Info Pemilu 2014 Dapil Malang Jatim; Membaca Peta Kekuatan dan Strategi Para Caleg

Sebelumnya telah kami ulas peta kekuatan kontestan demokrasi (Parpol dan Caleg) di Malang Raya secara detail termasuk prediksi kekuatan mana yang paling berpeluang menang berdasarkan: kekuatan partai, logistik, jaringan elit, massa dan strategi. Sekarang kita diskusikan tentang strategi apa saja yang dilakukan oleh para caleg di Malang Raya untuk meraih dukungan lebih dari 3 juta pemilih se Malang Raya. Dan cara manakah yang lebih menjamin kemenangan?



Caleg Incumbent dengan Pendatang Baru = Kekuatannya Seimbang!
Partai Kakap dan Gurem Juga Sama-Sama Kuat!

Caleg incumbent (yang sekarang sedang duduk di legislatif dan mencalonkan diri lagi) secara substansi telah start lama sejak dia menjadi anggota dewan, tetapi dalam bentuk yang legal seperti reses, sambang dapil, sosialisasi program dst, apapun namanya tetap saja substansinya adalah tetap mengarah pada merawat basis. Keuntungannya adalah ini dilakukan sejak lama dan didukung oleh dana pemerintah. Menggalang dukungan secara gratis hanya mungkin dilakukan oleh incumbent.
TETAPI apakah lalu incumbent dengan sejumlah sumber daya politik yang lama dan besar itu lalu menjadi garansi kemenangan?
Tentu TIDAK dengan dua alasan: 1) Caleg pendatang baru ternyata sangat militan dan rata-rata sudah membangun infrastruktur politik berikut dana yang tidak kecil. Bahkan kecendrungan pendatang baru ini (non incumbent) sangat royal dan berani pasang target tinggi yang berarti pula siap gelontorkan logistik yang besar.

Kita amati sekilas caleg RI yang non incumbent. Lihat saja misalnya caleg DPR RI dari Hanura HL yang berdasarkan pengamatan kami berani menyumbang dana besar hanya untuk level RT, berani menggandeng mayoritas caleg lokal bahkan konon gandeng caleg lintas partai. Tak mau kalah, TD caleg DPR RI PAN juga memborong komitmen dengan caleg lokal intern PAN dan menurut informasi yang masuk ke kami telah mengalokasikan dana 20 M untuk pemenangan dirinya. Anggap saja faktanya hanya separuh dari itu, maka sesungguhnya nominal yang amat tinggi. Jangan abaikan juga caleg RI dari PBB dimana ada seorang advokat sukses.

GERINDRA mengirim seorang Pembalap nasional keturunan Malang untuk bertempur, yang mana dalam barisan ini ada pengusaha perempuan yang mapan, ada pengusaha PJTKI yang sangat berpengaruh dan garis bawahi ini: Walikota Malang yang baru adalah produk politik dari Gerindra bersama PKB, tidak mungkin nanti hanya jadi penonton.
Lalu dari NASDEM tampil putra mahkota Bupati Malang (kabupaten = basis 2,3 juta suara) yang mustahil kalau dia maju dengan dana cekak, dan tidak mungkin jaringan ayahandanya berpangku tangan, semua pasti bergerak. Meskipun RK adalah GOLKAR namun tidak sulit membagi suara di kabupaten yang merupakan lumbung suara terbanyak (2,3 juta pemilih). Hampir 400 desa / kel di baupaten di bagi dua tidak lebih sulit dari membelah roti bagi orang yang memiliki kekuasaan dan cost politik yang besar.

PPP nampaknya mendapatkan angin segar pasca masuknya dukungan keluarga Gus Dus dan sebentar lagi atribut PPP dengan gambar alm Gus Dus dan atau bersama keluarga Gus Dus akan mewarnai Bumi Arema.
PKS, meskipun barusaja dilanda prahara kasus LHI dan salah satu calegnya di Malang tersangkut kasus UIN memiliki basis fanatik dan mampu membedakan antara kasus pribadi LHI dengan institusi partainya. Mereka masih solid, apalagi berkembang rumor bahwa LHI adalah korban kriminalisasi / rekayasa pihak tertentu melalui tukang jebak A. Fathonah yang ternyata dia Napi 20 tahun di Penjara Bahamah Australia yang sengaja dilepas untuk tujuan tertentu.

PKB tentu masih berjaya, lihat saja misalnya calegnya yang urutan 1 merupakan caleg dengan atribut terbanyak dan terluas jangkauan publikasinya. Tidak hanya itu, Walikota Malang adalah kader NU yang pasti akan sama dengan Rendra Kresna yang akan membesarkan partai pendukungnya masing-masing.
PDI Perjuangan diserbu oleh elit politik Jakarta dan mereka cukup beruntung karena orang kuat (Sri Rahayu) tidak lagi mencalonkan karena dulu memilih maju menjadi calon Walikota Malang dan kalah. Hanya saja sepertinya SR tidak mendukung calon dari jakarta, konon lebih mendukung calon yang berasal dari Malang saja. Politik bisa saja terjadi. Energi politik PDIP juga ada pada sosok ER namun sayang dia berkuasa di Batu yang penduduknya berkisar 200 ribu jiwa, penduduk yang kelihatannya kurang antusias pada politik dibanding kota dan kabupaten Malang.

Nampaknya kandang banteng akan kokoh di kabupaten (banyak basis fanatik moncong putih), sementara di kota ada 'rival identiknya' 'partai Garda Pancasila yang dipimpin oleh PS mantan Ketua DPC PDIP yang dipecat DPP. PS memiliki barisan yang besar, solid dan logistik yang tidak sedikit: tapi anehnya akan mendukung caleg PDIP RI nomor urut 2 Sayeed MA. Yang nomer satu kayaknya harus kerja ekstra.
Demokrat, meskipun banyak kadernya masuk penjara dan citranya menjadi bulan-bulanan media massa masih punya SBY yang masih berkuasa. PD adalah partai penguasa dan calegnya berasal dari komisi basah dan industri 'mata air'.
GOLKAR, meskipun pendatang baru di Malang RH adalah pengusaha sukses, politisi lawas dan mantan aktifis dari organisasi terbesar di Indonesia. Kolaborasinya secara kepartaian dengan penguasa kabupaten dan didukung oleh pengaruh bung Sofyan Edi (Ketua DPD Kota) pasti mampu mengamankan suara paling jelek 1 kursi.
Bagaimana dengan PKPI? Kami masih mencari informasinya...

Membaca Strategi Caleg
Berikut ini ragam cara strategi yang dilakukan para caleg Malang baik DPRD maupun DPR RI:
  • Ada yang hanya mengandalkan publikasi atribut (baliho, spanduk, banner, kalender, sticker dst)
  • Ada yang menggunakan pendekatan uang dengan model sumbangan langsung (hight cost), setiap turun langsung sumbang.
  • Ada yang membuat program seperti baksos dan klinik kesehatan gratis
  • Ada yang blusukan dengan sosialisasi langsung mengandalkan pendekatan emosional, biasanya mengandalkan gagasan dan janji
  • Ada yang menggandeng caleg lokal atau sebaliknya, biasanya joint atribut dan jasa.
  • Ada yang turun menampung aspirasi rakyat dan memberikan bantuan untuk infrastruktur publik seperti pavingisasi, gorong-gorong, bantuan tempat ibadah, jembatan dst.
  • Ada yang pembagian sembako dan jual sembako murah (sembako bersubsidi)
  • Ada yang subsidi gas (misalnya beli 1 dapat 2).
  • Ada yang mensponsori ziarah Wali 5, rekreasi di EG, JP dst.
  • Ada yang mengeluarkan voucher belanja murah, beli ditoko tertentu dapat diskon.
  • Ada yang memanfaatkan aparatur negara baik langsung maupun tidak.
  • Ada yang memanfaatkan fasilitas negara baik langsung atau tidak.
  • Ada yang mendata nama-nama, mengumpulkan copy KTP untuk sesuatu janji menjelang atau sesudah coblosan.
  • Ada yang langsung ingin "belanja suara" dengan caranya masing-masing (kami tidak perlu membahasnya secara detail) dengan nominal yang sesuai 'adat'.
  • Ada yang sama sekali tidak bergerak bahkan mungkin lupa kalau dirinya lagi nyaleg (biasanya caleg penggembira untuk memenuhi kuota).
Dari sekian cara yang umum di atas, strategi mana yang paling ampuh?
Jawabannya, tergantung diterapkan kepada kultur masyarakat yang mana. Secara jujur di masyarakat ada berbagaimacam faktor / alasan untuk memberikan dukungan / pilihan:
  • Karena setuju dengan visi / misi / program (pemilih idealis)
  • Karena sesuai dengan kepentingannya atau kepentingan kelompoknya (pemilih rasional pragmatis)
  • Karena keanggotaannya dalam suatu partai tertentu (pemilih loyalis)
  • Karena dijanjikan / diberi sesuatu misalnya uang sembako dst (Pemilih pragmatis murni alias matre)
  • Karena adanya ikatan kekerabatan dan hubungan tertentu yang special (Pemilih emosional)
  • Karena tertarik dengan fisik atau citra tertentu (pemilih subjektif)
  • Karena terpengaruh oleh rekayasa opini dan pencitraan palsu (pemilih irasional).
  • Karena instruksi atasan atau pimpinan (Pemilih normatif)
  • Karena ingin melemahkan seseorang dengan memperkuat kompetitornya (pemilih modus)
  • dst
Penting diperhatikan kenapa orang bisa GOLPUT?
  • Merasa tidak ada yang cocok dengan kriterianya (biasanya malas mencari tahu dan gampang membuat kesimpulan)
  • Sudah tidak percaya lagi kepada politisi (tipologi orang apatis).
  • Terkena provokasi "milih ga milih nasib kita tetap sama" (ini efektif untuk merusak suara di basis kuat lawan ketika pilkada dan juga pileg).
  • Malas berangkat ke TPS atau ketiduran.
  • Tidak mendapatkan surat undangan pencoblosan dari PPS / KPU
  • Sakit atau ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan (emergensi)
  • dst
Manakah langkah yang paling jitu untuk meraih suara rakyat?
  1. Yang ingin bermain di akhir dengan 'Belanja Suara', bila tidak ada infrastruktur yang rapi dan terpercaya maka akan jebol, dijamin tidak akan sampai ke sasaran.
  2. Berjanji dalam politik praktis sudah tidak berlaku.
  3. Bagi-bagi sembako / uang tanpa maping dan komunikasi juga bisa blunder, tidak tepat sasaran dan rawan disikat Panwas.
  4. Membantu sarana publik bila tidak maping dan komunikasi maka rawan friksi
  5. Gandeng caleg lain berpotensi menimbulkan gesekan/ kecemburuan internal bagi yang tidak digandeng, akan berdampak pada massa
  6. dst dst dst
Terlepas dari etis atau tidak, inilah cara yang paling ideal 
1) Buat konsep/perencanaan yang lengkap dan matang
2) Siapakan dana yang cukup
3) Bentuk  timses yang jujur dan militan (perlu pelatihan khusus)
4) Atribut yang massif
5) Perluas timses hingga berbasis TPS (bisa juga nanti rangkap jadi saksi)
5) Data calon pemilih by DPT (harus akurat dan terjamin akan memilih. Rumahnya harus dikunci dengan atribut)
6) Setiap calon pemilih harus diistilahkan relawan yang tugasnya hanya satu: amankan suara dirinya sendiri (fee nya adalah sesuai harga 1 suara).
7) Berikan fee "relawan" sebelum pencoblosan dengan tugas hanya amankan suara dirinya sendiri.
8) Koord TPS atau yang rangkap saksi wajib memastikan 'barisannya' datang dan mencoblos.
9) Amankan suara dengan kawal suara hingga semua prosesi di KPU tuntas. Ingat pengurus KPU bukan Malaikat, sudah banyak korban mereka yang diketahui ataupun yang tidak.
10) Tentu saja, Berdoa.

Sekian...