PENEMUAN TIGA ARTEFAK BESI PERANGKAT KERJA PERTANIAN - PERTUKANGAN PADA SUMURAN CANDI SRIGADING


Oleh : M. Dwi Cahyono (Arkeolog - Sejarahwan Nusantara)

Lagi-lagi saat (bahasa Jawa "sangat") nya pada senja hari (sandyakala) manakala penemuan arkeologis non-arsitektural berhasil didapatkan pada ekskavasi di situs Candi Sri Gading. Bila pada senja di hari Sabtu 5 Maret 2022 didapati tiga wadah tembaga (istilah arkhais "tamwaga, syang-syang, atau sayang") berupa peralatan dapur : (a) sebuah periuk, dan (b) dua buah te- ko (ceret) besar, pada senja di hari Minggu, 6 Maret 2022 kembali ditemukan perangkat lo- gam, berupa tiga perangkat berbahan besi (da- lam kondisi karatan). Lokasi temuan (menyusul temuan di tiga hari sebelumnya, 4 Maret 2022, yang berupa sebuah cupu emas dan beberapa swarnapatra berinskripsi) adalah pada dasar sumuran (sebuan lain "perigi") Candi Srigading, tepatnya untuk temuan ini dibdasar sumuran sisi selatan.


Sebenarnya, pada ekskavasi di hari Minggu 6 Maret 2022 berharap diperoleh peripih berbahan batu. Namun, tiga buah balok batu yang  berwarna kehijauan terletak di dasar sumuran candi, yang telah terlihat sejak tanggal 5 Maret 2022 tersebut, belum memperlihatkan indikasi sebagai "peripih". Semoga pada ekskavasi lanjutan di sumuran candi pada hari ini (7 Maret 2022), dengan menggali timbunan tanah ber- campur pecahan bata di dalam sumuran candi, artefak (peripih) itu bakal diketemukan. Atau paling tidak, ada tambahan temuan-temuan penyerta lainnya yang beritanya ditunggu-tunggu publik .

Meski peripih-nya belum diketemukan, namun kerja hari kemarin (6 Maret2022) "terbayarkan" oleh adanya penemuan tiga buah perangkat berbahan besi tempa. Hingga sore dan malam hari, ketiga artefak yang dibawa ke tempat inap tim BPCB Trowulan di Desa Srigading masih belum dibersihkan, karena tanah yang memba- lutnya masih belum cukup mengering. Kendati demikian, identifikasi sementara perlihatkan bentuk yang berupa : (1) sebuah beliung kecil -- atau boleh jadi merupakan tatah besar, yang konon amatt mungkin diperlengkapi dengan pegangan (gagang) dari kayu; (2) sebuah pe- rangkat yang menyerupai sabit atau wadung (bendo), dengan bagian atasnya mencabang searah -- boleh jadi ketika masih utuh melancip ke arah ujung percabangan, dan amat mungkin dilengkapi dengan pegangan (gagang) kayu, serta (3) sebuah kapak kecil, yang di pangkal- nya diberi lubang sebagai tempat tancap ujung pegangan (gagang) kayu. 

Perangkat logam semacam itu mengingatkan saya kepada apa yang tergambar pada "Relief Pandai Besi (Pande Wsi)" pada halaman sam- ping di Kompleks Candi Sukuh. Relief besar dari era akhir Majapahit tersebut menggambar- kan suatu bengkel tempa logam (workshop, istiah kuno bengkel pade wsi adalah "besalen") beserta para pekerja (penempa dan pengubub), kegiatan buat,  perangkat produksi dan aneka produknya. Artefak besi yang diketemukan di sumuran Candi Srigading itu mengarah kepada produk tempa logam. Berdasarkan temuan itu, tersuguhlah bukti bahwa perajin tempa logam (pade wsi) telah terdapat di awal abad X Mase- hi di era pemerintahann Pu Sindok, yang kala itu terdapat pula di desa kuno padamana Candi Srigading (yang boleh jadi prasada kabhaktyan di Himad). 

Perihal pande wsi, di dalam sejumlah prasasti yang berkenaan dengan ritus "penetapan Desa Perdikan (sima atau swatantra) acap diberita- kan. Baik disebut dalam kaitan dengan besaran pajak yang dipungut dari perajin tempa logam, maupun hasil produksunya  yang dijadikan se- bagai kelengkapan pada suatu bangunan suci. Temuan pada ekskavasi situs Candi Srigading itu dengan demikian relevan dengan pemberi- taan dalam sumber data prasasti. Tergambar pada sejumlah temuan di dasar sumuran candi Srigading bahwa bukan hanya peripih yang di- tempatkan di sumuran candi, terbuka kemung- kinan perangkat-perangkat lainnya seperti cupu emas, alat dapur, maupun perangkat pertanian- pertukangan.

Menilik jenis temuannya itu, Candi (Prasadha Kabhaktyan) Srigading bukan hanya berfungsi untuk pemujaan kepada Bhattara yang berse- mayam di "gunung suci" Wangkedi" -- menutut keterangan dalam Prasasti Gulung-gulung (929 Masehi), namun bisa jadi difungskan pula se- bagai tempat pemujaan untuk mendapatkan kesejahteraan warga, baik dari setor pertanian atapun pertukangan. Penemuan perangkat da- pur yang berupa periuk (istilah lama "dandang sabluk") tempat menanak nasi dan teko (ceret) besar sebagai wadah memasak air pada dasar sumuran Candi Srigading memberi gambaran simbolik tentang permohonan untuk tercukupi- nya pangan dari para pemangku Prasadha di Himad. Adapun perangkat yang berupa cupu berbahan emas, secara simbolik menggambar- kan permohonan untuk memperoleh kekayaan (yang diistilahi "mas-pucis-rojobrono").

Bukankah di dalam tradisi budaya Jawa, salah satu yang acapkali dimohonkan di dalam ritus religisnya adalah tercukupinya kebutuhan pa- ngan serta diperolehnya kekayaan hidup. Jika benar demikian, ritus yang diselenggarakan di bangunan suci (prasadha) abad X Masehi itu bukan hanya sebatas pada pemujaan terhadap Dewata Hindu, namun tercampur pula dengan ritus yang lebih tua, yakni "ritus kesuburran (ke- sejahteraan)". Temuan- temuan yang diperoleh dari ekskavasi situs Srigading mengindikasi- kan ke arah itu. Demikian tulisan ringkas dan bersa- haja ini dibuat untuk memberikan sidikit pencerahan terhadap "misteri sumuran candi". Nuwun. 

Sangkaling, 6 Maret 2022

Griyajar CITRALEKHA