KONTRIBUSI PERAN PARA "TARUNA" DALAM SEJARAH NUSANTARA


Ilustrasi / google
Oleh : M. Dwi Cahyono
[Arkeolog dan Dosen UM]

Bangun Pemudi Pemuda

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap berusaha jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara trus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikir tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri

A. Khasanah Peristilahan "Pemuda"
1  Arti Istilah "Muda" Berbeda dengan "Mudha"

Tanggal 28 Oktober adalah salah sebuah diantara sejumlah momentum historis Indonesia, tepatnya merupakan tonggak utama pada Sejarah Pegerakan Kemerdekaan Indonesia. Kata "sumpah" di dalam sebutan itu menunjuk pada "ikrar", yaitu penegasan atas cita-cita berdirinya Negara Indonesia, sebagai . kristalisasi dari "Semangat Kejuangan Kaum Muda", yang pada 27 hingga 28 Oktober 1928 bertempat di Batavia (nama lama "Jakarta") menyelenggarakan  Kongres Pemuda II. Ikrar yang berintikan tiga cita- cita itu, yakni (1) "tanah air Indonesia", (2) "bangsa Indonesia", dan (3) "bahasa Indonesia", diharapkan menjadi asas bagi Perkumpulan-Perkumpulan Kebangsaan Indonesia".

Sebenarnya, sebutan "Sumpah Pemuda" sendiri tak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Kata "pemuda" tidak dipakai", alih-alih digunakani unsur kalimat "kami poetra dan poetri Indonesia". Tampaknya, perkataan "poetra dan poetri" inilah yang kemudian diistilahi dengan "pemoeda" -- sesuai dengan nama kongresnya, yaitu "Kongres Pemoeda'. Kata "pemuda" yang berkata dasar "muda" itu adalah kosa kata dalam bahasa Indonesia, yang berarti : (a) belum sampai setengah umur, (b) belum sampai masak (mengenai buah- buahan), (c) belum cukup umur (tentang tumbuhan, binatang), (d) belum sampai waktunya untuk dipetik (dituai, dsb.), (e) belum lama ada (berdiri, dsb.), (f) kurang gelap, agak pucat (tentang warna), (g) yang kedua (menurut tingkat kedudukannya). Kata jadian "pemuda" menunjuk pada : orang yang masih muda, orang muda, dan "kepemudaan" berarti : berkaitan dengan pemuda (KBBI, 2002: 757).

Dalam bahasa Jawa Kuna, Tengahan, maupun Baru, istilah ini tidak kedapatan. Memang, ada kata mirip dengan kata "muda", yaitu istilah "mudha (ditulis dengan 'a' panjang'), tetapi artinya adalah pandir, bodoh, dungu, tolol, tak bijaksana. Kata jadiannya "kamudhan",  memuat arti : kebodohan, ketololan, dll. Kata gabung "mudha buddhi" berarti : bodoh. Demikian pula "mudha patita" mengandung arti : tenggelam ke dalam kebidohan atau ketololan (Zoetmulder, 1995 : 676)..Apakah kata "muda" itu berasal atau adaptasi dari kata Sanskrit "mudha" tersebut? Tampaknya "tidak", sebab jika "ya", maka musti berhati-hati dalam menggunakan atau dalam menuliskan. Jangan lantaran hendak men-Sansjrit- kan atau meng-arkhais (tua)- kan, lalu kata "muda" ditulis dengan "mudha"?. Bisa-bisa malah blunder maknanya, seperti kata Sanskrit  "greha (rumah)" yang kini ditulis dengan "graha (marah, jahat)".

2. Ragam Istilah Lama yang Berarti "Muda"

Bila kata "muda" tak kedapatan dalam bahasa Jawa Kuna ataupun Tengahan, lantas apa istilah arkhais (kuno) untuknya? Ada sejumlah kata yang berarti demikian. Salah sebuah diantaranya kata "taruna", kata Sanskrieta yang secara harafiah berarti : masa, pemuda (belumi kawin) (Zoetmulder, 1995: 1218)  Untuk pemudi (jenis kelamin perempuan), sebutan baginya adalah "taruni", yang berarti : wanita muda, perawan, gadis, wanita belum kawin, perawan tua (Zoetmulder, 1995:1219). Kata jadiannya antara lain adalah : (a) tumaruna (tumbuh --> mengenai anak laki-laki, muda --> tentang  pohon, buah), dan (b) katarunan (masa muda, keperawanan, kegadisan). Kata "taruna" acap pula diikuti dengan istilah lain menjadi kata gabung, seperti "tarunadewata (dewa muda)" dan "tarunaraja (raja muda)".

Kata lainnya yang searti dengan kata "muda" adalah "yuwa", istilah serapan dari bahasa Sanskreta, yang berarti : muda, yunior (hanya dalam kata majemuk) (Zoetmulder, 1995: 1495). Isilah ini acapkali dipakai dalam konteks birokrasi pemerintahan, antara lain dalam kata gabung "yuwanantri (mantri/menteri muda), yuwaraja (putra mahkota), yuwarajarajya (status raja dari putra mahkota). Untuk yang berunis kelamin perempuan, istilah baginya adalah "yuwati (muda, remaja --> mengenau gadis, wanita muda)".  Pada konteks kemiliteran terdapat kata gabung "yuwawira (pejurud atau ksatria muda). Kata yang besinonim adengan "yuwa" adalah "kumara",  istilah serapan dari kata bahasa Sanskreta, yang secara harafiah berarti : anak kecil, anak laki-laki, muda (Zoetmulder, 1995: 534). Kumara juga menjadi sebutan bagi putra Dewa Siwa, sebagai Dewa Perang. Terkait debgab itu, terdapat kata gabung "kumaradewata (dewa muda)". Terdapat pula kata gabung "kumara gopala", yang  menunjuk kepada : anak gembala. Dalam dunia permainan anak, ada istilah "kumaralalita", yang berarti : permainan anak laki-laki, atau bisa juga menjadi : nama metrum. Varian istilah darinya adalah "kumari",, misalnya pada kata gabung "rajakumari", yang bersinonim arti dengan "yuwaraja"

Dalam bahasa Jawa baru terdapat kata krami untuk sebutan muda, yaitu "nem" atau "enem", yang kata ngoko-nya adalah "nom, enom, anom". Istilah ini juga terdapat dalam bahasa Jawa Tengahan, yaitu "nom, nwam, atau anom", yang berarti: muda --> termasuk juga untuk warna (Zoetmulder, 1995: 709). Terdapat kata ulang "nom-noman" yang juga menunjuk kepada yang muda. Kata krami lainnya untuknya adalah "timur", yang juga bisa menunjuk pada arah timur, lokasi matahari terbit. Usia muda diibarati seperti matahari yang tengah terbit di ufuk timur. Istilah "timur" juga kedapatan dalam bahasa Jawa Kuna dan Jawa Tengahan, yang berarti : timur (tentang arah), atau untuk menyebut : orang dari pulau Timur ? (Zoetmulder, 1995:1257). Kata jadiian "katimur", berarti : bagian timur, sebelah timur.  Kata gabungnya antara lain "bang timur (bang wetan)" atau "putih timur(fajar menyingsing).

B. Istilah "Muda" dalam Arti Luas

Muda acap dihubungkan dengan aspek usia, seperti pada sebutan "usia muda". Acap pula dihubungkan dengan status, yaitu laki-laki atau perempuan yang belum menikah. Perawan tua pun juga bisa disebut "taruni". Namun, dalam arti luas, muda bisa pula berhubungan dengan semangat (spirit) atau jiwa, sebagaimana pada sebutan "semangat muda, jiwa muda, spirit muda". Bahkan, di dalam syair lagu dangdut-nya, Haji Rhoma Irama memakai sebutan "Darah Muda" untuk menggambarkan :
      Darah muda, darahnya para remaja
      Yang selalu merasa gagah
      Tak pernah mau mengalah
      Masa muda masa yang berapi-api
      Yang maunya menang sendiri
      Walau salah tak peduli
Dalam konteks spirit, muda tak terbatas pada usia sebelum tengah baya saja. Meskipun usianya telah setengah baya bahkan lebih, namun tidak tertutup kemungkinan bagwa yang bersangkutan memiliki semangat muda.

Kelompok orang berusia muda ataupun orang yang berspirit muda tergambar sebagai benaung dalam organisasi kepemudaan, seperti dalam organisasi "KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), Karang Taruna, Prajamudakarana (Pramuka), dsb.". Sebutan lokal di Bali terhadapnya adalah "truna (untuk para pemuda)" dan "truni (untuk para pemudi)". Dalam dunia pendidikan, khususbya pendidikan bagi calon perwira, terdapat sebutan "taruna", yakni "Taruna AKABRI". Para belajar militer atau anggota militer yang berusia muda itu adalah apa yang di dalam istilah Jawa Kuna dan Tengahan dinamai "yuwawira (ksatria atau prajurit muda)". Bahhkan, kini terdapat sekolah setingkat SLTA, yang diberi unsur sebutan "taruna", yaitu "SMA Taruna".

Sebutan "taruna" kepada pelajar ataupun bagi calon profesional muda adalah alih bahasa untuk "cadet (kadet)". Pada masa Jawa Kuna, selain ada sebutan "taruna", terdapat juga sebutan "mambang" baginya, misalnya kata gabung "kawi taruna", yang menunjuk pada penulis kakawin yunior, muda",  atau disebut juga dengan "mambang kawi". Pelajar yang berusia muda pada suatu tempat pembelajarab (misalnya "mandalajadewagurwan") acapkali disebut dengan "bambang (untuk laki-laki)" dan "endang (untuk perempuan)". Istilah ini sering pula dipergunakan sebagai unsur sebutan bagi para ksatria muda yang tengah menjalani masa pembelajaran, seperti para putra Arjuna  bernama Bambang Priymambodo, Bambang Sumitra, dan Bambang Wijanarko. Putra dari Avhimanyu diberi sebutan "Bambang Parikesit". Ada pula nama tokoh pewayangan yang bernama "Bambang Irawan" dari nagari Nrancang Kancana, Bambang Manonbawa dari nagari Andongpurnana, Bambang Pramusintq, Bambang Wisanggeni, Bambang Sumitra, dsb. Sebutan "endang"untuk ksatria muda wanita tergambarkan pada nama "Endang Pergiwa dan Pergiwati (Putri Anuna), Endang Priyastuti, Endang Werdiningsih, Endang Jinambung, dsb.

C. Kontribusi Peran Para Taruna

Mutiara kata bilang bahwasanya "pemuda harapan bangsa". Pada bahu kokoh para pemuda dan dalam gerak langkah dinamik dan penuh vitalitas dari para muda itu lah hari depan bangsa - negara diharapkan kepadanya. Pengharapan yang demikian tidaklah berlebihan, mengingat bahwa seiiring dengan "alih generasi", kelak para muda yang  bakal menrima "tongkat estafet" dari generasi terdahulu. Selain itu, para muda adalah orang atau anggota masyarakat yang masuk ke dalam kategori "usia produktif". Kini Indonesia tengah mendapat "bonus demografis", yaitu memiliki warga negara berusia produktif yang berjumlah besar, yang merupakan kekyatan dahsyat guna meningkatkan produktifitas Indonesia. Namun apabila tidak disertai dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai, maka bisa menjelma menjadi barisan amat paniang pengangguran.

Kondisi diri para pemuda, yang (a) memiliki daya atau kekuatan yang "fit (fitalitas)", (b) menpunyai semangat muda yang bernyala (berkobar, berapi- apii), (c) yang gerak langkahnya dinamik, terlebih bila memiliki kwalita diri yang (d) berpengetahuan serta berketerampilan baik, serta (e) mentalita yang idealis, merupakan "modal internal" untuk tampil di garda depan bagi pemajuan negeri. Para pemuda musti sigap dan arif dalam menanggapi, menyikapi dan memberi solusi tepat-guna terhadap perubahan zaman yang berlangsung kian pesat dari waktu ke waktu. Kaum muda, yang kini acap diberi sebutan "kaum milenial" adalah "ujung timbak". Bila pada masa Pra-Kemerdejaan RI para muda adalah ujung tombak pergerakan nasional untuk mendapatkan kemerdekaan RI, maka pada Pasca- Kenerdekaan RI mereka adalah ujung tombak untuk sigap mengisi Kemerdekaan RI dengan aktititss, kreatifitas dan produktifitasnya.

Semenjak masa lampau, tak terkecuali pada Masa Hindu-Buddha, para pemuda mengkontribusikan peran diri ke dalam beragam bidang. Para taruna, yuva dan Kumara, termasuk juga para mambang, bambang dan endang adalah angkatan muda pada zamannya yang kontributih terhadap negeri. Para ksatria muda (yuwawira) misalnya, adalah unsur militer handal untuk mempertahankan maupun guna menperluas kekuasaan dan kejayaan negeri

Tokoh-tokoh Panji, yang diantaranya adalah ksatria muda adalah pilar ketentaraan dan sekaligus unsur birokrasi pemerintahan kerajaan yang penting pada zamannya. Pihak kerajaan memberi kesempatan bagi para putra mahkota untuk mematangkan diri dalan pemerintahan dengan menempatkab sebagai raja muda (yuwaraja, yuwarajarajya, rajakumari) di negara vasal. Para muda terpelajar tergambar pada diri para bambang maupun endang, yang menekuni pendidikan di mandalakadewagurwan. Sedangkan perannya dalam pemajuan seni-budaya tergambar dalam aktifitas diri para mambang dan taruna yang mematangkan kepiawiannya dengan nyantrik pada seniman senior.

Demikian sebuah tulisan ringkas mengenai "Sejarah Kepemudaan". Semoga memberikan kefedahan dan  semoga pula asa (pengharapab) bagi para muda tersebut membuahkan kebuktian (papakahuktihi). Nuwun.

Sangkali, 28 Oktober 2019
Griya Ajar CITRALEKHA
(Sumber tulisan fb Dwi cahyono).