Jejak Perjuangan Kyai Mudlor: Membumikan Aswaja, Mengabdi pada NU hingga Berkarya untuk Pendidikan

Prof. Dr. Kyai. H. Ahmad Mudlor, S.H (Ulama NU, tokoh pendiri berbagai lembaga pendidikan di beberapa daerah di Jawa Timur) / ltpl

Kiprah Ulama NU - Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa Nahdlatul Ulama merupakan organisasi agama terbesar di Indonesia. Organisasi yang didirikan pada 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H ini banyak berkiprah di masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial dari usia remaja hingga dewasa. Dimana semua bidang ini dikelompokkan dalam beberapa bidang seperti LP Ma’arif, Lazisnu, Ishari, Pergunu, JQHNU, IPNU, IPPNU, Anshor, muslimat, dsb.

“Siapa yang mau mengurusi NU, aku anggap sebagai santriku. Siapa yang jadi santriku, maka aku doakan husnul khatimah beserta keluarganya”

Agaknya, dawuh Hadratussyaikh Kyai H. Hasyim Asy’ari ini mendongkrak semangat warga NU dari segala kalangan untuk mengabdikan diri dalam Nahdlatul Ulama dengan tujuan untuk memperoleh berkah dari kyai besar pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur ini. Tak heran jika organisasi ini banyak digandrungi oleh kaum santri. Begitu juga dengan Prof. Dr. Kyai H. Achmad Mudlor, SH sejak masih muda. 

Berikut adalah kiprah Abah dalam Nahdlatul Ulama:

Sekretaris Parpol NU Widang Tuban tahun 1955
Ketika abah Mudlor masih melangsungkan perjalanan spiritual di Langitan, beliau aktif dalam berbagai kegiatan kesantrian maupun tenaga pengajar di MTs Falahiyah Langitan. Hal tersebut, membuat beliau mejadi dekat dengan keluarga ndalem. Pada tahun 1953, Kyai Abdul Hadi Zahid memberikan instruksi untuk menyebarkan paham ASWAJA ke berbagai ranting. Beliau yang juga merupakan aplikator politik praktis mengerahkan tangan kanannya untuk menyebarkan aspirasi politik dan nilai perjuangan NU ke berbagai daerah.

Foto: Abah Mudlor ketika di Langitan / LTPL

Semangat penhabdian yang menggebu mendukung secara konsep dengan masalah operasional kepengurusan diserahkan pada generasi muda. Karena kedekatan beliau dengan Abah Mudlor inilah yang membuat pengasuh pesantren Langitan ini mempercayai Abah Mudlor menduduki posisi Sekretaris atau Katib dengan Kyai Marzuqi Zahid di posisi Tanfidziyah, serta beliau sendiri menduduki posisi Rais Syuriyah. Pada saat inilah Abah Mudlor pernah menjadi panitia pemilu tahun 1955 di Widang, Tuban. Pada masa itu terdapat beberapa partai berpengaruh antara lain PKI dan Masyumi (Sholicha, 2011:164-165).

Ketua Tanfidziyah NU Cabang Babat tahun 1955-1979
Abah Mudlor merupakan sosok pemimpin yang amanah dan profesional. Beliau menerapkan beberapa trik untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Salah satunya adalah realisasi konsep menyebarkan NU ke seluruh pelosok Babat dengan bantuan finansial dari ahli derma NU. Beliau menggunakan cara-cara persuasif dengan mendekati para tokoh setempat, mengadakan pengajian di tengah-tengah masyarakat dengan menyampaikan paham-paham NU, dan mendirikan pelayanan umum NU berupa rumah sakit, rumah yatim maupun madrasah. Dengan strategi tersebut, NU di Babat mengalami perkembangan yang signifikan (Sholicha, 2011:165-166).

Rais Syuriah NU Cabang Babat
Pada tahun 1980, Rais Am Syuriyah NU Cabang Babat mengalami musibah fisik sehingga beliau mengundurkan diri. Karena kekosongan inilah, Abah Mudlor yang saat itu berada di posisi Tanfidziyah kemudian ditunjuk menjadi pengganti beliau. Keseharian beliau dijalankan sebagaimana mestinya, yakni memimpin rapat, memerintahkan pelaksanaan lailatul Ijtima’ sekaligus memimpin acara tersebut, serta menggerakkan majunya peribadatan, pengajian, dan amar ma’ruf nahi mungkar yang lainnya (Sholicha, 2011:166-167).

Pimpinan NU Kodya Malang
Muktamar NU di Kota Malang periode 1970-1975 memilih Abah Mudlor dengan alasan beliau merupakan kader NU yang loyal terhadap organisasi secara totalitas. Beliau menjadi bagian dari sejarah penting pengembangan NU di Bhumi Arek Malang. Selama di Malang beliau juga turut andil dalam mendirikan berbagai lembaga pendidikan islam, mulai dari tingkat madrasah hingga perguruan tinggi.

Sementara, dalam pengabdiannya untuk menyuarakan demokrasi yang sama-sama berhasil era 98, Abah Mudlor memilih jalur partai politik yang berhaluan Aswaja. Beliau merupakan Rais Am Syuriyah Pusat Partai Persatuan Nahdlatul Ummat sejak tahun 1998.

Selama menjabat menjadi Rais Am Syuriah Partai PNU, Abah Muhdlor menggunakan banyak cara untuk mendayagunakan potensi anggota untuk berkontribusi dalam masalah finansial dan menyiapkan taktik menarik empati pihak eksternal. 

“Saya itu dari kecil sudah dididik untuk mencintai NU,sampai sekarang saya bernafas dengan NU, kalau ada partai ya saya pasti ikut partai NU, satu-satunya partai yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah itu Partai Nahdlatul Ummat, masuk partai bagi saya yang terpenting bukan menang dan kalah, tapi benar dan salah, disaat semua berbondong mengatakan tidak boleh partai NU, saya masih partai NU, dan saya berani mengatakan bahwa saya adalah NU,” Ungkap beliau ketika ditanyakan mengapa harus partai PNU dan bukan partai lain (Sholicha, 2011:169-173).

Ketua Dewan Mustasyar Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin Indonesia tahun 1998-2005
Ittihadul Muballighin Indonesia merupakan hasil perombakan ulang dari MISII (Misionaris Islam Indonesia) yang dibentuk pada awal tahun 1961 berdasarkan kongres di Malang. Karena  nama serta pemegang kendali dari MISII berbau sekuler, maka dirombak ulang menjadi Ittihadul Muballighin Indonesia yang dipimpin oleh para Ulama NU. Dimana jabatan ketua dipegang oleh Kyai H. Syukron Mak’mun dan sekretaris Kyai H. Syatari. Sedangkan Ketua Dewan Mustasyar Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin Indonesia periode 1998-2005 dipegang oleh Abah Mudlor. Beliau dipilih karena menilik kiprah beliau yang baik dan aktif di jalur perjuangan ini. (Sholicha, 2011:173-174).

Sungguh besar perjuangan dan pengabdian Abah Mudlor di Nahdlatul  Ulama. Tidak hanya berkiprah di Nahdlatul Ulama, Abah Muhdlor juga mengabdikan dirinya di bidang pendidikan. Contohnya, beliau merupakan salah satu muassis (pendiri) IAIN Malang yang kini dikenal sebagai Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang, menjadi pendiri sekaligus rektor pertama di Universitas Islam Lamongan, berperan penting dalam penyusunan Atlas Walisongo bab Sunan Giri yang diinvetarisir oleh Kyai Agus, mendirikan forum halaqah multidisiplin ilmu di Pesantren Langitan, hingga mengembara ilmu ke berbagai daerah mulai dari kota kelahiran beliau, lalu ke Yogyakarta, Cirebon, Surabaya, dan Malang. Perjalanan tersebut selain untuk memperdalam ilmu juga untuk memperluas dakwah, memajukan NU dan berkarya untuk generasi muda dan masyarakat.

Semoga pengabdian dan perjuangan beliau dapat menjadi ibrah bagi kita untuk membakar semangat syiar islam Nahdlatul Ulama Aamin.(far)



Gbr. Kartu anggota Partai Nahdlatul Ulama / LTPL

Sumber:

https://www.nu.or.id/fragmen/badan-badan-otonom-banom-di-bawah-naungan-nu-sjeZR

https://www.nu.or.id/daerah/menjadi-pengurus-nu-murnikan-niat-dan-ingat-wasiat-mbah-hasyim-ALfYO

Sholicha, Lia.2011. Mujtahid Mujaddid Mujahid.Lamongan: Unisla Press

www.pesantrenluhur.or.id