Berani Tegas Demi Stabilitas Kota Malang, Kapolresta Malah Dilaporkan AMP ke Propam

Gbr. Anggota AMP Malang memaksakan kehendak masuk Mapolresta dan ingin menembus barikade aparat / jm

JurnalMalang - AMP melaporkan Kapolresta Malang Kota ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri atas dugaan ujaran rasialisme dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di Kota Malang. Laporan tersebut ramai diberitakan media, diprovokasi oleh aktifis pro-separatism Veronica Koman di medsos, namun masalah inti justru luput dari perhatian.

Kejadiannya berawal pada aksi unjuk rasa mahasiswa asal Papua yang memperingati International Women Day pada Senin (8/3/21) lalu di Kota Malang. Namun massa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan IPMAPA justru menyusupkan agenda yang mengandung unsur separatisme, yaitu menyuarakan kemerdekaan west Papua dan menentang otsus Papua. AMP Kota Malang merupakan organisasi yang sudah lama terang terangan menyuarakan propaganda yang mengandung unsur separatisme seperti referendum, Papua merdeka dst. Seringkali aksi unjuk rasa AMP berakhir dengan keributan fisik.

Aparat Polresta Malang Kota sudah berusaha mengendalikan demonstrasi agar berjalan sesuai aturan namun justru dilawan oleh beberapa peserta aksi yang bahkan memukul aparat dan merusak kendaraan milik polisi. Para pelaku anarkis sementara diamankan di Mapolresta sesuai ketentuan yang berlaku.

Keesokan malamnya sejumlah massa mahasiswa Papua Malang datang ke Kantor Polresta Makota menuntut rekannya dibebaskan. Mereka memaksa ingin masuk ke dalam Mapolresta yang sudah dijaga ketat oleh barikade Polisi. Maka terjadilah hal seperti apa yang viral diberitakan media. 

Pada kasus lain, misalnya penahanan peserta aksi demo tolak Omnibuslaw dan aksi lainnya tidak pernah ada massa yang mendatangi Kantor Polresta untuk memaksakan suatu kehendak. Semua mempercayakan pada pelaksanaan prosedur yang dikawal secara bersama-sama.

Aktifis Pro-Papua merdeka Veronica Koman turut membagikan video kejadian melalui akun twitternya. Dia juga memajang foto Kapolresta disertai tulisan, "Ini yang meneriakkan 'kamu halal darahnya! Tembak!' ke para mahasiswa Papua kemarin malam: Kapolresta Malang Kota Leonardus Simarmata".

Video durasi 23 detik yang beredar di media sosial dan di akun Veronica Koman jelas sudah dipotong untuk tujuan provokasi. 

Beberapa hal yang perlu dicermati dan kejadian yang sebenarnya adalah:

1. Aksi damai memperingati hari perempuan sedunia berubah menjadi aksi terlarang, yaitu menyuarakan tema kemerdekaan Papua. Seharusnya Polri langsung membubarkannya namun Polisi masih berusaha pendekatan persuasif. Tetapi ada peserta aksi yang ngotot melawan petugas bahkan memukul Polisi dan merusak mobil dinas Polisi.

2. Berdasarkan bukti yang ada Polisi melakukan prosedur standar, berupa pemeriksaan dan penahanan sementara. Berdasar pengalaman, penahanan peserta demo dari organisasi mahasiswa manapun di Malang diperlakukan sama dan tidak terlalu lama. Namun kelompok mahasiswa Papua ini ingin diperlakukan berbeda dan tidak peduli prosedur.

3. Pada malam kejadian, massa memaksa ingin masuk mapolresta dengan meneropos pagar dan barikade. Hal inilah yang membuat Kapolresta Makota memberikan peringatan tegas agar massa tidak melakukan hal-hal yang melanggar aturan. Siapapun yang nekad melanggar aturan akan menghadapi resiko. Namun video kejadian sudah dipotong sehingga berpotensi melenceng dari fakta.

4. Masyarakat kota Malang sudah lama terganggu dengan aksi demonstrasi yang anarkis dan menolak segala bentuk gerakan yang mengarah kepada disintegrasi. Masyarakat lah yang menuntut Polisi agar tegas terhadap aksi yang melanggar aturan dan mengganggu ketertiban kota Malang.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Leonardus Simarmata terhadap kasus tersebut sudah benar. Itulah bentuk ketegasan menegakkan aturan, menjaga kota Malang dari potensi perpecahan dan menghormati aspirasi rakyat Kota Malang. *adm1