ANALISA CALEG DPR RI DAPIL MALANG RAYA YANG LOLOS KE SENAYAN PADA PEMILU 2014

Proses rekapitulasi hasil Pemilu tingkat Kota dan Kabupaten di Malang Raya sudah usai maka berakhir pula seluruh rangkaian pesta demokrasi di Bumi Arema ini, menyisakan banyak kesan, kenangan, bahagia, sesal dan yang jauh lebih penting adalah evaluasi baik bagi yang berhasil lolos maupun yang gagal. Sebulan sebelum Pemilu tim khusus kami telah melakukan 2 kali riset tentang kekuatan Parpol dan peluang para caleg baik tingkat DPR RI maupun tingkat I dan II; hampir semuanya sesuai perkiraan meskipun kami akui ada juga analisis yang meleset jauh. Khusus bagi Caleg yang mau rendah hati dengan rutin kontak dan berkonsultasi meminta masukan kepada kami yang akhirnya lolos, kami ucapkan selamat semoga amanah. Berikut daftar nama-nama Caleg DPR RI yang akhirnya tembus menuju Senayan.


Dapil Malang Raya terdiri dari 8 kursi yang direbut oleh puluhan jagoan yang tidak hanya tenar, cerdas dan memiliki tim yang kuat tetapi juga tajir cost politiknya seakan tak berseri. Namun akhirnya keberhasilan tetap milik mereka yang memiliki kekuatan strategi, timses yang cerdas dan juga money yang tak kecil :D
  1. Ahmad Basarah (PDIP). Adalah Caleg nomor urut 1 dari PDI Perjuangan, elit DPP PDIP, incumbent dari komisi paling basah (Anggota DPR RI Komisi III), duit banyak, royal, mampu berafiliasi dengan cukang-cukong, masuk ke sistem struktural internal DPC-DPC (kecuali Batu), publikasi paling luas dan seabrek langkah yang paling jitu lainnya; maka wajar senior GMNI ini lolos dengan kursi paling mahal; urutan 1 suara tertinggi luar maupun dalam partai. Hanya 1 pelajaran penting bagi Basarah, bahwa kekalahannya di Kota Malang (dari Caleg nomor 4 PDIP Andreas) dengan selisih yang mencolok amat tidak elok mengingat dia sungguh kuat sebelumnya dimana seharusnya menang mutlak di kota. Kenapa? Karena dia keliru, terlalu memandang Sayed Mulyadi sebagai kompetitornya padahal sudah kami rilis Andreas adalah kuda hitam yang tidak betul-betul idealis (dia punya duit yang tidak kecil). Namun sebagai seorang pendatang dari Jakarta, Basarah harus diacungi jempol. Kader GMNI atau para Calon Ketua DPC PDIP Kota harus segera merapat ke dia karena pengalamannya di pemilu mahal harganya (bilkhusus lagi jaringannya di lingkaran Mega-Jokowi) hehee....
  2. Ir. Andreas S (PDIP). Amat sangat banyak orang yang kaget dengan kesuksesan kuda hitam Banteng ini, Andreas, namun itu tidak perlu berlarut-larut. Pembaca harus paham bahwa dia adalah sosok asli kelahiran kota Malang, solid didukung oleh kaum minoritas maupun nasionalis sekuler. Tim sukses Andreas dicibir banyak orang karena terkesan ekslusif, banyak omong dan pelit tetapi itu semua dibungkam dengan cara kerja mereka yang efektif, kreatif dan mampu mengombinasikan gerakan idealis dengan politikalduit (anggap istilah baru yang belum masuk kamus). Adik dari tokoh nasional, Romo Benny, ini terjun langsung ikut memimpin pasukannya, meski kelihatannya polos tetapi dia adalah sosok yang lincah, logis, taktis dan tipikal yang tidak mau terbuai omong kosong. Tidak ada yang mengira sama sekali caleg RI nomor urut 4 ini mampu menyisihkan Sayed yang incumbent yang diprediksi menang besar karena Sayed juga dari komisi III yang start-nya sudah lama. Di kabupaten Andreas memang kalah tipis sekitar 1.000 suara dari Sayed, namun dia moncer di kota Malang dengan unggul sekitar 11 ribu suara! Basarah berada di bawahnya dengan selisih lebih dari 5.000 suara. Apa rahasia lengkapnya? Tanyakan kepada timsesnya Ki Wahyu cs (Janti) dan Pendukungnya dari Toga Mas Group yang bermarkas di jalan Bukit Barisan :D .. Melihat potensi SDM dan Lobinya, bila Jokowi jadi Presiden RI maka Andreas bisa dipromosikan masuk Kabinet, lalu Sayed bisa mengulang sejarah ketika Prof.Dr.Gayus Lumbuun DPR RI dari dapil Malang Raya memilih menjadi Hakim Agung MA dan Sayed kala itu menggantikannya di Komisi III.
  3. Hj. Latifah S (PKB). Bagi yang mengikuti analisis kami tidak akan kaget dengan kesuksesan mantan Guru ini meraih suara tinggi melalui PKB. Meskipun pesaing terberatnya Prof.Dr. Ali Machsan Musa menempel ketat dengan gelombang gerakan arus bawah yang luar biasa dengan tunjangan dana yang tidak kecil, Latifah yang dulurnya sang Ketum Muhaimin Iskandar ini tetap tak terkalahkan. Dia memang tokoh lokal, hanya mantan Guru biasa dan pengurus PKK, tetapi gerakannya luar biasa militan. Meskipun sempat ganti timses tetapi dia mampu memberdayakan SDM lokal dengan baik apalagi dia memiliki putra yang berada di struktural PKB kota dan paham gerakan taktis dan peta politik Malang Raya. Entah dari mana Hj. Latifah mendapatkan dana politik yang besar, yang pasti dia mampu menggunakannya dengan efektif dan tepat sasaran. Sebagai mantan Pendidik, semoga Hj. Latifah memperjuangkan aspirasi pendidikan dari Malang Raya ke Senayan.
  4. Ridwan Hisyam (GOLKAR). Mantan alumni HMI ini sebetulnya lebih dikenal datang dari Surabaya ketimbang Malang namun sukses besar dulang suara konstituen beringin. Padahal, timsesnya lemah dibanding rival yang amat kuasai lapangan, dan berdasarkan riset dia berada diranking 2. Tapi RH adalah orang yang berpengalaman bermain di jaringan, timnya paham strategi mengolah peta dan dia cenderung didukung oleh jejaring pengusaha, luwes dalam pergaulan politik Malangan. Kecenderungan basis Golkar dukung RH ikut dipengaruhi oleh kedekatannya dengan Akbar Tandjung, dekat dengan tokoh FKPPI, jaringan Bakrie dan tentu saja HMI connection yang meski berpencar-pencar namun satu kata untuk RH. Meski ada juga suara sumbang RH main dengan KPU kabupaten namun kami tidak percaya, dia menang murni karena unggul strategi di akhir-akhir jelang pemilihan.
  5. Kresna Dewanata Prosakh (NASDEM). Anak Bupati Malang (Rendra Kresna) yang usianya belum genap 30 tahun ini melenggang mudah ke Jakarta. Kami sebelumnya menulis, ayahnya yang Penguasa Kabupaten dengan jumlah penduduk (pemilih) 2,3 juta jiwa adalah kader GOLKAR yang berkewajiban untuk memenangkan Golkar di kabupaten Malang, harus berbagi suara dengan anaknya yang nyaleg lewat NASDEM. Ini jelas blunder pada satu sisi namun cerdik pada sisi yang lain. Disebut blunder karena tidak mudah untuk mendua, namun cerdik karena distribusi SDM kabupaten nggak mustahil mengingat ada 2,3 juta suara di kabupaten; gampang mengatur para Lurah/Kepala Desa asal ada uang dan pressure. Dewa meraih suara amat tinggi di kabupaten sudah diperkirakan namun melampaui hasil perkiraan survey kami. Percuma menuding Dewa bermain curang karena dia sesungguhnya logis akan sukses mengingat: dana punya dan timses lengkap (asli Malang lagi). Timses Dewa layak berpesta dan para Kades "berprestasi" wajar menanti janji promosi dari Bupati...
  6. Moreno Suprapto (GERINDRA). Kemenangan "tak wajar" si Pembalap hebat ini tidak terlalu menimbulkan banyak debat. Disebut tak wajar karena 1) Timsesnya jalan jelang-jelang pemilihan jauh lebih lambat dibanding kompetitornya 2) Hampir tidak ditemukan ada gerakan timses Moreno di Malang Raya. Tetapi bagi yang cermat mengamati, kemenangan Moreno adalah hal biasa karena 1) Dia populer dan punya modal khusus; konstituen Gerindra dari kalangan ibu-ibu sosialita dan pemilih pemula cenderung masuk ke dalam perangkap kegantengan Moreno. 2) Timsesnya (yang ikut dikomandai langsung oleh sang ayah Tinton S yang asli Malang) bermain layaknya politikus kelas ibukota dengan sistem "dana gerakan ada sebelum anda bicara", maka tidak heran bila banyak timses yang semula dukung caleg Gerindra yang lain ramai-ramai hijrah ke Moreno. Anak muda ini tidak butuh 2 tahun melakukan gerakan sosial untuk rakyat jelata sebagaimana yang dilakukan oleh kompetitor kuatnya Arina (Pengusaha RS dan tokoh gender), dia cukup bentuk tim yang rapi, comot tandem dan tim-tim yang sebelumnya sudah jadi, perluas jaringan tokoh dan uang bicara dengan rumus yang jelas. Istilahnya, anda silahkan "tanam" tapi ingat di akhir-akhir saya yang akan "memanen" hasilnya. Ya, bung Moreno, sukses dan semoga anda serius memperjuangkan kepentingan rakyat Malang yang memilih anda.
  7. Totok Dharyanto (PAN). Ini lagi yang unik. Caleg alumni HMI asal Jogja incumben yang tidak terlalu diunggulkan, berkoar-koar dengan dana gerakan 20 miliar ternyata jadi benaran. Bagaimana caranya? Cermati bahwa Totok Dar adalah calon yang bermain stabil; dia memasang atribut dengan amat merata, royal, telaten menggandeng tandem lokal dan termasuk caleg yang bebas konflik seperti senyum close up-nya di spanduk2 yang yang tak pernah berhenti. Bagi dia, Refi (Caleg PAN senior GMNI, orang dekat Ketum Hatta Rajasa) bukanlah ancaman meskipun dia sadar itu salah satu kompetitor terkuatnya. Demikian juga sikapnya pada HM.Nur mantan Sekda dan juga tokoh Bola. TD fokus pada caranya sendiri dan membuka seluas-luasnya partisipasi caleg lokal di dalam kepentingan memperoleh suara. Ini termasuk prestasi bagi caleg dari partai menengah (PAN) di basis NU yang mampu meraih kursi ke 7. Hampir terjerembab namun selamat dengan cara yang jitu. Untung juga baginya hanya PDIP yang raih 2 kursi dan HANURA gagal.
  8. Nurhayati Ali Asegaf (DEMOKRAT). Partai berlogo Merci sempat diragukan meraih 1 kursipun di Malang Raya (DPR RI) karena kita tahu bagaimana kondisi PD yang secara umum diterpa banyak badai politik, morat marit di tingkat nasional maupun lokal. Bayangkan, DPRD Kota Malang saja, dari selusin kursi kini hanya tersisa 5 dan Ketua DPCnya (Ketua DPRD Kota Arif Dhar) gagal meraih kursi. Nurhayati amat beruntung selamat menduduki kursi yang paling panas ini dikarenakan: 1) GOLKAR atau PKB gagal mendapat 2 kursi. Andai saja salahsatu dari partai itu raih 2 kursi maka mantan anggota Korps HMI-wati ini pulang ke ibukota membawa malu. 2) Dr. Peter Z (Ketua Komisis III DPR RI) kompetitor terkuatnya di internal Merci melemah disebabkan beberapa faktor salahsatunya adalah terjangan issue penistaan agama. 3) Ketua fraksi PD di DPR RI ini punya uang banyak, elit Demokrat dan mampu menggunakannya tepat sasaran, meskipun banyak sekali kebocorannya. Ada seorang yang email kami bahwa dia memilih dukung Nurhayati karena wanita ini konsisten bermusuhan dengan Ruhut Sitompul!
Itulah hasil dari "drama" Pemiludi Malang Raya khusus untuk DPR RI yang dilakukan tanggal 9 April 2014 lalu. Caleg yang sebetulnya amat potensial, arek Malang aseli dan juragan besar yaitu Hasanuddin Latief gagal melaju ke Senayan disebabkan banyak faktor (pernah kami uraikan dalam analisis pra Pemilu). Rupanya, uang banyak dan timses besar bukanlah jaminan seseorang bisa sukses meraih suara besar, karena yang menentukan adalah "Sistem apa yang dia gunakan dan seberapa efektif sistem itu mampu dijalankan oleh timses" untuk menyentuh basis riil pemilik suara. Uang sebagai salahsatu alat untuk meraih dukungan suara rakyat yang memang kita akui saat ini "matre" tidak bisa terbang sendiri ke sasaran (pemilih) melainkan dia harus didistribusikan oleh sistem yang aman, SDM yang terpercaya dan mekanisme kontrol yang jelas. Besarnya dana harus seimbang dengan prospek suara yang diraih. Kalau tidak maka miliaran dana akan amblas percuma. Mayoritas caleg pasti paham akan hal ini karena rata-rata mengalami. Ada caleg yang mengeluh bahwa telah menggelontorkan dana puluhan juta di sebuah kampung dan perolehan suaranya hanya 4 biji.

Yang tidak kalah penting adalah mengawal hasil pemilu atau mengontrol hasil perolehan suara dengan cermat dan teliti. Banyak caleg yang sudah bekerja keras namun suaranya lenyap / berkurang ketika perhitungan di tingkat PPS dan Kecamatan, tidak sesuai dengan data valid form C1. Ini jelas kezaliman namun caleg bisa berbuat apa lantaran tidak memegang saksi TPS yang memiliki rekapan form C1. Jadi, caleg yang ingin memastikan suaranya aman maka harus memegang kendali atas petugas saksi TPS dan mengamankan form C1 lalu jangan ragu untuk protes sebelum terlambat. Pemilu tidak hanya bejo-bejoan namun juga bejad-bejatan.......

Salam Demokrasi......