lorong kampung pada penjuru Kota Malang. Harga satu setnya adalah Rp. 5.000,- (4 X Rp. 1.250,-, dengan kuahnya sebagai "bonus"-nya). Ada pula yang membandrol Rp. 2000,- pertang- kup serabi. Sekitar tahun 1970-1990-an kuliner ini menjadi jajanan yang cukup populer, karena itu, cukup alasan untuk menyebutnya sebagai "kuliner khas Malang". 

Pada daerah Surabaya masih terdapat penjual "Srabi-Petulo", antara lain warga asli "Kota Pah- lawan" bernama Hasan, yang telah sejak tahun 2000 berjualan di Jl Demak, tepatnya di muka Kampoeng Roti. Jajanan petulo' selain terdapat di Malang juga kedapatan di Blitar, yang dibuat dari beras ketan, tepung beras, dan campuran bumbu lain. Disajikan dengan kuah santan ber- sama dengan serabi yang gurih dan legit jiks digigit. Bentuk dari petulo serupa mie, dengan warnanya beragam. Jajanan yang disantap dalam kondisi hangat ini membuat badan pe- nikmat turut merasa hangat. Ada pula yang menyaji- kan petulo' dengan dawet, sehingga hadir sebutan "dawet petulo'".

Ada dua pilihan rasa serabi, yaitu gurih dan manis. Bisa dan biasa juga serabi disantap dengan memakai kuah santan. Serabi khas Solo -- yang sangat terkenal dari Notokusomo, sehingga dinamai "Srabi Notokusuman", yang bercitarasa gurih. Biasa juga diberi taburan berupa potongan pisang, nangka atau bahkan meses dan keju bila suka. Serabi di dae- rah Yogyakarta dimasukkan dalam kuah bersantan, lantas diguyuri dengan kinco atau juruh (cairan gula manis). Di koridor jalan antara Magelang - Ambarawa terdapat "Serabi Ngampin" yang ter,- kenal, dimana berjajar lapak-lapak sederhana penjual serabi -- tak semewah srabi Solo atau kinca Bandung. Harganya pun murah, hanya Rp. 6000,,- per mangkok. Lapak-lapak serabi ini buka hingga seki- tar pukul 21 WIB, namun jika musim ramai pada sekitar Maqrib sudah ludes terjual. Ada juga yang disebut "Srabi Susur" atau  "Srabi Jenggot", yang meski murah har- hanya, namun enaknya pooolll.

Ketika disantap dalam wadah mangkok, kuah itu dalam keadaan hangat. Untuk pagi hari, se- rabi yang disajikan hangat cocok dengan udara dingin pagi. Dalam "Serat Centini" dikisahkan bahwa  Ni Sumbaling dan Ni Centhini sajikan serabi seusai subuh. Oleh karena itu pada berbagai daerah, seperti masih kedapatan di daerah Rengel (Tuban) dan daeah-daerah lain. Pada dini hari serabi mulai dibuat, lalu dikemas bersama kuah santan. Masing-masing ditem- patkan dalam wadah plastik secara terpisah. Sekitar subuh satu persatu pedagang keliling (tukang mlijo) datang untuk mengambilnya untuk didistribusikan kpara pembeli sebari berjualan kebutuhan dapur. Sebagai makanan pagi, serabi dikonsumsi sebsgai makanan sa- rapan pagi. Setangkup atau dua tangkup serabi plus kuah telah cukup kenyang. Paling tidak untuk mengganjal perut sebagai sarapan pagi. Bahan utama serabi, yaitu tepung beras atau terigu dapat dijadikan pengganti nasi. Oleh ka- rena itu, serabi banyak diserbu oleh pembeli sewaktu pagi (sekitar pukul 05.00 - 08.00 WIB). 

Selain pada pagi hari, serabi dengan kuah ha- ngat cocok dikonsumsi pada sore maupun malam hari. Untuk serabi Solo, jajanan khas ini cocok banget dimakan waktu kerja, sendirian atau saat kumpul bareng teman dan keluarga. Kenikmatan serabi Solo, dengan merek terke- nal serabi Notokusuman", tak hanya manakala disantap dalam kondisi masih hangat, namun tetaplah nikmat meskipun sudah mendingin. Hal ini berkat adanya pinggiran yang crispy dan kelembutan di bagian tengahnya. Rasa gurih- nya diperoleh dari siraman santan kental di bagian tengah serabi ketika serabi tengah di- panggang pada wajan baja. Banyaknya konsu- men serabi Solo, baik dari warga Solo sendiri atau dari daerah luar menjadikan jajanan ini masih kedapatan di pasar-pasar tradisional, pasar malam maupun di event- event yang berhubungan dengan kuliner.

Ada jajanan lain yang masuk di dalam kategori serabi, yaitu rangi (ada yang menyebutnya "Srabi Bantol", sebab proses pembuatannya dibantol-batol. Nama "rangi" adalah akronim Betawi dari dua kata : digarang wangi, yakni proses memasak tanpa minyak dan menggu- nakan bara api dari kayu. Dengan proses yang demikian, maka kue rangi terasa gurih. Sebut- an lain untuk "kue rangi' adalah "sagu rangi". Sebagaimana halnya sera- bi, Jajanan ini dicetak secara khusus di atas  tungku kecil dan ditutup agar cepat matang. Kue ini disajikan dengan oles- an gula merah yang dikentalkan dengan sedikit tepung kanji. Untuk menambah selera dan wangi, gula merah dicampur dengan potongan nangka, nanas ataupum durian. Ce- takan kue rangi mirip dengan cetakan bagi kue pancong atau badros, namun ukurannya lebih kecil. Kue rangi dijajakan secara berkeliling sambil mendorong gerobak dari satu kampung ke kampung lain. 


2. Serabi Tradisional pada Kawasan Sosio-Budaya Sunda

Pada Tatar Sunda -- dapat ditambahkan lagi di DKI dan Banten, surabi (sorabi) didapati di kota kota besar seperti daerah Jakarta, Bandung, dan Bogor. Sekilas, serabi Bandung serupa de- ngan serabi di Solo. Kendati demikian, kedua- nya berbe- da dalam beberapa hal. Serabi Solo pada umumnya disajikan lebih kering dan cara pembuatannya mempergunakan tungku baja. Adapun serabi Bandung bertekstur lebih “ba- sah” dan disajikan dengan saus kinca. Ukuran serabi Bandung lebih tebal dari serabi Solo. Perihal pemanasannya  sama, yakni juga mem- pergunakan wajan terakota, dan dipanaskan di atas tungku.  Wahasil, tersa lebih enak apabila dibandingkanndengan surabi yang dimasak di kompor, dan katel biasa.

Bahan utama yang digunakan adalah tepung terigu. Untuk penyajiannya, surabi pada Tatar Sunda disajikan dengan isian oncom dan asin- an lain. Biasanya dijajakan dan disantap di pagi hari. Salah satu yang utama dari daerah sebar- an sorabi Sunda adalah Bandung. Yang khas dari surabi Bandung adalah rasanya yang gu- rih, dengan topping asin, misal taburan oncom atau telur, dsb. Ada banyak varian serabi jenis ini, seperti topping manis hingga asin. Malahan ada yang disajikan sebagai serabi bertopping ala Barat. Ber- beda dengan serabi Solo yang bertekstur lebih basah, serabi Bandung memi- lik tekstur yang lebih padat. Serabi Bandung juga khas dengan beragam pilihan topping di atasnya. 

Terdapat dua pokok varian tantang rasa surabi Bandung, yaitu : (1) surabi rasa asin, dan (2) surabi rasa manis. Varian pertama lebih terke- nal dan lebih melegenda daripa-da yang kedua. Kini varian rasanya kian kaya, lantaran banyak alternasi tambahan topping seperti oncom, abon, dan telur, dsb. Kian beraroma lagi bila surabi itu di- masan di dalam wajan terakota. Serabi manis dilengkapi saus kinca berbahan santan kelapa dan gula merah. Wananya  tidak selalu putih, ada yang hijau dengan rasa dan aroma pandan. 

Di luar daerah Bandung, namun masih di dalam Tatar Sunda, ada rumah produksi surabi di area wisata Pangandaran, yaitu "Surabi Biyungku" di Jl. Kidang Pananjung No. 98. Surabi Biyungku dikenal dengan rasa empuk legitnya, utamanya surabi telur dan oncomnya. Ada empat varian rasa yang ditawarkan, yaitu : (a)  surabi polos, (b) surabi gula merah, (c) surabi oncom, serta (d) surabi telur. Para pembeli bisa juga memilih topping cam- puran, misalnya surabi oncom telur. Nik- mat surabi Biyungku terasa alami serta enak rasanya. Topping oncomnya yang sedikit pedas cocok bila dipadu dengan sera- binya yang empuk gurih. Surabi telur dimasak tanpa minyak, yakni di dalam  wajan terakota yang dipanaskan dengan menggunakan api kayu bakar, sehingg rasa telur garingnya gurih tanpa aroma amis. Proses dan pengalaman panjangnya (sedari tahun  1998) menjadi jam terbang yang cukup untuk menghasilkan serabi berkualitas.  


3. Panukuik, Serabi Tradisional Minang

Sebutan.lokal untuk jajanan serabi pada Ranah Minang adalah "pinukuik". Apabila dilahat, ada keserupaan dengan surabi (sorabi) pada Tatar Sunda. Tekstur maupun bahan bahan dasarnya sama. Bahan dasar utamanya pinukuik tepung beras, gula, dan santan yang dijadikan adonan, lalu dimasak menggunakan cetakan khusus yang berbentuk separo lingkaran diatas tungku. Cita rasa yang dihasilkan adalah campuran manis-gurih dari gula dengan santan. Untuk mendapatkan rasa yang lebih nikmat, pinukuik dimasak di atas tungku dengan bahan bakar kayu. Akan lebih nikmat apabila jajanan ini di- santap sewaktu panas (baru diambil dari cetak- an). Sebagai topping, bisa dperigunakan susu kental manis. Varian topping lainnya dapat be- rupa parutan kelapa, keju ataupun coklat.

Areal sebaran pinakuik (serabi Minang, varian sebutan "roti serabi") hingga di Sumatra Utara. Salah satunya ada di Jalan Purwo, Kecamatan Medan Timur, yakni serabi khas Ranah Minang buatan di Tanah Batak. Penjualnya bernama Ridho (44 tahun), yang telah berjualan pinakuik selama 12 tahun. Rasa serabinya manis, de- ngan tekstur lembut kenyal, yang menjadikanl digemari oleh banyak orang. Termasuk dipilih sebagai takjil primado- na pada tiap berbuka puasa Ramadhan di Medan. Pinakuik produk Medan ini disajikan dengan kuah kental, cam- puran gula merah dan santan. Untuk menam- bah cita rasa kuah, acapkali diberi penyedap berupa daun pandan atau durian. Bumbu lain- nya adalah garam, gula, vanili, serta santan. 


C. Varian-Varian Serabi pada Masa Kini

Demi mendengar sebutan "serabi", ter- berdiri dalam angan kuliner tradisional berwarna putih berbahan tepung beras yang disajikan dengan kuah santan. Kini selain jajanan serabi tradisio- nal, terdapat pula berbagai variasi produk sera- bi masa kini, yang jauh lebih ragam dari produk kuliner serabi di masa lampau. Rasanya dise- suaikan dengan perkem- bangan jaman dan mengikuti tren. Tidak seperti jaman dahulu, kini serabi mulai divariasikan dengan berbagai topping yang menarik. Seiring berjalannya waktu, serabi makin beragam varian produk dan toppingnya, untuk disesuaikan dengan selera masa kini. Ada varian-varian lokal, ada pula varian produk yang mendapat pengaruh kuliner global. Misalnya, kini ada serabi dengan topping smoke beef atau chicken sausage yang disajikan dengan saus tomat bertabur parsley dan juga mayonnaise .

Dalam hal warna, kini serabi tidak hanya ber- warna putih dengan bagian tertentu perlihatkan warna gosong akibat pemanggangan di wajan terakota. Di daerah Pekalongan misanya, tepat- nya di Sugihwaras, kuliner serabi buatan Mbah Nani memiliki aneka warna. Bila tahun 2015 hanya memproduksi serabi warna putih, pada  tahun 2017 menghadirkan warna-warna cantik, seperti warna hijau, pink, ungu, kuning, putih, dsb. Owner rumah produksi Serabi Mbah Nani, ya- itu Aris Risman, menyebuti produknya de- ngan "Serabi Pelangi", yang lebih menarik. Se- lain varian warna, juga ada varian dalam hal toping, seperti toppingan manis dan asin, keju, daging, jagung, mayones atau saus cokelat. Dalam hal ukuran, kini di Jakarta dan Bandung juga diproduksi "serabi mini" yang cocok buat camilan saat beraktivitas di rumah.

Semua itu berdampak pada meningkat- nya jumlah pembeli. Kini, sehari terjual 100 hingga 200 tangkap serabi, dan bisa bertambah lagu bila ada pesanan. Har- ganya pun ada pening- katan, yaitu dari Rp. 7000,- untuk serabi original menjadi Rp. 9000,- untuk serabi dengan toping, seperti coklat dan keju dengan bahan berkua- litas, bebas dari bahan kimia pe- ngawet dan pemanis buatan. Kini untuk membeli serabi tidak musti sayang sendiri ke rumah produksi, namun dapat juga memesan dan membeli via online. 

Rumah produk serabi lainnya yang juga beri- novasi untuk menyesuaikan selera masa kini adalah "Serabi Capit" di Jalan Capit, yang sejak tahun 1991 hingga kini hanya tampil dengan sosok warung ten- da. Selain menu andalannya yang beru- pa surabi kinca dan oncom, serabi yang berbahan tepung hasil giling sendiri ini juga menyediakan varian rasa kekinian, menye- suaikan dengan perkembangan zaman dan selera pasar, antara lain lewat  meragamkan toppingnya, seperti serabi keju susu, serabi telur sosis, serabi pisang cokelat, dan banyak lagi.

Demikianlah, serabi adalah salah satu produk kuliner tradisional di Nusantara, moyang dae- rah sebaranya pun terbilang luas. Selain di Jawa dan Sunda (utama- nya Solo, Bandung, Mantaraman, Jakar- ta, Surabaya, dsb.), kue ini  juga kedapat- an di ranah Minang (Sumatra Barat) dan Sumatra Utara. Pada sejumlah da- erah, seperti di Bandung dan di Solo, serabi menjadi kuliner yang sangat melegenda. Surabi Bandung misalnya, amat populer di kalangan anak muda. Terlebih kini penyajian dan top- pingnya sangat beragam, dan terkesan gaul. Ada pameo bahwa belum lengkap penjelahan kuliner di Tatar Sunda dan Solo apabila belum me- nyantap serabinya. Serabi merupakan kha- zanah kuliner tradisional Indonesia yang ter- bukti tak lekang oleh waktu. 

Serabi yang dulunya hanya merupakan "jajanan pasar tradisional", kin mampu beralih menjadi camilan kesukaan berbagai kalangan dan lin- tas generasi. Rasa serabi tiaak kalah enaknys dengan kuliner modern. Selai itu, kelebihannya adalah  sangat minim zat aditif -- zat yang bia- sa dipergunakan di dalam proses pembuatan makanan modern. Kini para penjual serabi di sejumlah daerah mengalam peningkatan jum- lah. Mereka didapati di pingir-pinggir jalan dan komplek perumahan.


D. Sajian Serabi Ketika Berbuka Puasa 

Salah satu ta'jil buka puasa adalah serabi, yang pada bulan Puasa Ramdhan hadir lebih marak. Tidak semua pedagang pada pasar kaget di senja Ramadhan membu- at dan menjajakan serabi. Hanya sedikit pedagang yang menjual serabi, yang bi- adanya dibuat secara langsung di lapak jualnya. Bila sore datang menjelang, sa- tu per satu wajan terakota ditempatkan di atas anglo (perapian) yang juga dibu- at dari terakota. Bahan bakarnya kayu atau arang. Adonan tepung beras ketan dilengkapi dengan santan dan bumbu. Mulailah donan dituang ke wajan dan dioven dengan tutup terakota. Sete- lah ditunggu beberapa menit, dengan menggu- nakan sotil diangkatlah serabi yang telah tanak untuk dipindahkan ke dalam nampan dengan di sususun secara bersetangkup. 

Ketika waktu berbuka puasa telah tiba, serabi yang ditempatkan di piring yang tegenangi ku- ah santan, lalu diguyuri de- ngan kinco. Kuah santan dan cairan gula meresap ke dalam pori pori serabi dan siap untuk disantap guna mem- batalkan buka puasa (saum) Ramadhan. Salah satu serabi ta'jil itu adalah "panekuik" di Medan, yang menjadi primadona takjil. Bahkan, dalam sehari terjual sekitar seratusan bungkus serabi, dengan harga per bung- kus Rp10.000,-. Surabi takjil laris manis juga di Bandung dan Solo. Se- mentara, di daerah-daerah lain, kendatipun ada kuliner serabi, namun serabi belum menjadi ta'- jil yang primadona. 

Demikianlah paparan tentang srabi (serabi, su- rabi, sorabi dan pinakuik) dibuat untuk dikontri- busikan sebagai penambah pengetahuan para pembaca budi- man. Semoga buahkan kefae- dahan, dan jangan lupa untuk berta'jil dengan serabi kuah yang hangat gurih legit sebagai ja- janan pembuka buka puasa. Nuwun.

Griyajar VITRALEKHA, 9 April 2022