REFLEKSI PESAN RELIGIS DALAM RELIEF ARJUNAWIWAHA PADA DINDING GOA PERTAPAAN PASIR

Oleh : M. Dwi Cahyono (Arkeolog / Sejarahwan)
Ilustrasi / libertatea.ro


A. Wanita sebagai 'gambaran' unsur Penggoda
Kapan saja dan dimana saja, goda senantiasa ada. Siapa pun pernah atau bakal menghadapi goda. Ada yang terbukti 'tahan godaan (tahan goda)', namun tak sedikit pila yang ternyata 'tak tahan goda (ora tahan atau tak kuwoso godo). Goa adalah ujian. Siapa yang tahan goa, maka dialah yang lulus uji. Dalam dunia susastrai cerita, tidak terkecuali susastra keagmaan arkhalis sekalipun, kisah ujian menghadapi godaan acapkali ditampilkan.

Kakawin masa Jawa Kuna 'Arjunawiwaha' misalnya, memuat kelompok adegan tentang penggodaan tapa Arjuna oleh tujuh bidadari. Demikian pula, Sang Buddha juga dikisahkan bahwa dalam samadinya mendapat godaan dari mara, yang digambarkan sebagai wanita. Demikian pula, dalam cerita "Amerthamantama', untuk dapat merebut air kehidupan/keabadian dari penguasaan oleh para raksasa, maka Dewa Indra menjelma menjadi wanita penari (anggoda) yang turun kegelanggang ketika para raksasa bermabukan merayakan keberhasilannya mendapatkan Amreta. Mengaoa wanita yang ditampilan sebagai unsur penggoda?

Banyak jenis dan bentuk godaan yang hilir-mudik di sekitaran kita. Ada pendapat menyatakan tentang tiga macam godaan besar yang menghampiri siapapun , kapanpun dan dimanapun, yaitu: (a) tahta.(b) harta, dan (c) wanita. Sasaran goda itu adalah nafsu (kama). Tahta adalah godaan terhadap nafsu untuk berkuasa, yang terkadang dicapai orang dengan mengahalkan segala cara, bahkan dengan tindak kekejaman. Harta adalah goda terhadap nafsu untuk menjadi kaya raya agar dapat mengeyam puncak kesenangan duniawi. Adapun wanita adalah goda terhadap nafsu burahi untuk memperoleh bahkan mengumbar kepuasan hasrat biologis. Pada kisah-kisah itu, waita -- seperti tujuh bidadari dalam kisah Arjuna Wiwaha, Mara dalam kisah Kebuddhaan dan penari wanita dalam kisah Amretamantana -- adalah beberapa contoh cerita yang mendisik nurani tentang ujian terhadap hawa nafsu manusia, dengan wahana penggoda berupa wanita.

B. Adegan Penggodaan pada Relief Goa Pasir
Meski cuma berpanil terbatas, dinding sisi kanan, kiri dan belakang Gia Pasir di Dusun Pasir Ds. Junjung Kec. Botolangu Kab. Tukungagung dijadikan bidang pahat (panil) untuk menampilkan adegan kunci (key schane) dari relief cerita.yang menggambafrkan godaan terhadap pertapa oleh beberapa wanita. Sejauh ini ada dua pendapat yang mengidentifikasi cerita tersenut, yaitu: (1) Cerita Arjunawiwaha, yaitu adegan Arjuna yang tengahbertapa menghadapi godaan oleh bidadari Suprabha dan Tilotama, atau (2) Cerita Kebuddhaan, yaitu ketika Sang Buddha yang tengah bersamadhi mehadapi godaan dari Mara. Menilik data-data ikonografis di situs Goa Pasir, yang memperlihatkan latar keagamaan Hindu sekte Siea, maka alternasi pertama patut untuk lebih dipertimbangkan.

Berikut deskripsi ringkas relief yang dipahatkan pada dinding goa, dimula dari dindimg sisi belakang, lalu dinding sisi selatan (kana), dan kemudian dinding sisi utara (kiri).

a. Relief pada Dinding Goa Sisi Belakang
Menggambarkan Arjuna tengah bertapa, dengan teguh menghadapi godaan dari bidadari, yaitu Suprabha dan Tilotama -- yang digambarkan dengan postur tubuh lebih besar adalah Tilotama. Kedati kedua bidadari itu melakukan tindakan erotis untuk menggoda nafsu birahi Arjuna agar batal (badar) dari tapa-nya, namun Arjuna mampu membutikan dirinya sebagai dapat mengendalikan nafsu birahinya. Walau dalam sejumlah kisah dalam wiracaraita Mahabarata diri Arjuna digambarkan sebagai memiliki kecenderungan kepada wanita, namun manakala tengah bertapa, kecenderungan demikian musti diminimalkan bahkan ditiadakannya.

b. Relief pada Dinding Goa Sisi Kanan
Menggambar salah seorang dari dua Punakawan (pengiring) Arjuna tengah menghadapi godaan yang dilancarkan oleh sorang bidadari. Secara erotis, bidadari ini memengangi payudaranya, dan lantas diarahkan kepada Punakawan tersebur, Punakawan digambarkan dengan ekspresi kikuk, dan dengan bengong memandangi ulah wanita pengoda tersebut. namun tanpa melakukan reaksi dalam bentuk tindakan seksual.

c. Relieg pada Dinding Goa Sisi Kiri
Menggambarkan seorang bidadari tengah disergap dengan penuh nafsu oleh salah seorang punakawan lainnya. Tangan punakan diarahkan ke payudara bidari dan meremasnya.

C. Refleksi Religis di Balik Relief Goa Pasir
Relief sebagaimana dipaparkan diatas juga dikumpai pada relief Arjunawiwaha di dinding kaki candi Surawana sisi belakang, termasuk ulah dua punakawan terhadap bidari penggodanya. Namun, pada relief Arjunawiwaha yang dipahatkan pada dinding Goa Selamangleng Tulungagung, yang berada dekat dengan Goa Pasir, gambaran demikian tak dijumpai -- khususnya yang berkenaan demgan punakawan dan bidadari penggodanya. Oleh karena itu, cukup alasan untuk mengidentifikasikan relief yang dipahatkan pada salah satu goa perataan di situs Goa Pasir itu sebagai Relief Arjunawiwaha, yang dipahat pada masa Keemasan Majapahit.

Sengaja pemahat membuat 'kontas penggambaran' antara adegan pada dinnding goa sisi belakang dengan adegan yang dipahatkan pada dinding goa sisi kanan dan kiri. Arjuna sebagai seseorang yang memiliki tataran keimanan yang tinggi digambarkan sebagai teguh dalam menghadapi godaan. Arjuna mampu mengendalikan hawa nafsu manalaka menjali ritus pertapaan. Nafsu burahi musti diterpakan dengan apa yang dalam bahasa Jawa dinamai 'empan-papan', artinya diterapkan secara tepat konteks. Dalam konteks pertapaan, dimana segala hawa nafsu musti diminoimalkan atau bahkan ditiadakan, dan dalam hal ini Arjuna terbukti berhasil menjalankannya.

Semaentara Puanakawan, yang digambarkan dengan taraf keiimanan yang belum tinggi -- khususnya pada relief di dinding goa sisi kiri, dirinya tak kuasa dalam menhadapai godaan terhadap nafsu birahinya. Mereka gagal dalam mengelola dan mengendalikan nafsu birahinya..Kendatipun telah memakai nusana pertapa -- tampak pada jatamakuta (sanggul rambut yang besar dan membulat, menyerupai sorban) dan nalkaladara (cawat dari kulitb pohon) dan berada di pertapaan. namun tak ada jaminan bahewa yang bersangkutan dapat mengendalikan kamanya yang padahal merupakan prasyarat bagi pertapa.

Dalam apa yang dinamai 'katuranggan', seseorang yang tak dapat mengendalikan nafsu dikategoriskan sebagai 'aswa (kuda)'. Ibarat demikian acap dinamai 'nafsu kuda', yaitu nafsur birahi yang berkobar-kobar dan tanpa kendali. Sikap dan prilaku demikian dinilai tidak pada tempatnya dalam kehidupan masyarakat yang berperadaban.

C. P e n u t u p
Demikianlah siratan makna pada relief ceita yang dipahatkan pada dinding goa pertapaam Pasar. Tak ada maksud untuk untuk menampilkan 'pornografi', sebab adegan erotis yang ditampilkan pada relief tersebut dimaksudkan sebagai wahana edukasi yang mendasarkan pada dharmma (ajaran), khususnya tentang pentingnya pengendalian hawa nafsu, termasuk nafsu birahi.
Semoga membuahkan makna.
Salam budaya 'Nusantarajayati'.
Mohon maaf bila kurang berkenan.
Nuwun
(Sumber akun Dwi Cahyono / 5Nov2016).