Kampung Budaya Polowijen Dinilai Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0.

JurnalMalang - Akademisi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) Silvi Asna Prestiana SE, M.Si, berpendapat Kampung Budaya Polowijen (KBP) sebagai salah satu kampung tematik budaya di Kota Malang sudah siap menghadapi era revolusi industri revolusi 4.0. Hal itu terbukti adanya socio-preneurship dengan kemasan wisata budaya dan ekonomi kreatif terpampang nyata melalui jejaring dan pemanfaatan teknologi informasi. 

"Semua yang ada di KBP mampu dikemas dalam digital economy," kata Silvi Asna di Polowijen, Kec. Blimbing, Kota Malang, Ahad (27/01).

Silvi yang juga ketua pelaksana 1st Brawijaya Youth Economic Forum (BYEF) mengajak 100 peserta dari 12 Negara kawasan Asia Pasifik yang merupakan forum kondang para CEO muda berkunjung ke Kampung Budaya Polowijen (KBP). 

Dikatakan Silvi, 100 peserta BYEF itu sebelumnya mengikuti rangkaian seminar CEOlotion dan konferensi seputar isu-isu strategis tentang revolusi industri 4.0. Kunjungan ke KBP merupakan sesi fun day and networking dalam bentuk city tour dan cross-culture performance. 

"Semua peserta tidak hanya sekedar penonton. Lebih dari itu, mereka terlibat menari topeng bersama, mempraktekkan permainan tradisional, ikut tembang mocopat memainkan musik dolanan, serta melihat proses membatik dan membuat topeng Malang. Tidak ketinggalan peserta mencicipi kudapan jajanan tradisional," terang Silvi. 

Penggagas KBP Isa Wahyudi yang beken disapa Ki Demang mengklaim KBP siap menghadapi revolusi industri 4.0. Pasalnya, KBP sudah merealisasikan dan akan terus menggali local genius sebagai potensi untuk yang harus dilejitkan. 

Ki Demang menegaskan segala keunikan, kekhasan warisan tradisi dan budaya akan menarik manakala disajikan kembali sebagai pelestarian dengan konsep dan kemasan kekinian.

KBP menggandeng stakeholders media sebagai mitra diseminasi informasi terkait pelbagai event yang digelar. Pasalnya, KBP menyadari peranan media termasuk penggunaan sosial media saat ini sangat dibutuhkan sebagai saluran informasi ke publik. 

"KBP juga mengoptimalkan jaringan (networking) dan kerjasama dengan para pemangku kepentingan. Misalnya dengan membuat cyber physical system, sehingga semua dan kemasan wisata budaya dan pengembangan ekonomi kreatif KBP lebih memudahkan untuk diakses," pungkas dia.**