Awas! Akun Abal-Abal dan Buzzer Gentayangan di Pilkada Batu

Ilustrasi / dailysocial.id
JurnalMalang.Com - Musim Pilkada identik dengan perang opini baik di panggung kampanye maupun di dunia maya. Sejak booming internet, lahir sejenis arena tarung online melalui media sosial yang hampir tanpa batas. Targetnya adalah bangunan opini yang bisa bermakna positif dan negatif. Antara konten asli dan palsu menjadi sangat tipis perbedaannya. Saat ini, di tengah proses pilkada kota Batu sudah mulai bertebaran ratusan 'oknum' online yang saling mempengaruhi bahkan saling menjatuhkan.

Oleh tangan-tangan "kreatif" fakta di atas dijadikan "Peluang" yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kalangan tertentu. Lahirlah istilah Buzzer, alias akun-akun medsos penggiring opini yang massif yang talentanya antara lain: membuat sebuah issue sepele bisa meluas seluruh dunia; menciptakan trending topik di Twitter; menggoreng percikan isu menjadi kobaran api fitnah; memutarbalikkan fakta, mencetak selebriti medsos dan seterusnya.

Lepas dari manfaatnya sebagai alat publikasi yang praktis, makhluk pembuzzer ini meresahkan dan berpotensi bahaya. Maka tak heran bila seorang akademisi dan pengamat pilkada asal Batu, menjadi bulan-bulanan buzzer. Sebelum menjadi korban yang 'babakbelur' oleh kejamnya kaum bazzer jelang masa kampanye pilkada Batu, Haris el-Mahdi buru-buru mengutarakan kekhawatirannya.

"...... saya perlu melakukan klarifikasi. Jika ada akun WA, FB, Twitter, atau Instagram mengatas-namakan "Haris el Mahdi" dan mengarahkan untuk mendukung salah-satu calon walikota Batu, dapat dipastikan itu bukan saya." tegas el Mahdi melalui akun medsosnya (21/10/2016). Dia menegaskan dirinya netral dan tidak pernah memihak paslon manapun.

Haris pernah dituding mendukung pasangan Dewanti-Punjul, namun saat dia mengkritisi Petahana para buzzer mencacinya sebagai pendukung setia paslon Rudi-Djonet, namun tuduhan ini pun sirna saat belakangan dia mengkritisi paslon RuSo. Tapi tetap saja beberapa pernyataannya dikomentari sadis oleh banyak akun medsos. Haris pun habis kesabarannya.

"Akun abal-abal biasanya hadir untuk menjadi "buzzer" calon tertentu sebagai upaya mengkonstruksi opini publik. Secara etis, akun abal-abal sejatinya keluar dari etika karena berpotensi menjadi bagian dari kampanye hitam." ungkapnya.

Sudah konsekwensi kemajuan IT, bertebaran akun-akun abal-abal dengan rupa dan identitas yang tidak jelas. Di jagad facebook misalnya, tak terhitung berapa banyak akun beridentitas ngawur yang mana identitas aslinya hanya Tuhan dan Manajemen Facebook yang tahu. (red1/jm).