Pilkada Kabupaten Malang Era New-Normal; Kuantitas vs Kualitas



Ilustrasi / serbapilkada.ig

JurnalMalang, Redaksi - Pemilihan Kepala Daerah serentak nasional, termasuk kabupaten Malang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020. Kedua Paslon bacalon Kepala Daerah kab.Malang telah melakukan pendaftaran di KPUD pada hari yang sama, Jumat 4 September 2020.

Paslon pertama adalah Sanusi - Didik Gatot Subroto (SanDi). Keduanya merupakan Pejabat puncak di kabupaten Malang: Sanusi Bupati dan Didik Ketua DPRD / Ketua DPC PDI Perjuangan. SanDi diusung oleh PDI Perjuangan bersama koalisinya sejumlah 6 Parpol dengan total 37 kursi legislatif dari 50 kursi.

Paslon kedua adalah Lathifah Shohib - Didik Budi Muljono (Ladub). Bu Nyai Latifah merupakan anggota DPR RI dapil Malang-Raya yang terpilih dua periode sementara Didik B.Muljono adalah mantan Sekda, jabatan puncak Birokrasi Pemkab Malang. Didukung oleh hanya dua Parpol, paslon Ladub memiliki 13 kursi di legislatif kabupaten.

Menganalisis Potensi Masing2 Paslon:

Paslon SanDi

Dalam semua kompetisi politik dalam negri, posisi incumben (pejabat lama yang kembali mencalonkan diri) selalu diuntungkan. Seluruh capaian pembangunan daerah yang sudah dan sedang berjalan selalu melekat pada figurnya. Mobilitas acara kedinasan yang bisa sampai 10 momen per hari secara otomatis menjadi wahana sosialisasi diri tak langsung dan menambah interaksinya dengan warga. Incumben memiliki akses luas pada pada organisasi2 masyarakat, tokoh masyarakat, pengusaha dan pemegang rantai birokrasi yang berkaitan langsung dengan urusan2 publik. Para pejabat birokrasi dari eselon 4 hingga atas, terkadang ada yang nekad bertindak politis menggalang dukungan suara atau bentuk dukungan lainnya demi mengharapkan promosi jabatan usai pilkada nanti. ASN terlibat politik praktis umumnya didasari ambisi jabatan dan minimnya pemahaman akan resiko hukum perbuatannya.

Paslon SanDi merupakan incumben yang didukung oleh mayoritas ParPol, gerbong politik besar yang secara matematis sulit dikalahkan. 

Tetapi ada beberapa catatan logis yang memungkinkan koalisi besar incumben ini gagal menang. Pertama, sejarah Pilkada di Malang membuktikan bahwa gerbong koalisi besar tidak selalu keluar sebagai pemenang. PilkadaKab tahun 2010, fase2 kuatnya partai Banteng dibawah kepemimpinan (alm) Boimin dan waktu itu mengusung cabub MGW, namun kalah oleh Paslon yang diusung Golkar-PD (Rendra-Subhan). 5 tahun berikutnya (Pilbub 2015) koalisi Golkar dan Nasdem kembali mengalahkan paslon Banteng yang saat itu mengusung figur terkenal Dewanti Rumpoko (Dewanti akhirnya ikut Pilwali Batu 2017 dan terpilih usai kalahkan koalisi PAN-Nasdem). Tahun 2013 Pilwali di kota Malang koalisi level menengah PKB-Gerindra secara mengejutkan mengalahkan dua paslon papan atas yang masing2 didukung oleh kelompok politik besar: PDIP ( SR-MK / Malang Anyar) di satu kubu dan koalisi besar  Golkar, PAN + Gabungan Parpol non parlemen (mengusung Bu Heri-Bung Edi/ DaDi) yang didukung incumben di kubu yang lain. Pilwali Kota Malang 2018 kembali beruntun calon banteng kalah dari paslon koalisi level tengah yang mengusung cawali Sutiaji.

Pengalaman di atas menunjukan bahwa hasil perolehan suara Pemilu legislatif bukanlah ukuran untuk memastikan peluang kemenangan di arena Pilkada. Kader2 parpol (dan juga calegnya) akan sangat loyal pada partai disaat pileg, namun situasinya berbeda ketika menghadapi momen pilkada. Arus bawah cendrung melihat beberapa tahapan koalisi pilkada lebih pada kesepakatan terbatas elit politik untuk merebut jabatan eksekutif daripada agenda strategis partainya.

Kedua, mengkoordinasi koalisi besar lintas parpol bukan hal mudah apalagi hanya dengan waktu sekitar tiga bulan. Mengatur peran SDM lintas parpol di kancah Pilkada amat sulit karna perbedaan kultur, strategi dan fasilitas. Kompromi tingkat elit tidak menjamin ditaati arus bawah yang seringkali memandang pilkada adalah 'pesta' pragmatis 5tahunan. Misalnya, para Kades yang berafiliasi tak resmi dengan parpol tertentu tidak akan mau membuang kesempatan hanya dengan asal patuh pada permintaan dukungan partai, mereka akan lebih jeli melihat mana paslon yang paling menguntungkan, jangka pendek atau menengah. Ketiga, kekuatan figur. Sejauh mana sosok SanDi benar2 kuat di mata masyarakat? Survey elektabilitas akan membuktikan nanti. Seberapa dalam penerimaan 'warga banteng' pada figur cabub Sanusi yang baru hitungan bulan bergabung dengan partai banteng? 

Lepas dari hal di atas, SanDi hari ini masih merupakan arus besar. Andaipun parpol koalisi lainnya tidak bekerja maksimal, namun jika massa banteng solid maka bisa dipastikan arus besar tersebut akan sampai ke muara. 

Keempat, kehidupan new normal akibat pandemi adalah tantangan tersendiri koalisi SanDi dalam pilkada ini. Salah satu aset andalan partai banteng dalam setiap momen pemilu adalah kemampuan mobilisasi massa oleh struktural yang ada hingga tingkat anak ranting (RW) dan diperkuat oleh semacam divisi taktis pilkada, gugus penggerak pemilih (Guraklih) yang rajin keliling menggalang dukungan, dari lorong ke lorong, rumah ke rumah. Namun pilkada era newnormal sudah berbeda. Zaman sudah berubah. Tidak ada lagi konvoi panjang massa di jalan raya, tidak boleh kampanye terbuka di stadion atau menggelar panggung biduan koplo di lapangan. Sebisa mungkin timses menghindari interaksi langsung dengan pemilih dalam jumlah besar. Protokol covid19 memproteksi ketat pola kegiatan pilkada demi keselamatan bersama dari wabah virus Covid19: hal yang amat tidak biasa bagi sebuah kultur yang amat mengandalkan gerakan penggalangan lapangan.

Itulah tantangan objektif dari paslon SanDi, yang membuatnya harus bekerja keras lagi dengan cara baru dan aturan baru.


Paslon Ladub, Malang Bangkit

Secara kuantitas paslon ini memiliki dukungan Parpol yang kecil, hanya PKB dan Hanura dengan jumlah total 13 kursi legislatif. Namun kombinasi figur yang diusungnya lebih kuat dari pihak kompetitornya. 

Hj. Lathifah Shohib adalah anggota DPR RI, masih kerabat dekat Gus Dur. Bu Nyai yang pernah lama menjadi Guru/Pendidik ini amat dekat dengan struktural maupun kultural NU. Melihat testimoni dukungan dari Ketum DPP PKB, Cak Imin yang juga family dekatnya, dapat dipastikan mesin politik PKB kab Malang akan solid memenangkan Ladub. Ditambah lagi fakta bahwa kompetitor merupakan orang yang pernah diusung PKB kemudian nyebrang ke partai lainnya.

PKB adalah satu2nya partai yang mampu menambah 4 kursi legislatif pada pileg KabMLG 2019 lalu. Dari hanya 8 kursi hasil pemilu 2014, PKB kemudian melejit menjadi 12 kursi DPRD II pada 2019 (2 kursi DPR RI), menyamai kursi DPRD II PDIP yang justru kehilangan 1 kursi (dari 13 ke 12). Parpol lain mengalami nasib yang lebih buruk: Golkar dari 12 merosot ke 8 kursi dan PD dari 3 tinggal 1 kursi. Hanya Nasdem yang naik dari 4 ke 7 kursi. Faktor kenaikan suara Nasdem tak dapat dilepaskan dari jaringan klan politik mantan Bupati Rendra Kresna (Jajuk Rendra terpilih sebagai DPRD Pov Jatim dan putranya Dewanata kembali terpilih DPR RI). Secara formal partai Nasdem mendukung SanDi, namun jaringan pendukung RK non parpol belum tentu. Beberapa yang berpengaruh bahkan terang terangan menyatakan mendukung Ladub.

Selain karena kerja politik/caleg dan dukungan basis2 Nahdliyin, keberhasilan PKB di kab Malang juga ditunjang oleh konstelasi politik nasional dimana PKB merupakan partai berbasis agama yang terdepan mendukung kepemimpinan Jokowi - KH.MA. Di kalangan pemilih abangan dan minoritas, PKB dipandang sebagai partai Islam yang konsisten menjaga toleransi, pluralis, inklusif dan membumikan 'kultur' Aswaja Indonesia di lapangan politik. Corak khas partai ini: pendukung Jokowi dan pengusung keislaman yang ramah bagi semua, diterima secara luas bagi masyarakat kabupaten yang mayoritas abangan Jokowisentris dan religius-kultural; sesuatu yang tidak terjadi pada parpol berbasis agama lainnya seperti PAN & PKS yang tidak mendapatkan 1 kursipun di pileg 2019.

Sementara Didik Budi Muljono merupakan mantan Sekda kab sejak era Bupati Rendra Kresna. Sebagai mantan birokrat yang lama memegang jabatan eselon 1, Didik jelas paling paham seluk beluk pembangunan kabupaten Malang, peta potensi geografis di 400an desa, statistika pembangunan dan tata kelola pemerintahan. Masa pengabdiannya yang lama di pemda membuat hubungannya lebih luas di berbagai lapisan masyarakat. Kombinasi figur ini merupakan keuntungan bagi paslon Ladub untuk menantang paslon petahana yang belum genap satu periode masuk jajaran 'komando' pemerintahan daerah. 

Salah satu tugas berat bagi koalisi PKB adalah mengawal dan memastikan seluruh pilkada kab berjalan dengan jujur, demokratis tanpa adanya intervensi penyelenggara atau pihak manapun yang melenceng dari aturan. Di semua daerah, incumben memiliki akses yang lebih dekat terhadap penyelenggara pilkada dan selalu ada potensi intervensi. Namun dengan kontrol ketat publik, aparat dan media massa maka tidak akan ada penyelenggara pilkada yang berani mengambil resiko melanggar hukum.

DARI WACANA di atas, dapat disimpulkan: Peta persaingan Pilbub Malang akan seimbang. Kedua paslon sama2 berpeluang memenangkan pertarungan. Kelemahan kuantitas paslon Ladub ditutupi oleh kualitas politik yang ada pada potensi kandidat dan situasi dukungan internalnya yang efektif. Sementara kelebihan kuantitas paslon SanDi direduksi oleh tantangan beban koalisi gemuk, masa pandemi dan bayangan sejarah dua kali kegagalan calon banteng di bursa pilkada kabupaten Malang.

Secara umum kemenangan pilkada ditentukan oleh berbagai faktor dukungan seperti: Hasil kerja Partai; dukungan organisasi massa, kampanye/sosialisasi gagasan/janji2 politik; jaringan tokoh masy./ Kades2; strategi timses dan upaya lainnya. Namun satu hal yang paling nampak perubahannya adalah akan besarnya peran media sosial, jaringan komunikasi digital dan online dalam mempengaruhi pemilih. Sehingga kekuatan gagasan, visi misi, reputasi dan citra calon cukup dominan dalam meraih dukungan. * (..bersambung).