Refleksi HUT 109 Kota Malang, Soelchan: Malang Kota Bersejarah, Pusat Pendidikan dan Harus Turut Menyukseskan Indonesia Emas 2045

Soelchan Arief Affendie, IKA UB Malang Raya/ dok. wartapress

JurnalMalang - Kota Malang kini memasuki usianya yang ke 109, berdasarkan ketetapan sebagai kota praja tahun 1 April 1914. Namun kota yang kini berpenduduk hampir 1 juta jiwa ini memiliki jejak historis sebagai kota paling berpengaruh di abad-abad lampau. 

Spirit sejarah Kota Malang, di era awal terbentuknya sebagai gemeente, bahkan di era sebelumnya, masih relevan dijadikan sebagai penyemangat generasi yang tumbuh kembang di era revolusi industri 4.0 ini.

"Sejak abad 8 masehi Malang sudah memiliki peradaban tinggi, ditandai dengan penggunaan Kalender Candra Sengkala, budaya tulis menulis dan pranata kehidupan sosial yang teratur," ujar Soelchan Arief Effendie, tokoh asal Malang yang jadi Ketua Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) Malang Raya, sebagaimana dikutip dari WartaPress.Com Senin (3/4/2023).

Hal tersebut mengacu pada keberadaan situs dan dokumen prasasti Dinoyo (berangka tahun 760 M, atau Candra Sengkala: Narana Vasurasa) yang menguak keberadaan Kerajaan Kanjuruhan yang pada masa keemasannya dipimpin oleh Raja Gajayana. Candi Badut (Karangbesuki, Sukun) merupakan salah satu peninggalan sejarah tua Malang jauh sebelum lahirnya Majapahit, memperkuat eksistensi peradaban Kanjuruhan.

Selain itu, menurut Soelchan, pada abad 13 banyak tokoh berpengaruh dari Malang yang memiliki hubungan akademis dengan perguruan tinggi kuno di India, seperti mahaguru Danghyang Lohgawe yang dalam kitab Pararaton disebut sebagai gurunya Sang Rajasa Amurwahbhumi (Ken Arok). Pemuda yang kelak menjadi pemimpin Malang (Tumapel/1222M) dan keturunannya mendirikan imperium besar Majapahit tahun 1293 (Raden Wijaya).

Selain itu,  adanya kisah Ken Dedes (Dewi Prajna Paramitha) putri asal Panawijen (Polowijen/Blimbing), yang dikenal ahli baca tulis Sansekerta - Kawi, membuktikan betapa Malang sudah mengenal budaya pendidikan bagi kaum perempuan, di saat peradaban dunia masih banyak diselimuti kegelapan intelektual.

Pada era kolonialisme Belanda, Kota Malang menjadi salah satu basis perjuangan merebut kemerdekan Indonesia dari tangan penjajah. Sehingga di Kota ini terdapat situs sejarah seperti monumen tempat kongres Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 25 Februari – 5 Maret 1947, yang merupakan cikal bakal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah tokoh nasional hadir seperti Sukarno, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Edward Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara, Dr. Soetomo hingga Jenderal Soedirman dan Bung Tomo dan alun-alun Tugu yang didatangi Bung Karno serta Museum (militer) Brawijaya.

"Artinya, sejarah tersebut harus dihargai, dan menjadi pembangun semangat agar kita bangga dengan Kota Malang. Sebagai orang Malang kita harus memberikan yang terbaik, membawa harus nama Malang dimanapun berada," imbuhnya.

Dilihat dari aspek sejarahnya, Kota Malang memang layak dijadikan sebagai barometer pendidikan nasional dengan mengutamakan kualitas, pembentukan SDM generasi yang unggul, untuk turut mendukung cita-cita Indonesia Emas 2045 .

"Dirgahayu Kota Malang yang ke-109. Semoga spirit kejayaan sejarah dan semangat kolektif masyarakat dapat membawa Kota Malang lebih maju, inovatif, tentram dan sejahtera," kata Soelchan Arief Effendie. (aak/wp/jm). **