El-Mahdi Protes, Saat Rakyat disakiti Aparat Negara Ada Dimana?

Ilustrasi : google
JurnalMalang.Com - Beberapa waktu yang lalu publik kota Batu sempat dihebohkan oleh kasus kekerasan dan usaha pemerkosaan yang dilakukan oknum petugas keamanan (Security) BTC terhadap seorang gadis remaja yang hingga kini masih trauma dan terluka.

Menurut kabar yang berkembang, saat kejadian perkara tengah berlangsung, teman si gadis berlari meminta tolong pada petugas Polantas yang bisa dia datangi saat itu, yang tengah bertugas agak jauh dari TKP. Pemahaman anak ini bahwa semua Polisi adalah pelindung rakyat apalagi dalam kondisi darurat seperti saat itu. Setidaknya bisa memberitahunya cara dan tempat melaporkan masalahnya.

Namun sungguh buntung nasib anak itu dan temannya yang tengah disiksa, bukannya mendapat solusi pertolongan, dirinya yang tengah panik itu justru "digertak" oleh oknum petugas Polantas KWB dengan pertanyaan sinis terkait tugas Polantas, lalu memberikan saran super konyol pada anak itu agar dirinya memohon saja pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pengakuan anak tersebut sempat heboh namun sekejab padam tak tersisa. Tidak ada protes, tidak ada pernyataan sikap  pimpinan, tidak ada permintaan maaf publik dan tidak ada berita heboh di media massa mainstream. Bungkam.

Hal ini rupanya memantik reaksi seorang pengamat sosial dan akademisi  asli kota Batu, Haris el-Mahdi, yang menyatakan dalam kasus itu negara tidak hadir dan setidaknya terlambar hadir  dalam menolong dan menuntaskan tragedi sang gadis malang itu. Tokoh muda yang vokal terhadap segala penyimpangan layanan negara terhadap rakyatnya itu menuliskan pernyataan sikapnya pada selasa kemarin (6/12/2016), sebagai berikut :

 
Terdapat sebuah fakta menarik sekaligus mengerikan dari peristiwa pelecehan seksual atas siswi SMP ini.

1. Pelaku atau satpam itu ternyata seorang yang baru saja bebas dari penjara. Ia masuk penjara karena membunuh dan memutilasi istrinya. Selang 6 bulan bebas dari penjara, ia bekerja sebagai Satpam di BTC. 

2. Kondisi terakhir korban (AN) saat ini sungguh menyedihkan. AN terus muntah disertai gumpalan darah. Bagian tengkuk dan ulu hati AN masih sakit. AN mengalami pukulan bagian tengkuk kepala sebanyak 6 kali dengan menggunakan tongkat satpam, sampai tongkatnya patah. Waktu digerebek, satpam dalam posisi menginjak perut AN dan leher AN dijerat tali polisi. 

3. Saat kejadian itu, teman AN berinisial YD sempat meminta pertolongan ke pos Polantas Alun-alun Batu dan bilang kalau temannya di sekap. Namun, jawaban oknum Polantas itu sungguh mengejutkan :"kamu tahu tugas Polantas itu apa? Kamu minta pertolongan kepada Allah saja" 

Dari tiga narasi di atas, jelas terpatri bahwa dua figur penjaga keamanan. Satpam dan Polisi telah mempraktikkan kejahatan serius. Mereka yang seharusnya melindungi warga negara justru bertindak sewenang-wenang dan miskin empati. 

Haris ElMahdi, Sosiolog & Akademisi asal KWB / fb-hem
Celakanya, sampai tulisan ini saya unggah, belum ada pernyataan resmi dari pihak BTC dan Kepolisian Batu. Pun, belum ada inisiatif dari pihak BTC dan Kepolisian (institusi polres Batu) untuk menjenguk korban. Belum rasa empati yang tulus.

Di luar itu, tokoh-tokoh masyarakat Kota Batu juga terkesan diam. Tidak ada inisiatif atau pernyataan yang menunjukkan rasa empati. Pun, setali tiga uang. para kandidat walikota dan wakil walikota yang sedang bersaing juga bisu seribu bahasa. Tidak ada pernyataan resmi dari paslon yang menunjukkan rasa empati. Agaknya, lima tahun ke depan, Kota Batu akan dipimpin oleh Walikota dan wakil walikota yang minus empati terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual. 

Lebih lanjut, sampai tulisan ini saya unggah, pihak-pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial juga diam, tidak ada pernyataan resmi yang empatik. Tidak pula menjenguk korban.
Artinya, AN sebagai korban hanya mendapat perhatian empatik secara swadaya dari pihak sekolah dan para relawan. Negara tidak hadir sama sekali. Para tokoh publik juga bisu. 

Dengan realitas ini, ke depan, jika Pemerintah Kota Batu dan Polres Kota Batu tetap saja melakukan praktik impunitas terhadap pelecehan dan kekerasan seksual maka hal yang sama akan terulang dan terulang lagi. Tentu, saya, anda dan kita warga Batu tidak berharap Kota Batu berubah dari kota yang ramah anak menjadi kota yang ramah pada pelecehan dan kekerasan seksual, bukan? 

Kontan, testimoni elMahdi di atas mendapat banyak simpati bahkan sudah di share lebih dari 200 kali.
"...... Ini baru tulisan jihad.. tak share.. ya.." tulis seorang netizen. (red2).