Jangan Tidur, DPRD Makota Segera Bentuk "PanSus Krisis Air"

Ilustrasi : 99.co
JurnalMalang - Krisis air bersih yang terjadi sejak januari 2020 bagi Pelanggan PDAM Malang Kota (Perumda Tugu Tirta) di beberapa Kelurahan Malang Timur perlu mendapatkan respon serius bagi lembaga DPRD yang merupakan representasi legal dari rakyat kota Malang. Laku anggota Legislatif harus mencerminkan kebutuhan konstitusional warga kota Malang yang masih diterpa kesulitan pasokan air bersih dari fasilitas resmi yang sudah mereka bayar.

Langkah taktis legislatif sejauh ini tidak begitu berefek bagi masyarakat terdampak. Maka sesuai fungsinya DPRD harus meningkatkan fungsi pengawasannya dengan membentuk Panitia Khusus Krisis Air. Termasuk membahas celah kompensasi bagi warga yang sudah dirugikan akibat lalainya layanan publik perusahaan milik warga yang dikelola Pemda.

Dalam enam tahun an ini, PDAM telah menaikkan setidaknya 4 kali harga jual air ke masyarakat dengan selisih kenaikan yang cukup signifikan. Jika dilihat dari hitungan harga beli air (dari Kabupaten) yang sangat murah maka kenaikan harga air ini terlalu berlebihan. Belum lagi masyarakat harus membayar biaya langganan (abonemen bulanan), retribusi sampah bulanan yang secara rancu digabungkan dengan paket pembayaran air PDAM dan berikut denda keterlambatan yang cukup tinggi.

Berhubung harga sudah terlanjur naik secara bertahap, maka semestinya pelayanan lebih ditingkatkan, modernisasi infrastruktur dengan kualitas terbaik dan program antisipasi reaksi cepat yang prima.

Namun Perumda Tirta yang dibekingi cadangan APBD yang besar ini justru sebaliknya: terjadi pipa inti bocor dan ribuan warga krisis air berbulan-bulan lamanya. Layanan tanggap darurat tidak maksimal dan proses perbaikan instalasi juga terlalu lama. Maka tak heran misalnya warga di kawasan BTU (Madyopuro) melakukan gugatan (perdata) kepada Perusahaan Daerah berikut DPRD.

Dalam prinsip layanan publik, warga negara tidak boleh dirugikan akibat kebijakan yang lalai, penyimpangan prosedur, pengabaian kewajiban hukum, salah pengelolaan, tidak profesional, tidak adil dan gagal dalam melindungi kepentingan dasar rakyat. Mala administrasi yang menyebabkan kerugian bagi warga negara yang dilakukan oleh PEMDA atau PERUMDA merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang bisa didugat secara class action oleh warga.

Meski terlambat, DPRD kota Malang ssebaiknya mengambil langkah strategis dengan membentuk Pansus Krisis Air PDAM. Pembentukan pansus ini merupakan kewenangan konstitusional DPRD dalam memastikan persoalan krisis air kawasan timur kota tuntas. Pertimbangannya adalah sebagai berikut :

Pertama, krisis air yang diakibatkan oleh kerusakan instalasi pipa sudah tergolong masalag krusial dan urgent untuk dituntaskan secara jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Ribuan warga sudah berbulan-bulan terdampak, krisis air bersih dan mengalami banyak sekali kerugian materi. Aktifitas ekonomi warga terganggu.

Kedua, Rakyat Perlu paham secara detail penyebab terjadinya krisis air berkepanjangan dan bagaimana transparansi sistem pengelolaan air oleh PDAM terutama pada situasi krisis air. Pansus DPRD dapat menerjunkan tim investigasi, mengundang para pakar independen untuk menelusiri persoalan ini.

Ketiga, Penegakan Hukum. Bahwa kerusakan instalasi dimungkinkan disebabkan oleh Bencana Alam, kualitas barang yang rendah, mekanisme instalasi yang bermasalah dan perhitungan teknis yang keliru. Potensi pelanggaran ini harus diurai, dibuka dan publikasikan ke masyarakat agar pelayanan air di kota Malang menjadi lebih profesional dan transparan serta menemukan solusi bagaimana mengatasinya.

Adanya Pansus DPRD juga akan menjadi solusi yang lebih tepat dan konstitusional dalam menampung aspirasi dan tuntutan warga yang terdampak. Selain gugatan perdata di Pengadilan Umum maupun PTUN, masyarakat kota Malang dapat mendorong DPRD kota membentuk Pansus Krisis Air. *red01