Resesi Global dan Sikap yang Seharusnya Diambil Oleh Masyarakat Indonesia

Ilustrasi / depositphotos

Oleh : Muhammad Zaidan

(Mahasiswa Semester 5 Jurusan Manajemen Bisnis Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok)

Di zaman modern ini kita harus bisa memilah, memilih, dan mencerna semua informasi yang kita terima karena seperti yang kita tau bahwa persebaran berita bohong, isu negatif dan ujaran kebencian kerap kali dikampanyekan melalui media. Maka cobalah untuk letakkan smartphone anda. Matikan televisi. Berhenti membaca atau menonton berita apapun. Keluarlah dari dunia maya. Kembalilah pada dunia nyata. Lakukan ini selama kurang lebih tiga hari. Maka anda akan merasa menjadi ‘manusia yang seutuhnya’. Sadarkah anda bahwa anda sedang ‘dikendalikan’?

Menurut studi yang dilakukan Nottingham Trent University di Inggris, setiap orang rata-rata memeriksa ponsel mereka 85 kali dalam sehari. Orang bisa menghabiskan waktu rata-rata lima jam per hari untuk berselancar di Internet dan memakai aplikasi smartphone mereka.

Hasil penelitian mereka tidak perlu diragukan lagi validasinya. Bahkan saya berani menjamin hanya sedikit sekali orang yang sanggup bertahan 3 jam saja tanpa gatal ingin memegang ponsel mereka. Memang kita hidup di zaman serba cepat dengan segala kemajuan dan perkembangannya.Dan itu adalah pedang bermata dua.

Kita tidak akan membahas tentang teknologi ataupun kasus kecanduan bermain gadget. Ini tentang sesuatu yang lebih besar dan gawat dibandingkan dengan itu semua. People are most likely to believe something that they want to be true. Hukum psikologi mengatakan bahwa orang-orang cenderung mempercayai sesuatu yang mereka ingin itu menjadi nyata.

Pepatah lama mengatakan : “Jangan khawatirkan apa yang belum terjadi, jangan pula terlalu bersedih dan menyesal atas apa yang sudah terjadi.” . Tere Liye dalam bukunya yang berjudul BUMI memberikan pernyataan yang sangat menohok yaitu : “…Pihak yang menang selalu bisa menulis sejarahnya sendiri,..” . 

Ada pengakuan yang ditulis secara anonim di website Quora dengan kata kunci pertanyaan : ‘Apakah menurutmu media bisa dipercaya?’ Salah satu respon dari topik tersebut adalah : “Saya sudah 19 tahun bekerja di media televisi, tepatnya stasiun TV berita. Saya berani bilang, jangan pernah begitu saja percaya dengan berita apa pun yang tersaji di televisi. Dan ini selalu saya tekankan termasuk pada keluarga dekat saya, anak, istri, orang tua. Mulai dari berita selebritis, sampai berita politik. Dari berita kriminal, sampai berita olah raga.Terlalu mudah media menggiring opini publik dengan berita palsu. Atau berita yang benar, tapi setidaknya dilebih-lebihkan. Gunakan hati nurani anda, logika anda. Media bukan kitab suci.” 

Mungkin sudah menjadi rahasia umum bahwa media yang kita tahu selama ini tidak seratus persen akurat. Ada pihak-pihak yang mengendalikannya demi kepentingan dan tujuan mereka masing-masing. Berita panas yang selalu ‘dipromosikan’ oleh para orang pintar, influencer, pengamat keuangan dan ekonomi  akhir-akhir ini adalah resesi global.

Beberapa sudut pandang penulis mengenai resesi global

Saya tidak serta merta mengatakan bahwa resesi global hanyalah sebuah opini kosong ataupun berita bohong yang dibuat-buat oleh pihak tertentu dengan tujuan mencari keuntungan dibalik itu semua.

Muhammad Chatib Basri (Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia) dalam tulisannya yang berjudul “Resesi Global dan Pilihan kebijakan” memaparkan analisanya mengenai situasi terkini keadaan ekonomi di dunia dengan didukung data yang valid. Ia juga menyatakan situasi ini buruk bagi negara kita tercinta yaitu Indonesia, Dan pemerintah dituntut untuk mengambil kebijakan yang tidak boleh salah karena dalam keadaan seperti ini menuntut pemerintah untuk mem-prioritaskan mana yang “kita butuhkan.” Bukan yang “kita inginkan”.

Di sisi lain para pengamat ekonomi dan orang-orang yang sadar dengan adanya potensi resesi pada tahun mendatang juga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya tindakan antisipasi yang diperlukan dalam menanggulangi risiko-risiko yang mungkin terjadi dengan adanya resesi global ini. Salah satu risiko itu adalah era industri modern yang mendorong digitalisasi dan otomatisasi maka diperkirakan aka nada 56 juta tenaga kerja yang kehilangan sumber penghasilan maupun pekerjaannya pada tahun 2023 nanti. Bahkan sekarang pun sudah kita mulai rasakan. Sebagai contoh sudah banyak stasiun pengisian bahan bakar umum yang menerapkan sistem self service. Dan jumlah phk akibat sistem tersebut mencapai 50%.

Adapun untuk isu konspirasi dan permainan politik dibalik resesi global ini memang sifatnya masih sekedar teori. Dan memang sulit untuk dibuktikan secara ilmiah. Karena secara konsep jika yang disebut ilmiah itu harus ada data, maka jelas tidak akan bisa dibuktikan karena segala aktifitas gelap dan dan hal yang bersifat menyalahi norma selalu berusaha untuk tidak meninggalkan jejak. Selalu rapi, selalu ingin semuanya seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi segala yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Jika diibaratkan melihat bakteri hanya menggunakan mata telanjang maka jelas tidak kelihatan. Kita perlu melihatnya dengan mikroskop.

Diakui atau tidak, permainan dan drama media sudah menjadi rahasia umum publik, apalagi di negara kita Indonesia. Dan saya melihat secara garis besarnya bahwa skenario resesi ini sudah disiapkan jauh-jauh hari dan dikampanyekan secara sistematis. Sebelum anda memprotes saya, sejenak izinkan saya untuk memancing sudut pandang baru dalam pemikiran anda. Bayangkan sejenak bahwa anda hidup pada zaman ponsel dan sistem informasi belum semaju sekarang. Maka cara terrampuh untuk mengendalikan manusia pada zaman itu adalah menekan mereka dengan kekuatan. Itulah mengapa banyak sekali terjadi peperangan karena mereka berebut untuk memberi pengaruh. Memonopoli dan serakah ingin berebut ‘kue’ kekuasaan. Maka apakah anda tidak berpikir bahwa mereka melakukan hal yang sama pada zaman modern atau tahun 2022 masehi ini?

Perang yang mereka lakukan pada zaman ini adalah perang informasi. Media adalah cara paling ampuh untuk mempengaruhi pemikiran orang-orang entah itu berbentuk berita, film,forum diskusi, atau bahkan artikel seperti yang anda baca saat ini. Kita selalu dituntut untuk percaya pada data-data. Kita selalu dituntut untuk percaya pada angka-angka yang disebutkan. Pertanyaannya apakah angka itu bisa dipertanggung jawabkan? Sekarang bayangkan anda adalah seseorang yang sangat sederhana yang tinggal di pedesaan terpencil yang jauh dari kota. Anda tidak memiliki akses terhadap informasi maupun berita panas terkini dan hidup dalam komunitas yang kecil yang misal terdiri dari 40 orang. Untuk bertahan hidup komunitas tersebut hanya menanam bahan pangan dan beternak. Anda hidup dengan damai di desa yang asri dan indah, tanpa gangguan dunia luar. Setiap malam tidur dengan damai tanpa tau apa yang diributkan orang di perkotaan sana. Dengan ilustrasi tersebut saya dapat menyimpulkan dan menjamin bahwa resesi ekonomi global tidak akan mempengaruhi hidup anda.

Indonesia sebagai negara independen

Sebenarnya Indonesia adalah negara yang paling tidak butuh negara lain. Sumber daya kita melimpah ruah. Hanya saja secara manajemen dan operasinalnya masih sangat banyak sekali hal yang perlu diperbaiki. Negara kita tidak kekurangan orang pintar, kita hanya kekurangan orang jujur. Harus diakui bahwa bangsa kita masih bermental miskin dan mental calo. Banyak pihak yang ingin menguasai Indonesia bagaimanapun caranya, baik itu dari bangsa kita sendiri maupun pihak asing. Maka sebenarnya resesi ini tidak akan berdampak banyak pada Indonesia jika diatur dengan manajemen yang baik. Negara agraris dengan kekuatan hasil laut, perkebunan, dan pertambangan yang sangat kaya raya ini sangat tidak masuk akal jika harus takut pada isu kecil yang dilontarkan untuk menimbulkan kekhawatiran banyak orang. Kita adalah negara petani yang memakan hasil alam kenapa harus disibukkan dengan mengimpor sesuatu yang seharusnya bisa kita tanam? Terkadang kita harus menutup telinga rapat-rapat dan menjalani hidup apa adanya. Trust No One. Di zaman perang informasi ini satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah sikap kritis dan tidak langsung percaya atas segala hal. Banyak pula alternatif pekerjaan lain untuk persiapan menghadapi isu resesi ini yaitu dari segi bisnis kreatif dan lain sebagainya yang bisa jadi opsi. Ricardo lumallesil (Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok) berpendapat “56 juta orang yang diprediksi akan kehilangan pekerjaannya itu hanya angka. Kita harus optimis. Kita adalah negara agraris. Negara maritim. Tak perlu bingung membuat bisnis atau start up yang aneh-aneh, kembalilah pada kekuatan utama bisnis nenek moyang kita. Ingat bahwa negara lain tertarik menjajah ke Indonesia karena apa?”

Dengan mindset yang baik dan mental yang jujur sebenarnya negara kita tidak akan kekurangan sesuatu apapun serta tangguh dalam menghadapi rintangan termasuk resesi global. **