Suksesi Pilkada Kabupaten Malang 2020: Menunggu Kandidat Rival Banteng

Ilustrasi dari: indonesiainsidenews
JurnalMalang – PDI Perjuangan memecah kebuntuan politik pada Pilkada Kabupaten Malang 2020 dengan memunculkan pasangan calon yang cukup mengejutkan dan berani. Incumbent Bupati HM. Sanusi – Didik Gatot Subroto (Ketua DPC) bakal menjadi jagoan banteng menjelang pendaftaran KPUD Juni mendatang.

Meskipun sempat ada kritikan terkait luputnya peluang para peserta yang jauh jauh hari mengikuti penjaringan DPC, DPD; namun partai banteng nampaknya lebih realistis dalam menentukan keputusan akhir, dan hal ini lazim dalam politik pilkada. Pertama, harus diakui banteng sedang krisis kader internal yang memiliki kapasitas finansial mumpuni (pada ukuran biaya politik pilkadakab yang mahal seperti biaya saksi TPS dll) dan potensi elektabilitas menonjol. Kader semisal Dr. Sri Untari yang mumpuni secara keilmuan, pengalaman dan popularitas, sudah terlanjur mengemban beban yang tidak ringan baik di struktur inti DPD PDIP JATIM maupun di pimpinan/fraksi DPRD Provinsi; tidak logis baginya bila harus spekulatif maju dibursa pilkada, dimana PDIP bukan lagi sebagai parpol dominan di kab Malang.

Kedua, incumben Bupati bagaimanapun memiliki bobot politik dengan kekuasaan eksekutif yang dimilikinya. Seorang Bupati memiliki akses langsung dengan masyarakat dan satuan kerja Pemda dari eselon atas hingga bawah, dan ini sangat strategis untuk kondisi kab Malang yang luas. Latar belakang “Ijo” Bupati Sanusi juga lebih tepat dalam melengkapi banteng sebagai unsur politik berhaluan nasionalis. Dari sini bisa dimengerti kenapa banteng berani mengusung satu paket paslon dengan hanya modal 12 kursi dari total 50 kursi DPRD kabupaten Malang.

Keputusan PDIP yang cepat meluncurkan satu paket bacalon Bupati-Wabub, membuat proses “audisi” politik parpol lain berubah dari penjaringan yang terkesan lamban menjadi kerja cepat mencari figur kuat dan “berani” melawan paslon banteng yang sudah memenuhi unsur nasionalis – religius. Berbeda dengan Batu dan Malang Kota yang lebih heterogen, PDI Perjuangan kabupaten Malang memiliki akar basis yang lebih luas, simpatisan militan dan citra partainya sesuai dengan atmosfir kultural masyarakat kabupaten. Sehingga dari Pemilu 1999, dari sisi kuantitas suara, banteng selalu menjadi partai pemenang pemilu di kabupaten Malang. Baru pada Pileg 2019 lalu PKB membuat kejutan dengan menyamai banteng dalam perolehan kursi DPRD kabupaten Malang.

Dari realita tersebut, pihak manakah yang bakal menantang PDI Perjuangan?

Yang paling potensial adalah paslon yang diusung PKB. Partai ini tidak hanya bisa mengimbangi kursi PDIP tetapi juga berhasil mengirim dua kader terbaiknya ke Senayan (Anggota DPR RI), yang mengindikasikan bahwa penggalangan politik PKB di kabupaten dan Malang Raya umumnya pada pemilu 2019 berhasil gemilang.

Bergesernya incumben HM, Sanusi dari PKB ke PDIP pada satu sisi membawa serta pendukungnya memasuki kandang banteng tetapi sisi lain semakin menyolidkan internal PKB. Sementara, apakah mayoritas konstituen banteng bisa dengan mudah mendukung total calon Bupati dari unsur yang belum lama menjadi kader banteng? Akan menjadi PR serius bagi incumben HM. Sanusi dan PDI Perjuangan.
Saat ini PDIP bisa dibilang sedang leading dan mulai menata strategi. Tetapi akan berbeda situasinya apabila PKB bisa menghimpun koalisi besar satu lawan satu dengan paslon PDIP. Meski kecil, kemungkinan terbentuknya koalisi besar vis a vis ini ada dan bisa membuat jalannya pilkada mendebarkan.

Kemungkinan terbesarnya, dan idealnya untuk keseimbangan demokrasi adalah terbentuknya minimal 3 paslon (belum termasuk paslon independen): PDIP, PKB+Koalisi dan Koalisi beberapa partai menengah seperti Golkar (8 kursi), Gerindra (7 kursi) dan Nasdem (7 kursi). Partai Demokrat, PPP dan Hanura relatif lebih bebas mendukung arus besar berdasarkan perkembangan terakhir.

Pilkada kabupaten Malang kali ini agak berbeda dengan situasi pilkada sebelumnya, terutama tidak adanya figur calon yang terlalu dominan pada aspek elektabilitas: semua calon memiliki peluang yang relatif seimbang. Selain PDIP dan PKB, tiga parpol lainnya memiliki potensi memenangkan pertarungan.

Koalisi Golkar memiliki pengalaman menang Pilkada dan reputasi mengalahkan PDIP (Tahun 2010 RK vs MGW dan 2015 RK vs DR). NASDEM di beckup oleh pendukung dan jaringan mantan Bupati Rendra Kresna yang diyakini masih kuat, dimana ada sosok Dewa (DPR RI) dan mantan Ketua TP PKK Kab Malang yang kini sudah aktif sebagai politisi perempuan berpengaruh di DPRD Provinsi.

Sementara Gerindra berpeluang mendapatkan efek positif dari konstelasi politik nasional dimana Prabowo Subianto bergabung dalam kabinet Jokowi yang kemudian mengakhiri konflik para buzzer “Cebong-Kampret” yang legendaris itu. Jika di Jabar dan beberapa daerah pendukung PS08 mungkin sedikit menyusut maka di Jatim simpatisannya berpeluang meningkat akibat dari kebijaksanaan politik Letjen (Purn) Prabowo yang mau berbesar hati demi NKRI yang damai. Pada konteks kabupaten Malang, Gerindra tinggal me-manage empati publik ini dan berani mengusung koalisi pilkada 2020.

Jika paslon independen lolos maka inilah momentumnya. Sejak 2 tahun lalu KPK telah mendobrak pintu gerbang yang efek kejutnya menasional. Lalu terjadi tragedi hukum yang membuat Malang Raya “terkenal” sebagai sarang koruptor. Viral, dan menancap di memori masyarakat dalam dan luar Malang. Paslon independen silahkan bebas berdakwah: bahwa produk parpol di Maraya tidak bisa dipercaya menjadi Kepala Daerah!