UNIKUM KEPALA KALA, TEMUAN EKSKAVASI CANDI KEBO IRENG : "Butho Sakti Mbengkong Wesi", Akrobatik Masa Lalu

Oleh : M. Dwi Cahyono
(Sejarahwan - Arkeolog)

A. Deskripsi Temuan Kepala Kala

Sekecil apapun tinggalan masa lalu yang sampai kepada kita, tentu memberi kontribusi informasi mengenai budaya masa lampu di suatu daerah pada suatu masa. Itulah pentingnya untuk selalu menghargai jejak budaya masa lalu. Meski belum seluruh areal situs Candi Kebo Ireng diekskavasi, namun dari tinggalan yang telah berhasil didapat saja, telah ada "secercah sinar" untuk menerangi kegelapan sejarah masa lalu kita. Diantara yang diketemukan itu adalah "kepala kala".

Salah sabuah temuan pada ekskavasi memasuki hari ke-10 di situs, Candi Kebo Ireng (istilah lokal "Boireng") pada Desa Ngerong Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan,, diantaranya memdapatkan sebuah arca kepala kala dari batu andesit  Menilik bentuknya, yang berajang bawah, menjadi indikator tentang gaya seni pahatnya yang masuk ke dalam "langgam (gaya) Jawa Timuran", yang berarti dari pasca abad X Masehi. Namun demikian, dibanding kepala-kepala kala bergaya Jawa Timuran lainnya, kepala ini memiliki keistinewaan. Utamanya pada mulut dan tangannya.

Tergambar jelas bahwa dua tangan yang berada di kanan-kiri kepalanya tengah menggenggam erat-  erat sebatang logam silindris (wesi gligen), yang didorong ke depan dan terhalang oleh deretan gigi serta taringnya, hingga menjadi bengkok. Lonjor besi silnidris itu berada dii dalam mulutnya, yakni pada belakang deretan gigi dan taringnya. Raut wajahnya tergambar ekspresif, terlebih dengan matanya yang melotot dan mulutnya menyeringai perlihatkan gigi-gigi tajam serta taringnya. Sebagai catatan, bentuk alisnya juga digambarkan dengan unik, yakni deretan sulur gelung yang melengkung mengikuti lengkung kelopak mata sisi atas -- yang mengingatkan kepada seni hias pada ikonografi Tiong Hoa Klasik.

B. Singkapan Info dan Pembadingan

Gambaran demikian tak lazim terdapat. Kalaupun ada kepala dengan kedua tangan di kanan dan kiri dari kepala, hal yang demkian banyak didapati di candi-candi dari era Majapahit. Namun, gambaran mengenai "menbengkokkan linjor besi silindris" dengan kekuatan gigi dan rahang isebagaimana itu tidak lazim adanya, bahkan barulah satu-satunya. Lantaran belum didapatkan pembandingnya, maka perihal ini tak mudah untuk dapat menjelaskannya. Hanya saja, mengingatkan kita terhadap tindakan religio-magis pada "debus" atau permainan magis lain yang melibatkan kekuatan fisik luar biasa. Hal ini dalam ikalimat bahasa Jawa Baru bisa disebut "butho mbengkong wesi nganggo untune (raksasa membengkokkan besi dengan gigi-giginya)". Wah, wah, wah. ..., kayak akrobat masa lalu saja.

Ciri spesifikasi lain yang perlu pencermatan adalah terdapatnya ragam hias "tengkorak (kapala)" pada sekitar jamangnya. Kehadiran ornamentadi kapala acapkali terdapat pada arca-arca atau ragam hias benda suci yang berlatar religi "Tantra". Selain itu, terdapat ragam hias spiral-oval, seperti antara lain didapatkan pada batur Candi Sawentar, reruntuhan gapura di kompleks Candi Penataran, batur Candi Bayolangu, dan dinding Candi Kesetran di sekitar situs Jedong, yang kesemuanya merupakan candi candi bersal dari Masa Majapahit. Ditemukan pula fragmen arca burung, yang terlihat jelas anatomi kepala yang berparuh dan sayapnya. Sayang tak diketahui konteksnya, sehingga sukar dijelaskan maksud pemahatan mauoun penempatannya pada candi ini.

Komponen candi yang berhasil didapatkan melalui ekskavasi adalah batur candi (soubasement), yang terlihat telah mengalami kerusakan sebelum candi ini tertimbun tanah secara alami. Bagian lain, yaitu kaki candi (basement), dan kimpinen-kimpinen lain balik-balik batunya dalam kondisi terserak. Meski demikian, besyukur ukuran dan bentuk dasar candi diperoleh gambarannya. Menilik kondisinya yang demikian, terkesan bahwa Candi Kebo Ireng pernah terkena dampak vulkanik, yang menyebabkan rusak dan runtuhnya. Perihal ini, ad baiknya mendapatkan penelitian tersendiri dengan mencermati kerusakan yang tergambar pada reruntuhan candi-candi lain di sekitarnya untuk mrmperoleh gambaran mengenai dampak peristiwa alam terhadap keruntuhan candi dan arsitektur masa lampau lainnya.

C. Pengharapan Tambahan Data ke Depan

Demikianlah tulisan ringkas ini, yang lebih bersifat "deskriptif" daripada analitis. Meski demikian, ada pertanda awal bahwa Candi Kebo Ireng berasalkan dari Masa Majapahit, dan memiliki indikator religi Tantrus. Sebenarnya, Teman-teman lain di sekitar telah mulai diekskavasi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta pada tahun 1980an. Adapun dari keletekannya, situs Candi Kebo Ireng berada cukup dekat dengan Desa Pulungan, yang mengingatkan kita pada "Kapulungan", yakni dimana dikisahkan bahwa jubah Pu Bharada me8nyangkut pada kamal pandak (kamal = asam, pandak = pendek). Lokasi dari Kapulungan itu terletak cukup dekat dengan Bhayalango, dimana terdapat sebuah pendharman berlatar Mahayana Buddhisme untuk Dyah Gayatri (Rajapadni, Nenekda maharaja Hayam Wuruk), yang dinamai "Prajnapatamitapuri".

Semoga hasil ekskavasi ke depan lebih memberi kelengkapan data untuk bisa mengungkap misteri Candi Kebo Ireng ini. Yang terang, temuan Candi Kebo Ireng ini menambah kekayaan peninggalan masa lalu, yang pada bebarapa tahun terakhir ini bermunculan bagai "thukuling jamur ing mongso rendeng" seperti sekarang. Nuwun.

Catatan : Foto-foto dari unggahan Yogi Mahadev
                 Parameswara. Permisi mengutipnya.

Sangkaling, 16 Maret 2020
Griya Ajar CITRALEKHA

(Sumber tulisan/ gbr: Dwi Cahyono fb)