Aksi Mahasiswa asal Papua di area Stadion Gajayana Malang / Dok.JM |
Berdasarkan pantauan dan informasi yang diterima media ini, aksi tersebut di atas menampilkan berbagai atribut publikasi yang menyudutkan aparat. "Militerisme TNI/POLRI pelaku utama pelanggaran HAM di seluruh tanah Papua," demikian bunyi salah satu tulisan yang dibentangkan salah satu demonstran. Bunyi banner lainnya, "Negara bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan di Nduga, Papua." Belum lagi seruan-seruan lisan yang secara rasional tidak sejalan dengan kenyataan yang ada.
Hal tersebut jelas tidak objektif dalam sebuah aksi massa di negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum. Bahwa demonstrasi harus menyuarakan aspirasi publik tanpa harus menggiring opini kebencian terhadap unsur negara dengan mengatasnamakan HAM dan kesimpulan sepihak yang tendensius. Sebagai salah satu pusat pendidikan Kota Malang harus terjaga situasi yang kondusif dan atmosfir pendidikan yang menunjang jalannya proses edukasi generasi muda Indonesia.
Berdasarkan analisa, mayoritas mahasiswa asal Papua yang studi di Malang sebenarnya mengemban misi edukasi dan menimba ilmu pengetahuan untuk membangun daerahnya. Namun dengan adanya berbagai gerakan non edukasi seperti di atas yang dilakukan sebagian kecil organisasi dapat mempengaruhi, mengganggu misi edukasi dan pembelajaran mahasiswa Papua di Malang oleh beban gerakan yang berpotensi melanggar hukum.
Bahwa selama ini beberapa aktifitas organisasi mahasiswa Papua di Malang, seperti yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Malang terbukti membawa dampak tidak baik bagi situasi kota Malang, seperti yang terjadi di kawasan Dinoyo beberapa waktu lalu, yang menimbulkan gejolak dan protes warga asli Malang yang merasa terganggu dengan kegiatan yang dimaksud. Sebab dikhawatirkan gerakan-gerakan tersebut mengandung potensi disintegrasi bangsa; jika dibiarkan maka akan mengarah ke gerakan Papua Merdeka. Hal itu tegas bertentangan dengan sejarah Bumi Arek Malang yang menjadi salah satu poros integrasi nusantara, sejak zaman Singhasari abad 13 hingga perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. (LA).