Tayang Lagi Jelang Pilpres, Film "13 Hours" Ungkap Kejahatan "Hillary Connection" di Libya

Ilustrasi Film 13Hours / Google
JurnalMalang.Com - Ini adalah kisah nyata. Ratusan milisi bersenjata mengepung Kantor Duta Besar Amerika Serikat di Benghazi, Libya. Dengan senjata serbu dan roket para militan tersebut menembaki, membakar gedung dan mengejar para petugas dan diplomat Amerika yang panik tak menyangka disergap pada larut malam itu (11-12/09/2012).

Tak jauh dari kompeks kedutaan, terdapat sebuah markas rahasia CIA yang menyimpan banyak cadangan senjata dan beberapa personel Marinir (US Navi Seal) Amerika yang dikontrak khusus untuk turut melindungi kepentingan USA di Libya. Mereka yang ada di markas ini menerima permintaan bantuan dari kedutaan dan dapat menyaksikan langsung dari lantai atas serangan dan kobaran api di komplek kedutaan.

Ketika prajurit markas sudah bersiap-siap berangkat dengan senjata lengkap, setelah melakukan kontak dengan pusat (USA) melalui sambungan internasional, secara mengejutkan Pemimpin markas CIA Benghazi tersebut  mengeluarkan perintah : "Stand Down!!!" Maknanya jelas : jangan melakukan tindakan apapun. Diam di tempat masing-masing. Alias tidak usah melakukan upaya penyelamatan di kedutaan besar yang sedang dihancurkan militan.

Reaksi patriotis para tentara yang sudah siaga perang itu tak terhindarkan, Sialan! kenapa anda tidak izinkan kami berangkat menyelamatkan kepentingan negara dari serangan teroris??

Ini markas CIA. "Ingat kamu bukan CIA. Kamu disini karena dibayar CIA untuk menjaga keamanan di sini.” Bentak Chief CIA Benghazi menegaskan siapa yang lebih berkuasa, sambil menuding salah satu tentara "mokong" yang bernama Tyrone Woods.

Beberapa jam berlalu, serangan di kedutaan semakin dahsyat. Posisi militan sudah berhasil memasuki gedung utama. Tak terhitung berapa ratus kali petugas dan Duta Besar sendiri Chris Stevens menghubungi pemimpin markas, Menteri Luar Negeri USA (Saat itu Hillary Clinton) bahkan mencoba mengakses Gedung Putih. 

Tapi tidak ada bala bantuan yang datang. Seluruh pangkalan militer USA di Timur Tengah juga tidak memberikan sinyal bantuan. Tidak ada Black Hawk, F16, drone. Menurut kabar yang dijelaskan pasca tragedi ini, keputusan (mengirim bantuan) tidak dapat dilakukan lantaran dini hari itu otoritas utama seperti Presiden Barrack Obama maupun Hillary Clinton sedang tidur.

Di tengah dering bising Walky Talky yang memohon bantuan darurat dan raungan minta tolong dari warga Amerika yang terluka di kedutaan sana, di markas sini ada perintah STAND DOWN!!!

Enam tentara Amerika yang sudah berkobar semangat untuk menyelamatkan kedutaan menentang perintah "Stand Down" CIA. Mereka menenteng senjata, berlari ke arah parkir dan melompat di atas mobil. Mereka langsung menuju kedutaan dengan taruhan nyawa.

Persetan dengan perintah Chief!!!

Militan bersenjata serbu Kedubes USA di Benghazi Libya / google
Maka 6 personel dari Navy Seal tersebut lalu terlibat bentrok berdarah dengan begitu banyak militan berani mati di negerinya almarhum Muammar Ghadafy itu. Pertempuran hidup mati itu berlangsung cukup lama dan melelahkan. Para peneror seakan tidak pernah habis dan selalu bertambah jumlahnya.

Hari sudah mulai terang, rentetan tembakan sudah reda. Gedung hancur. Dua diplomat Amerika Serikat terbunuh yaitu Duta Besar Chris Stevens dan Sean Smith.

Kemudian, dua personel Glen dan Tyrone juga tewas bersimbah darah. Mereka adalah anggota Pasukan Khusus US NAVY SEAL yang dipekerjakan oleh CIA untuk menjadi Pasukan Keamanan Amerika Serikat di Tripoli, dan Benghazi. Keberanian mereka menyelamatkan kedutaan memakan korban jiwa.

Pada saat mereka berusaha mengevakuasi rekannya yang tewas dan menyelamatkan yang terluka, sesuatu yang sangat menakutkan terjadi. Gedung tiba-tiba dikepung oleh sepasukan besar para-militer bersenjata lengkap dengan iring-iringan kendaraan tempur yang dipenuhi amunisi. Kekuatannya jauh lebih besar dari militan yang menyerbu semalam.

Dilihat dari atribut yang dikenakan dan terpasang di kendaraannya, konvoi besar para-militer ini adalah gerilyawan pendukung Moammar Ghadaffy, Presiden Libya 42 tahun yang ditumbangkan oleh sebuah kudeta dimana Amerika adalah dalangnya.

Ketika segala harapan untuk selamat sudah habis dan mereka sudah bertekad akan mati bersama sambil mempersiapkan senjata serbunya, tiba-tiba seorang perwakilan para-militer pro Ghadaffy itu memberi kode jempol dan jari kelingking teracung.

Maka selamatlah sisa prajurit dan para diplomat yang terluka itu. Mereka di evakuasi ke Bandara dalam kawalan gerilyawan Pro Ghadaffy yang bersenjata berat. Simbol dan harga diri USA di Libya tersebut justru diselamatkan oleh eks pasukan Moammar Ghadaffy, bukan militer Amerika.
Duta Besar pun Tewas di Benghazi 12/9/16
-------------

Itulah fakta yang dikenal dengan Tragedi Benghazi. Atas dukungan veteran tentara yang selamat dari tragedi tersebut, maka kisah itupun di film kan dengan judul 13 Hours, The Secret Soldiers Of Benghazi.

Film yang sangat populer di hampir semua bioskop seluruh dunia ini kembali diputar di seluruh bioskop Amerika pada bulan september lalu (11-12/9/16) dalam rangka mengenang peristiwa tersebut.

MESKIPUN DIKRITIK ada kepentingan politis dari pemutaran ulang film tersebut, 13 Hours makin membuka mata Amerika bahkan dunia, betapa kelam politik luar negeri negara Adidaya tersebut. Jangankan warga negara lain, anak bangsa dan diplomatnya sendiripun akan dikorbankan oleh kebijakan luar negeri USA yang terkenal keras dan ofensif.

RingSatu Obama, Valerie Jarrett, yang dikabarkan memerintahkan "StandDown" ke markas CIA di Benghazi
Ketika tragedi itu terjadi, Amerika sedang dikuasai oleh elit-elit dari Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Presiden Obama dan Hillary sebagai Menteri Luar Negeri. Maka tak heran Capres dari Partai Republik, Donald Trump menuding mereka sebagai otak dari berbagai konspirasi rahasia yang merugikan Amerika di Timur Tengah.

Donald Trump bahkan mengatakan secara jelas Obama dan Hillary berada di balik ISIS. Skandal tingkat tinggi USA dibalik ISIS yang diungkap Trump ini sempat mengejutkan dunia. Sebab seluruh dunia tahu ISIS merupakan organisasi teroris yang paling kejam di Irak maupun Suriah yang tidak hanya ingin mendirikan Negara Islam di kedua negara tersebut melainkan juga menentang Amerika.

Beberapa pengamat teori konspirasi mengungkapkan bahwa saat ini ada 2 aliran ISIS. Yang pertama ISIS yang didanai oleh Amerika tetapi dibekali senjata buatan Rusia untuk mengecoh dunia bahwa ISIS berafiliasi dengan negara Komunis tersebut. Kemudian ada ISIS buatan Rusia yang dibekali dengan senjata buatan USA. Kedua jenis ISIS ini sama-sama kejam, keji, berbendera Islam tapi tidak Islami namun masing-masing berbeda kepentingannya.

Di Negara Suriah baru akan nampak perbedaan keduanya. Teroris ISIS bentukan Amerika bertujuan menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad untuk terwujudnya Islam State atau Daulah Islamyah. Sementara ISIS bekingan Rusia menghabisi separatis jihad lokal Suriah yang mengganggu Assad. 

Konvoi ISIS, teroris paling makmur se-dunia / google
Permainan intelejen tingkat tinggi ini hanya bisa dibaca oleh mereka yang cermat dan tidak terjebak pada publikasi media massa yang umumnya sudah menjadi "pedagang informasi" sesuai pesanan. Dan kita, warga Indonesia, hanya memahami tentang terorisme melalui media dan analisis sendiri yang 'sederhana'.

MAKA BUKANLAH kebetulan bila veteran tentara yang dulu selamat pada tragedi Benghazi memilih mendukung Capres Partai Republik Donald Trump. Trump dipandang sangat layak menjadi USA-1 selain karena kritis terhadap kebijakan Amerika di Timteng Trump juga dipandang sebagai figur yang ultra-Nasionalis dan memiliki sifat patriotik khas Amerika.

Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump
Semoga orang "gila" seperti Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat, dan mau membongkar, menghentikan segala skandal busuk USA di Timur Tengah dan konspirasinya di belahan dunia lainnya. (red1-jm).