BELAJAR DARI TRAGEDI KANJURUHAN (Opini Mahasiswa)

 

Ilustrasi, sumber: disway.id

Oleh : Korin Bulan Permata Dewi

(Mahasiswa S1 - STT YESTOYA MALANG)

Malang merupakan kota yang menyuguhkan banyak sekali destinasi wisata. Banyak wisatawan asing yang turut antusias dengan destinasi di Kota Malang. Selain terkenal dengan destinasi wisatanya Kota malang juga terkenal dengan tim sepak bolanya yaitu klub Arema. Banyak laga bergengsi yang telah dimenangkan oleh Arema, sehingga banyak masyarakat Malang yang turut bangga dengan kemenangan nya.

 Klub Arema ( Persatuan Sepak Bola Arema, nama resminya) lahir pada 11 Agustus 1987. Jadi, kini usia tim tersebut sudah mencapai 34 tahun. Sebelum Arema, tim tersebut pernah dikenal dengan sebutan Arema Cronus. Tapi, jauh sebelum itu awalnya nama tim tersebut adalah PS Arema Malang (Rachman, 2021).

       Pada bulan Oktober 2022, Stadion Kanjuruhan Malang telah menewaskan ratusan nyawa Aremania. Hal itu terjadi di laga klub Arema vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu (1/10/2022) lalu.  

Ada beberapa hal yang menyebabkan banyak nyawa Aremania yang meninggal diantaranya adalah, adanya tembakan gas air mata yang terjadi saat babak pertama sehingga menyebabkan para suporter berdesakan dan terinjak-injak dan ditambah pintu keluar stadion yang tertutup. Dari tragedi ini menelan banyak sekali korban jiwa, mulai dari orang dewasa hingga anak dibawah umur. 

Banyak pablik figure dan masyarakat yang sangat menyayangkan tragedi ini yang dimana seharusnya pertandingan dilihat dengan senang malah berakhir tragis.

     Setelah menewaskan banyak korban jiwa Stadion Kanjuruhan akan dilakukan renovasi. Pemerintah akan membangun ulang Stadion Kanjuruhan sesuai dengan standar FIFA dengan fasilitas yang dilegkapi, termasuk mengikuti keselamatan bagi pemain maupun supporter (Tasmalinda, 2022). Stadion Kanjuruhan adalah saksi bahwa masyarakat Malang Raya bangga dengan tim pujaannya, Arema. Ketika tim yang berjuluk Singo Edan ini berlaga, kemeriahan itu sangat terasa betapa antusiasnya masyarakat Malang untuk menyaksikan tim kebanggannya bertanding. Sepak bola memang sudah menjadi hiburan yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Malang. Namun semua itu berubah semenjak tragedi kelam itu terjadi, yang tersisa hanya berbagai macam benda milik penonton yang tertinggal saat tragedi itu terjadi. Pasca tragedy ini pun banyak bermunculan poster hingga spanduk di wilayah Malang Raya mulai dari “Usut Tuntas”, “Gas Air Mata Brutal vs Air Mata Ibu”, “Pembantaian Berkedok Pengamanan”.

    Dari hal yang sudah dipaparkan diatas, solusi yang harus dilakukan untuk menghindari tragedi tersebut agar tidak terulang kembali dengan melakukan Edukasi Supporter, program pelatihan khusus untuk supporter ini agar penggemar sepak bola memahami hal yang fatal ketika melakukan kekerasan. Pemberian Sanksi berat bagi pihak manapun yang melanggar, pemberian sanksi yang dimaksud, ini perlu dilakukan kepada pihak manapun yang bersalah, hal ini bertujuan memberi efek jera bagi semua. Solusi ini bukan hanya ditujukan untuk supporter saja namun juga untuk aparat keamanan. Aparat harus di ingatkan kembali bahwa FIFA telah melarang penggunaan gas air mata saat pertandingan sepak bola dilakukan serisuh apapun supporter jangan sampai menggunakan gas air mata.

    Sudah seharusnya Polri dan TNI segera mengusut tuntas terhadap aparat serta pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus penembakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah tribun yang diduga dilakukan diluar komando, pengelola Stadion Kanjuruhan yang tidak memastikan semua pintu terbuka, pihak klub Arema dan pihak PSSI yang tidak melakukan pengawasan atas keamanan dan kelancaran penyelenggaraan pertandingan. Mari kita sebagai warga Negara Indonesia dapat menjadikan tragedi ini sebagai pembelajaran besar terkait penyelenggaraan pertandingan sepak bola di Tanah Air. **