MENGGAPAI "BENTENG TERAKHIR TRUNOJOYO" PADA PUNCAK BUKIT SELOKURUNG DI NGANTANG

Arkeolog Dwi Cahyono menjelajah dan menggali sejarah Nusantara / Dwi Cahyono
Oleh: M. Dwi Cahyono


A. Medan Juang Pungkasan Perang Trunojoyo
Di bukit Selokurung, pada igir utara Ardi Kampud (Vulkan Kelud) nun diatas Bendungan Selorejo di pedalaman Jawa Timur, Trunojoyo asal Nusa Madura bersama dengan Karaeng Galesong dari Makasar dan para lasykarnya mempertahankan diri pada etape terakhir menghadapi serangan koalisi Kompeni Belanda (VOC) dibawah pimpinan Kapitan Francois Tack dan Kasultanan Mataram di era Amangkurat II pada tahun 1679. Trunojoyo tertangkap, sementara "sang menantu" Karaeng Galesong terluka dan akhirnya gugur -- disemayamkan di Ngantang. Baik Trunojoyo ataupun Karaeng Galesong walau memulai kejuangan mereka di laut, namun ternyata justru berakhir di punggung bukit. Bongkah batu besar yang tegak di atas Bukit Selokurung seolah menjadi "monumen alam" mengenai kejuangan panjang Trunojojoyo (1676-1680).
Tepat dipuncak bongkah batu besar ini pernah ditemukan sisa struktur sebuah bangunan purba berbahan kayu, yang menjadi pembukti bahwasanya konon pernah difungsikan sebagai "pos pantau" terhadap kemungkinan serangan lawan. Dari ketinggian ini, lanskap mahaluas terlihat dengan amat jelas. Puncak bukit Selokurung di lereng utara Gunung Kelud seolah "bergaris sumbu imajinet" dengan bukit Ndorowati pada lereng selatan Gunung Anjasmoro, dengan garis sumbu melintasi sentra wilayah Ngantang yang relatif datar. Oleh karenanya, untuk mencapai lokasi taktis "benteng alam" di puncak bukit Selokurung yang terjal itu, tenaga orang seukuran kami terkuras hingga surup hari (jelang Maqrib).
Selamat jalan Trunojoyo. Selamat tinggal Karaeng Galesong. Selokurung mengenang kejuangan kalian. Benteng Selokurung adalah salah satu jejak historis dari "Hantang Palagan Juang" lintas zaman. Ingatlah momentum historis (a) "Pangjalu-jayati" menurut pemberitaan Prasasti Hantang tahun 1135 Masehi pada era pemerintahan maharaja Jayabhaya, yang atas jasa bantuannya bagi kemenangan ini, maka thani Hantang dan desa-desa sekitarnya yang berada dalam satu wisayapumpunan ditetapkan sebagai "sima", (b) "Tumapel-jayati" dalam payuddhan di Ganter (kini menjadi "Ganten"?) tahun 1222 Masehi di era pemetintahan Ken Angrok bergelar Sri Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi, (c) perlawanan terakhir Trunojoyo pada tahun 1679 dalam episode sejarah "Pengepungan Benteng Selokurung", dan (d) perjuangan pertahankan Kemerdekaan RI di basis Gerilyawan Republiken pada tahun 1947-1948.
Tergambarlah bahwa secara periodik Ngantang yang berlingkung gunung (Kelud, Kawi dan Anjasmoro) dengan topografisnya yang relatif rata pada pertengahan upper (hulu) dan midle Brantas (Kediri-Malang) berulang kali menjadi palagan juang, berlangsung sejumlah pertempuran besar disini. Ngantang sungguh daerah bersejarah. Geostategis Ngantang pada "atrium Malang-Kediri-Blitar" menjadikannya sebagai "panggung sejarah" yang penting di Jawa. Namun sayang sekali hingga sejauh ini pengungkapan sejarah Ngantang masih terbilang minim. Maka, saatnya untuk "dibedah detail" narasi historisnya lintas masa. Eman-eman urgensi sejarahnya.
B. Sentra Budidaya Kopi Malang Barat
Dusun Selokurung di Desa Kaumrejo adalah pula salah satu area andalan pada sentra kopi jenis Robusta (istilah lokal "Bestak") maupun sedikit Arabika (isilah lokal "Asisa") di sub-wilayah Malang Barat, dengan sebutan "Kopi Sondel". Sisa "loji" pengelola kebun kopi di Era Kolonial kedapatan disini, meski sayang kini tinggal puing-puing belaka. Tinggalan loji perkebunan kopi lainnya, yang syukur masih lebih utuh didapati di Dusun Kasin Desa Jombok. Selokurung dan sekitarnya adalah areal budaya kopi karakter geografis vulkan Kelud, yang sekonteks dengan Kopi Balitar dan Kopi Kadiri timur. Produk kopi lereng Kelud kesohor di zamannya selain kopi lereng Semuru dan.lereng Ijen-Raung untuk sesama budidaya kopi di lingkungan gunung api.
Mulai bulan ini dan bulan-bulan nanti (Juli-Agustus sampai awal September) setiap.tahunnys adalah "masa panen raya" Kopi Sondel. Semoga kedepan Ngantang kembali bisa menjadi "sentra produsen kopi" Malangraya -- selain sentra di Malang timur, mengingat bahwa paling tidak terdapat delapan diantara13 desa di wilayah Kecamatan Ngantang yang berpotensi kuat sebagai areal budidaya kopi. Sadarlah bahwa kopi di sub-area barat Malang pun telah menyejarah, bahkan menjadi pemula bagi budidaya kopi di Mslangraya semenjak era "Cultuur Stelsel" di zaman VOC. Keberadaan perkebunan kopi di Antang (Ngantang) telah diberitakan oleh seorang "penulis kelana" berkebangsaan Belanda yang bernama Jan Izaak Sevenhoven pada perjalanannya ke Malang barat pada tahun 1812.
C. Meretas "Festival Hantang" Kedepan
Semoga warga dan pemerintah Kecamatan Ngantang khususnya serta pemerintah Kabupaten Malang pada umumnya cermat, sadar dan tergerak untuk mengeksplorasikan sekaligus merevitalisasikan potensi alam maupun sosio-budaya setempat untuk dimanfaatkan bagi beragam kegunaan. Tidak terkecuali potensi kopinya lokal Ngantang. Kini senyampang jalan poros antara Kediri dan Jombang dengan Kota Batu dan Kota Malang kian marak dilalulalangi pelintas jalan. Salah satu ikhtiarnya adalah dengan wahana "pembangkit spirit lokal" lewat misalnya "Festival Hantang Palagan Juang", yang untuk kali pertama bisa bertema "Revitalisasi Kopi Hantang".
Kami menantikannya, dan yang pasti siap bantu unyuk realisasikan. Yuk ... "dikeroyok" bareng-bareng poro dulur. Ngantang musti lebih dimarakkan dengan kontribusi kita bersama. Mari direncanakan untuk kita lakukan "sonjo kampung" ke Ngantang. Desa Waturejo nampaknya telah siap tampil ke muka. Semoga tulisan bersahaja ini berbuah faedah. Sembah kasuwun kontribusi sispapun untuk itu. Salam "Hantang Palagan Juang". Nuwun.
Selasa, 2 Juli 2018
Griya Ajar CHITRALEKHA
Catatan: terima kasih Mbah Jo yang telah berkorban menjadi juru foto.
(Sumber : Fb Dwi Cahyono).