PILKADA KABUPATEN MALANG, SIAPA BAKAL MENUNGGANG "BANTENG"? (Bag.1-ed)

Sejak Pemilu pertama Orde Reformasi (Pemilu-1999) hingga 2014 lalu, Moncong-Putih tak pernah terkalahkan di kabupaten Malang. Sebagai Juara 1 Pemilu Legislatif PDI Perjuangan Kabupaten Malang sudah seharusnya merebut kembali kursi Bupati dalam Pilkada Langsung awal bulan Desember nanti, yang mana 5 thn lalu dimenangkan oleh Rendra Kresna (Golkar). Penjaringan sudah dilakukan bulan lalu dan daftar nama-nama baCalon sudah sampai di meja DPD Jatim selanjutnya akan dikirim ke Lenteng Agung, Jakarta. Inilah saat yang tepat bagi PDIP untuk mengusung kandidat kuat yang mampu mengalahkan jago partai "runner-up" yang tengah euforia elektabilitas di atas 40 %...

Tahapan selanjutnya adalah: DPP PDI Perjuangan akan memeriksa kelengkapan berkas-berkas, menerjunkan tim survey internal dari partai untuk mengetahui kadar popularitas dan potensi elektabilitas (keterpilihan) para calon di mata masyarakat kabupaten Malang, prosesi psikotes oleh tim profesonal yang ditunjuk DPP dan pemaparan visi misi untuk mengukur kualitas calon. Secara teori, dari semua tahapan tersebut, hasil survey elektabilitaslah yang paling menentukan seseorang mendapatkan rekom karena skor elektabilitas adalah gambaran otentik pilihan politik rakyat Malang. Baru kemudian ada jeda waktu menunggu hingga saat dimana hanya Bu Ketum (Megawati SP) dan beberapa elit DPP yang tahu siapa dan kapan waktu turun rekomendasinya. Pada jeda "menunggu" inilah kemampuan lobi, akses dan konon juga fulus para calon akan ikut menetukan nasibnya.

Namun bagaimanapun juga semua harus percaya bahwa, seiring tren politik yang semakin rasional dan peta nasional yang makin kompetitif, DPP PDIP Perjuangan pasti semakin jernih dalam mengambil keputusan. Terlalu banyak kekalahan yang dialami oleh kader PDIP merebut Kepala Daerah justru terjadi di daerah basis terkuatnya. Saatnya menghitung bahwa PDIP sangat rugi hanya mengakomodir kepentingan individu-individu yang mengandalkan lobi dan uang semata sementara mengorbankan kepentingan strategis partai dalam "menguasai" struktur pemerintahan lokal demi menyukseskan sinergi Tiga Pilar yang menjadi salahsatu agenda perjuangan PDIP.

Selanjutnya nanti adalah, momentum yang paling ditunggu: terbitnya Rekomendasi Resmi DPP PDI Perjuangan, tertulis dan ditandatangani oleh Ketua Umum atau Sekjen; sekaligus juga perintah formal partai untuk berjuang memenangkan pertarungan dalam slogan khasnya yang peduli wong cilik. Rekom dan perintah memenangkan pertarungan sesungguhnya "sakral" bagi PDIP mengingat basis massanya amat militan, tetapi anehnya di banyak tempat digilas oleh calon dari partai menengah yang karateristik pendukungnya tidak semilitan massa banteng.

Terlepas dari fakta banyaknya keberatan atas sentralisasi kewenangan rekomendasi (pasca ditiadakannya Rakercabsus penjaringan Bacalon), mekanisme seleksi yang dilakukan PDIP di atas cukup realistis dan sudah sesuai dengan kondisi riil lapangan bahwa penentuan rekom memang rawan konflik apabila diputuskan di daerah, lebih aman bila rekom adalah hak istimewa DPP, namun dengan satu catatan: Benar-benar objektif.  Sejarah Pilkada langsung membuka mata semua orang bahwa : memberikan mandat politik pada orang yang salah benar-benar menjadi investasi politik yang paling merugikan bagi kepentingan partai.

Sekarang, dengan melihat sekilas peta politik kabupaten Malang baik eksternal dan internal PDIP, dengan para bacalon yang sudah resmi mendaftarkan diri, pertanyaannya adalah: 1) Apakah PDIP Perjuangan mampu memenangkan pertarungan politik merebut kekuasaan di kabupaten Malang pada Desember 2015 nanti? 2) Lalu siapa kira-kira figur yang siap mempertanggungjawabkan kepercayaan Partai untuk memenangkan suara rakyat kabupaten?
Sebagai bagian dari masyarakat tidak ada salahnya kita analisa dan diskusikan peta politik, mengkaji aliran informasi, menafsirkan berbagai opini yang berkembang baik yang kosong maupun yang berisi. Bukankah Politik itu sederhana, yang rumit itu adalah tafsirnya :D

Jalan Terjal ambisi PDIP
Meskipun meraih suara terbanyak dalam pileg tahun lalu (13 dari 50 Kursi DPRD), dalam merebut kursi Bupati nanti, PDIP tetap menghadapi dua tantangan utama. Pertama, inkamben H. Rendra Kresna (Bupati Malang sekarang) yang menurut beberapa survey terbaru elektabilitasnya melebihi 40 %. Tentu terlalu dini menyimpulkan bahwa +40% elektabilitas Rendra itu akurat, tetapi memang harus diakui inkamben selalu memiliki kekuatan lebih dominan ketimbang yang berada diluar sistim pemerintah karena inkumben bisa menggerakan segenap jaringan pemerintah yang berada dibawah kekuasaannya, untuk kepentingan politik. Inkamben selalu bisa "curang" dalam memperalat kekuasaan tanpa harus terbukti melanggar aturan. Kecuali "blunder" putranya yang masuk NASDEM dan efek serius dari dualisme GOLKAR, Rendra Kresna adalah "tantangan" yang paling berat menghadang ambisi PDIP.

Tantangan kedua, dinamika internal yang belum kondusif. Belum lama berselang, Konfercab dilanda kisruh yang gagal menghasilkan keputusan, lalu DPP seketika menunjuk Edi Rumpoko (Walikota Batu) sebagai Ketua definitif DPC Kab Malang menggantikan Hari Sasongko (Ketua DPRD). Perkembangan terbaru ini bukan hanya merubah kondisi internal PDIP kabupaten tetapi juga merubah peta politik kabupaten secara umum. Terdapat bibit-bibit perpecahan yang kalau tidak segera ditangani dengan bijak maka bersiap-siaplah kembali mengukir sejarah kegagalan Pilkada untuk yang kesekian kalinya. Terbukti, konflik selalu menjadi beban ambisi politik PDIP yang seringkali berujung pada kegagalan (seperti di kota Malang Mei 2013 lalu). Stabilitas partai dan juga keberhasilan PDIP Kabupaten dalam menghadapi pesta demokrasi nanti sangat tergantung oleh cara Ketua baru (ER) dalam mengelola konflik, menata struktural dan mengawal proses rekom yang pasti sarat kepentingan.
Belum tentu ER bahagia dengan penunjukan dirinya sebagai ketua DPC dalam situasi konflik (hampir 2 thn menjadi plt DPC Kota saja sudah cukup menguras tenaga pikiran dan juga uang), karena semestinya dia sudah meniti karir di level yang lebih tinggi, semisal di DPP. Akan tetapi sebagai petugas partai ER juga pantang tolak tugas, dan penunjukkan dirinya juga berarti penghargaan / kepercayaan dari DPP pada dirinya. ER cukup teruji memimpin di "air keruh". Sehingga agenda yang akan datang (PILKADA) sangat ditentukan oleh pertimbangan dan masukan dari dirinya sebagai pemegang mandat Ketum.

Pemetaan Potensi Figur Calon Jagoan Banteng
Terlalu dini memang langsung mengarah kepada bicara figur. Namun karena PDIP merupakan partai pertama yang sudah secara gamblang dan terbuka melakukan tahapan penjaringan calon (berbeda dengan partai lain yang masih sibuk berwacana) maka praktis langsung bisa diajukan pertanyaan, Siapakah kira-kira yang bakal berpeluang mendapatkan rekomendasi DPP PDI Perjuangan dalam Pilkada Kabupaten Malang Desember 2015 nanti?? Diera jejaring sosial seperti saat ini siapapun boleh bicara, setidak-tidaknya untuk referensi tambahan bagi pemutus kebijakan dari "tribun penonton" yang menginginkan ada peningkatan mutu demokrasi di kabupaten Malang.

#Moch. Geng Wahyudi (MGW)
MGW adalah pengusaha, mantan Polisi (pensiun dini demi partai) dan pendiri sebuah Jama'ah muslim yang cukup berpengaruh. Pada tahun 2010 (saat alm. Boimin menjadi Ketua DPC) MGW berhasil meraih suara tertinggi dalam Rekarcabsus PDIP Kab Malang (pesaingnya Bambang DH Suyono) yang berujung keluarnya rekom DPP PDIP untuk dirinya, namun ketika pada Pilkada dikalahkan oleh Rendra Kresna. Kalah bertarung justru membuatnya semakin melebur dengan merahnya PDIP.
-Dengan sekilas fakta di atas MGW bukan pendatang baru di PDIP. Dia telah mempertaruhkan segalanya. Perannya di partai baik sebagai calon bupati (2010) maupun caleg DPR-RI (2014) harus tetap dihitung sebagai kerja kepartaian dan konteksnya tetap untuk membesarkan PDIP meskipun hingga hari ini MGW belum pernah merasakan buah dari keringatnya yang keluar selama berjuang bersama PDIP.

Pada saat merebut suara di Rakercabsus 2010, Pilbub, dan Pileg (bahkan jauh sebelum itu diberbagai kegiatan lainnya) MGW sudah mengeluarkan dana yang tidak kecil, menghabiskan banyak energi, pikiran dan berkorban apapun (termasuk karir di institusi Kepolisian), namun sekali lagi, perjuangan MGW menghidupkan demokrasi di PDIP tidak sebanding dengan apa yang diraihnya. Setelah "terbuang" di dapil luar Malang pada Pileg tahun lalu, baru-baru ini tekadnya untuk menjadi ketua DPC "digagalkan" oleh aturan/tatib yang secara substansi sangat tidak demokratis. Dia menjadi "korban" dari kerasnya dinamika di tubuh PDIP dan juga karakter+gayanya yang membuat kompetitornya dilevel elit paraniod.
Meski peta berubah pasca masuknya ER di Kabupaten, MGW sebaiknya terus berjuang merebut rekom untuk menjadi Bupati Malang. Hak politiknya untuk merebut Rekom tidak berkurang lantaran dinamika selama Konfercab. Kalau mau jujur, karakter MGW lebih bisa "nyambung" dengan barisan akar rumput kader Banteng kabupaten ketimbang elitisme ER maupun lowprofile-nya Hari Sasongko dan Sujud. Sepertinya kelemahan mendasar dari MGW akhir-akhir ini adalah diplomasi politik dan mengatur ritme permainan.
DPP harus tetap menghitung potensi MGW sebagai salahsatu kandidat petarung berpengalaman yang telah belajar banyak dari sejumlah kegagalan politiknya.

# KH. Thoriq Bin Ziyad
Atau Gus Thoriq adalah pengasuh Pesantren Babussalam Pagelaran -pesantren tua yang mencetak banyak ulama di Indonesia. Ketua Bamusi kabupaten Malang (Sayap resmi PDIP) yang mengantongi SK langsung dari Ketua Bamusi Pusat Prof.Dr. Hamka Haq ini adalah mantan aktifis GMNI (di UIN Maliki) dan selama mahasiswa mondok di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur (Sumbersari) dibawah bimbingan langsung alm. Prof.Dr.KH.Ahmad Mudlor (Kyai nasionalis yang ikut memimpin gerakan menumbangkan rezim Orba 98). 
Namanya menjadi perbincangan nasional ketika Presiden Jokowi (kala itu sebagai Capres) datang ke pondoknya untuk menghadiri sekaligus menandatangani naskah Deklarasi 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional. Kecuali Fahri Hamzah (PKS) mayoritas tokoh dan masyarakat antusias mendukung ide ini. Jokowi sendiri berjanji akan memperjuangkan bila kelak terpilih sebagai RI1 dan publik memandang positif betapa gagasan Hari Santri Nasional justru datang dari PDIP yang kala itu sedang diterjang oleh opini negatif seperti sekularisme, kontraagama dll.
Kyai Thoriq, ulama muda yang lahir dan besar dari kultur pesantren yang luas jaringannya tentu sudah dihitung oleh DPP sebagai salahsatu potensi yang dimiliki banteng di JATIM yang mayoritas masyarakatnya berbasis NU. Meski tergolong baru di PDIP kyai Thoriq bisa melengkapi PDIP sebagai partai nasionalis yang religius.
-Bisa dikatakan Kyai Thoriq merupakan calon yang paling potensial yang akan direkom DPP PDIP dengan alasan #Popularitas dan elektabilitasnya bisa sejajar dengan tokoh seperti MGW bahkan mendekati inkamben RK padahal TBZ sejauh ini tidak pernah berkompetisi diranah politik dan belum memublikasikan dirinya secara meluas sebagaimana yang lain. Muncul lalu tenar dan disuka, merupakan potensi politik yang tdk bisa dianggap sepele.
#Dengan reputasinya sebagai ulama pencetus gagasan besar yang ikut disuarakan oleh Jokowi dan seorang kader partai, Gus Thoriq bisa membuka jalur untuk meminta restu kepada Jokowi (sbg penguasa negara) dan terutama meminta dukungan politik pada Ketum Megawati SP (sbg penguasa tertinggi partai). Selain itu, dia juga figur yang bersih belum terkontaminasi kotornya politik kekuasaan / korupsi dan citra seperti ini sedang dirindu oleh rakyat dimanapun. Selain itu, dukungan dari banyak ulama berpengaruh di Jawa Timur pasti akan memperkuat dirinya dalam mendapatkan rekom. Seandainya gus ini mencoba melakukan publikasi/sosialisasi yang lebih terbuka/luas maka Survey DPP nanti pasti mengunggulkan namanya.
Hanya saja kelemahan Gus Thoriq adalah masih belum terlalu "akrab" dengan struktural PDIP kab dari DPC hingga level ranting; pernah aktif di Partai lain dan tidak punya dana politik.
Namun semua sudah clear ketika (pasca AU dikudeta dari ketua PD) gus Thoriq mengundurkan diri dari PD dan secara terbuka mengumumkan bergabung dengan PDIP langsung all out dalam ikut menyukseskan berbagai agenda politik PDIP termasuk di PILEG dan PILPRES.
Untuk persoalan ongkos politik, asal rekom sudah turun maka dia bisa menggalang dukungan dari berbagai akses salahsatunya dari jaringan alumni pondoknya yang sukses.
--dari sekian banyak kader potensial PDIP kabupaten yang merebut rekom, kandidat yang tidak terlalu diunggulkan oleh sebagian orang namun diam-diam paling ditakuti inkamben adalah KH. Thoriq Bin Ziyad. Muda, bersih, cerdas dan dia memiliki karakter petarung yang cocok dengan kultur kabupaten Malang. Akan menjadi fenomena menarik bagi Malang apabila PDIP mendelegasikan seorang Ulama Nasionalis untuk menjadi BUPATI Malang periode 2015-2020.

#H. Anis Ansori
Banyak yang menjagokan tokoh dari militer ini dalam mendapatkan rekom DPP PDIP. Bisa jadi, dengan kemampuan dananya bisa merangkul beberapa parpol yang tidak punya calon untuk dijadikan alat tawar kepada PDIP untuk mendukung dirinya menjadi Bupati, dengan demikian H. Anis siap menjadi kader PDIP sekaligus Petugas Partai. Sebagai orang berlatarbelakang militer dan wirausaha (dirut RST) cendrung bisa "nyambung" dengan ketua DPC saat ini yang juga identik militer/pengusaha. Antar sesama pengusaha biasanya lebih mudah menyamakan kepentingan, bersinergi atau sebaliknya juga saling menjegal.

#Selain nama-nama di atas, ada juga nama-nama penting yang tidak kalah potensialnya seperti Sucipto pengusaha asli kabupaten yang bertekad tidak akan mencari nafkah di partai tetapi justru berkorban untuk masyarakat. Lalu kader yang sukses meniti karir di DPRD JATIM T. H. Gunawan (ketika yang lain baru konteksnya elektabilitas hasil survey dia malah sudah terbukti memiliki modal suara besar saat pileg), dan kandidat lainnya yang rencannya akan ikut bertarung meskipun tidak melewati tahapan pendaftaran. Seringkali sebuah pertarungan dimenangkan oleh figur-figur yang kurang diunggulkan.
-----------
Jika DPP PDIP konsisten pada mekanisme yang telah dimulai oleh DPC berupa penjaringan maka DPP (semestinya) hanya boleh menyaring, menyeleksi calon yang mengembalikan formulir pendaftaran. Disitulah arti penting dari sebuah mekanisme. Selain karena para kandidat sudah melewati tahapan pendaftaran dengan membayar iuran untuk administrasi  juga menghargai prosedur yang telah dilakukan oleh DPC secara terbuka dan disaksikan banyak media massa. Hingga tahapan ini berjalan langkah yang dilakukan PDIP terbilang paling demokratis dan mendidik.

Namun, pola demokratis yang telah dilakukan di atas tidak tertutup kemungkinan diserobot oleh pola lain yang entah apa namanya. Sebab ada celah calon susulan diajukan ke DPP yang selama masa pendaftaran justru tidak mengambil formulir apalagi membayar biaya adminstrasi. Calon susulan tersebut bisa datang dari mana saja; bisa dari 'titipan' elit DPD , atau dari 'aspirasi' mantan Ketua DPC atau juga jago dari Ketua DPC saat ini.

Bila hal di atas terjadi maka besar kemungkinan (lagi-lagi) konflik akan membebani perjuangan PDIP merebut kursi panas Bupati Malang dan inkamben dijamin lanjut dua periode, banteng akan kembali "diet politik" selama 5 tahun di padangnya sendiri.

Catatan penting kedua, apabila nanti ternyata PDIP kabupaten dan atau keputusan DPP PDIP hanya mengincar posisi aman (calon Wakil Bupati) untuk menjadi pelengkap inkamben (RendraK) maka misi kekuasaannya mungkin akan berhasil dilevel dua namun harga-diri politiknya sebagai pemenang pemilu akan turun satu tingkat. Sama saja dengan menunjukkan kepada rakyatnya bahwa banteng kab Malang tidak memiliki calon berkualitas petarung selayaknya juara pemilu.

-------