Sejarah MALANG (Era TUMAPEL -Bagian 2)

Setelah era Kanjuruhan abad 8 masehi, Malang seakan tenggelam dalam peta sejarah pra-Nusantara. Karena pada masa-masa itu, tanah Jawa dikuasai oleh dinasti - dinasti besar dari Jawa bagian tengah seperti seperti Dyah Balitung (yang berbasis di keraton Mataram Kuno), Syailendra yang menjangkau hingga daratan Sumatera lalu Mpu Sendok membangun imperiumnya di jawa Timur, yang kemudian melahirkan raja-raja besar yang sangat berpengaruh hingga Bali dan Nusa Tenggara. Supremasi politik Malang stagnan selama kurang lebih 500 tahun lamanya, hingga muncul seorang ksatria muda yang ikut merevolusi peta kekuasaan di seluruh tanah Jawa hingga berbagai belahan bumi Dwipantara lainnya.


Pada abad-abad 13 masehi, Malang masih disebut sebagai kadipaten TUMAPEL. Tampaknya rantai kekuasaan Gajayana abad 8 sudah terputus sama sekali. Pada fase ini, Tumapel adalah salah satu cabang kekuasaan kerajaan besar dan tua, Panjalu, yang berpusat di kota Daha (sekarang Kediri). Kerajaan Panjalu sendiri sedang dipimpin oleh baginda Sri Kertajaya yang bergelar Dandang Gendis, keturunan dari raja Joyoboyo dan Erlangga. Dandang Gendis menunjuk Tunggul Ametung sebagai penguasa Malang dengan segala kewajibannya antara lain: pajak / upeti untuk Panjalu....

Sekilas Kekuasaan Timur Jawa pra Desentralisasi Malang abad 13 (Tumapel)

Kerajaan Panjalu yang beribukota di Daha, merupakan kerajaan warisan dari tokoh besar timur Jawa, baginda Erlangga. Awal mulanya, pasca Kanjuruhan lenyap kekuasaan dan pengaruhnya yang bersamaan dengan berjayanya raja-raja di tengah dab barat pulau Jawa, hanya Mpu Sendoklah tokoh Jawa Timur yang mampu mengimbanginya. Dia mendirikan kerajaan Medaeng yang berpangkalan di Sidoarjo sebelum tahun 1000 masehi, lalu kekuasaan ini berfusi menjadi kerajaan Kahuripan, dengan raja yang paling terkenal yaitu Sri Baginda Erlangga (Airlangga).

Erlangga, adalah raja yang dikenal sebagai pelopor pembendungan kali Brantas sebagai sarana dagang antar daerah dan yang membangun banyak irigasi. Dia juga berhasil menjaga keutuhan kekuasaan timur Jawa dari gangguan kekuasaan-kekuasaan dari Barat dan Sumatera. Jawa Timur era Erlangga adalah Jawa Timur yang Jaya, Damai dan Sejahtera. Namun sayangnya, Erlangga tidak memiliki anak lelaki dari permainsurinya yang secara kultural akan menggantikan kekuasaannya. Dia hanya memiliki anak perempuan, yang apolitis, tidak mau menjadi raja dan memilih menjadi pertapa sehingga di gelari Putri Dewi Kilisuci. Erlangga mendapatkan anak lelaki, 2 orang putra, dari Selirnya yang sama-sama ambisius dalam berkuasa.
Raja Kahuripan sadar betul akan potensi persaingan antara 2 putranya setelah mereka menjadi pemuda. Maka untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pertikaian berdarah, Erlangga meminta kepada penasehat senior Istana (Mpu Bharadah) untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan, memecah kerajaan menjadi 2 bagian. Mpu Bharadah lalu memanggil dua Putra Erlangga, Jayantaka dan Jayawarsa untuk berunding dan mewujudkan perintah Baginda Raja.
Maka Imperium Kahuripan berakhir dengan dibentuknya 2 kerajaan yaitu: Kerajaan JENGGALA di wilayah Timur meliputi Sidoarjo, Pasuruan, Lumajang dst, Kerajaan PANJALU di bagian barat meliputi Kediri, Blitar dan termasuk Malang.

Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan baru ini berkembang dengan caranya masing-masing. Raja Panjalu mememiliki anak laki dan raja Jenggala memiliki anak Perempuan dan usia mereka hampir sama. Ketika sang raja bersaudara ini sama-sama memimpikan kembali persatuan Jawa Timur Raya maka diwujudkan dengan cara mengawinkan anak-anak mereka. Namun jaman sudah berubah, anak-anak tidak lagi begitu taat pada misi orang tua. Alih-alih menyetujui meminang sepupunya, pangeran Panjalu justru ingin menikahi seorang gadis desa di pedalaman Daha, anak seorang pejabat istana yang cantik jelita. Namun cinta terlarang beda kasta ini membuat terbunuhnya si gadis, putri Jenggala sendiri tidak mau menanggung malu dia minggat ke Bali dengan julukan Kelana Jayengsari. Meskipun ada tumbal, rencana penyatuan ini berhasil dengan raja pertamanya pangeran Inu Kertapati tahun 1115.

Kerajaan ini bertahan cukup lama, sangat terkenal terutama diera kepemimpinan Prabu Jayabaya (Joyoboyo) tahun 1135 masehi. Joyoboyo adalah raja yang dikenal bijaksana dan pandai meramal masa depan yang disebut Jongko Joyoboyo. Kepemimpinannya disegani oleh berbagai bangsa dalam slogan "Panjalu Jayati" atau Panjalu Menang. Kronik lama bangsa Cina sempat mencatat masa keemasan Panjalu di masa Joyoboyo dalam kitab Ling Wai Tai Ta karya Chou Ku-Fei yang ditulis tahun 1178. Menurutnya Jawa era Joyoboyo setara dengan bangsa Cina dan Arab yang kala itu dibawah kekuasaan Abbasiyah.
Lama berlalu, hingga Panjalu kemudian dipimpin oleh keturunannya yang bernama Kertajaya atau bergelar Dandang Gendis. Malang menjadi bagian dari kekuasaan Dandang Gendis.

Tunggul Ametung adalah Akuwu (setingkat Bupati) di Malang (Tumapel) Raya. Penguasa lokal ini sangat loyal pada Kertajaya di Panjalu, rutin mengirim upeti ke Daha. Untuk mendapatkan barang upeti dia harus menindas, memeras dan merampok harta rakyat dan Biara. Gaya memimpinnya sangat otoriter dan keras. Tidak menghargai agamawan (Brahmana) dan tak peduli dengan peradatan. Maka tidak heran dia dengan mudah memaksa Ken Dedes, putri cantik jelita dari Panawijjen (sekarang Kelurahan Pollowijen, Blimbing) untuk menjadi istrinya, padahal hubungan ini tidak direstui oleh orang tuanya -tokoh agama yang disegani (Mpu Purwa).

Ken Arok besar menjadi pemuda pada periode kekuasaan Tunggul Ametung yang menindas. Pemuda inilah yang berani menentang kekuasaan Akuwu. Dia dikenal nakal, liar dan berani. Tetapi itu saja tidak cukup, dia juga berguru kepada Biarawan yang salah satunya kepada Daanghyang Lohgawe. Arok muda juga menggalang kaum muda Tumapel untuk bergabung dalam gerakan makarnya dan bersembunyi di hutan-hutan belantara. Tunggul Ametung yang mengetahui potensi pemberontakan ini memperkuat prajuritnya menjadikan Arok cs sebagai buronan nomor wahid Tumapel.

Gerombolan Arok makin merajalela, berkali-kali mereka berhasil merampok gerobak berkuda milik pemerintah Tumapel yang hendak mengangkut upeti ke Daha, dan barang rampokan itu dijadikan sebagai logistik revolusinya.
Kisah dan sejarah Malang periode ini banyak sekali di ulas dalam kitab Phararathon, namun literatur tersebut sangat simbolik dan kadang kadang menggambarkan sebuah peristiwa dengan kesimpulan yang teralu sederhana, misalnya motivasi gerakan Arok lebih disebabkan oleh ketertarikannya pada betis mulus ken Dedes yang tersingkap ketika turun dari kereta kencana di taman Boboji dan dia sempat melihat kilatan cahaya misterius di balik pangkal paha ratu tercantik itu. Contohnya lainnya adalah, penyederhanaan sejarah dengan menguraikan bagaimana penggulingan Tunggul Ametung seakan dilakukan oleh Arok sendirian.

Akhirnya rencana eksekusi menggulingkan Tunggul Ametung dilakukan oleh Arok dan pendukungnya. Bila dipetakan kekuatan pada masa itu maka Tunggul Ametung sangatlah kuat dibawah sokongan tentara yang solid di bawah komando Kebo Ijo dan di sokong oleh ahli keris Mpu Gandring. Pertama-tama Arok memiliki keris mpu Gandring dan membunuh pembuatnya. Pararaton menyatakan bahwa Arok membunuh Gandring adalah lantaran keris itu di selesai tepat waktu pembuatannya sesuai perjanjian. Kalau menurut penulis, Mpu Gandring di bunuh sebagai bagian dari rangkaian rencana kudeta kekuasaan, sebab siapapun tahu bahwa dia adalah ahli pembuat senjata, memiliki anak buah dan memiliki potensi untuk mengacaukan revolusi.

Kemudian dengan siasat yang licik dan cerdik, Arok membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang sama. Sebelumnya keris itu dia pinjamkan kepada Panglima tentara Kebo Ijo, sehingga begitu Akuwu tewas tuduhan langsung mengarah kepada Kebo Ijo dan panglima yang malang ini dihukum mati atas kesalahan yang tidak dia lakukan. Kenapa ini terjadi? jelas karena pada saat kudeta dan suasana chaos maka tentaralah yang paling memiliki peluang berkuasa karena mereka memiliki prajurit banyak dan memiliki senjata yang lengkap. Maka ketika siasat "lempar batu sembunyi tangan" ala Arok ini dilakukan maka semua pihak yang berpotensi mengganggu perebutan kekuasaan ini harus dilibas habis. Maka untuk merencanakan itu semua jelas tidak muda, memerlukan waktu dan pemikiran yang serius.

Tunggul Ametung tumbang. Hubungan antara Tumapel - Panjalu terputus!
Inilah kudeta pertama yang dikenal dalam sejarah Jawa. Cerdik, licik, agresif namun visioner. Seorang pemuda memimpin barisan rakyat untuk menggulingkan kekuasaan yanjg disokong oleh raja besar di kota Daha. Maka bukan main murkanya Kertajaya alias Dandang Gendis. Tewasnya Tunggul Ametung adalah tamparan bagi wibawa kekuasaannya yang absolut.

Tidak hanya sampai disitu, Ken Arok langsung menyatakan diri sebagai Raja Baru dengan gelar Sri Rangga Rajasa sang Amurwah Bhumi dan menyatakan Tumapel adalah NEGERI MERDEKA. Berarti Malang tidak lagi mengakui adanya kekuasaan Panjalu di Tumapel. Dia memberikan suaka politik kepada Biarawan Syiwa yang selama ini ditindas, diburu oleh Akuwu maupun Panjalu.

Tanpa basa-basi Raja Panjalu yang berwibawa mengirim satu armada tempur kelas satu yang besar dan langsung dibawah komando saudaranya MAHISA WULUNGAN. Prajurit Tumapel ataupun rakyat Malang yang sedang berada dalam kobaran api semangat revolusi melawan serbuan tentara Daha dengan gegap gempita. Ganter adalah saksi bisu peperangan besar ini, dimana pasukan Panjalu kalah dan panglimanya, Mahisa Wulungan tewas.

Tahun 1222, adalah sejarah baru dan masa baru bagi kejayaan Tumapel Raya yang merdeka dan damai. Ken Arok marak menjadi raja atas sokongan penuh Biara dan rakyat, juga 'mengambil alih' sang Paramesywari (Permainsuri) Ken Dedes yang cantik dan konon cerdas bisa menulis aksara Kawi dan berbicara dalam Sansekerta. Kala itu ken Dedes tengah hamil mengandung anak dari Tunggul Ametung yang kelak akan melahirkan lelaki yang tak kalah berani dari ayah kandung maupun ayah tirinya.
Saat yang sama juga istri ken Arok semasa gerilya, Ken Umang, tengah mengandung anak lelaki yang juga akan menjadi pemberani yang tidak mau kalah dari saudara tirinya.

Tumapel Raya akhirnya merayakan kemerdekaan negerinya. Tidak ada penguasa asing yang berani merongrong kejayaan Tumapel baru dibawah kekuasaan Sang Rajasa Pejuang Trimurti Raja Semua Kasta. Sementara itu, dua pendekar yang masih dalam kandungan akan segera lahir untuk tinggal dalam istana yang sama, dan kelak akan menjawab apakah benar kutukan Mpu Gandring pada Ken Arok ditengah sakaratul mautnya: ".....kelak, kerisku itu akan membunuhmu hingga tujuh turunan."


Patung Dewi Prajna Pharamitha (Ken Dedes) yang ditemukan di dekat candi Singhasari