Pernikahan Politik JODHA AKBAR di India dan Kisah PANJI Asmara Dahana di Nusantara


Tokoh utama Film Jodha-Akbar (Jodha Bai & Jalaluddin Akbar) / fb

Sinopsis/Ulasan MegaSinema
Jodha - Akbar; Sekilas Sejarah asalusul Kesultanan Mughal; bangkitnya Klan Khan asal Persia-Mongolia di tanah Hindustan; Penaklukan Rajput; Pernikahan Politik Jodha-Akbar; Intrik Istana Mugal; peta kekuasaan Asia abad 13-16 M; Hubungan antara Dinasti Mongolia (leluhur kerajaan Mugal) dengan Nusantara dan Asmara penuh intrik dalam kisah Panji di Nusantara lama.

JurnalMalang, Bedah Film - Sebuah stasiun TV Nasional tengah menayangkan (ulang) mega-sinema Jodha Akbar, yang dimulai sejak bulan juli 2017. Serial TV Jodha Akbar merupakan salah satu lambang keberhasilan dunia perfilman India, Bollywood, dalam eksplorasi sejarah negerinya, kekayaan budaya India, terutama makin populernya salah satu keajaiban dunia warisan Mughal Empire (di kota Agra), Taj Mahal. Tema Cinta, intrik dan Politik mendominasi sinetron Jodha Akbar. 
Dibandingkan film2 kolosal India lainnya seperti Mahabarata dan Ramayana, film Jodha Akbar jauh lebih "real" karena diangkat dari kenyataan sejarah yang terdokumentasikan dengan cukup lengkap. Situsnya ada hingga saat ini.

Sebelum membandingkan nilai dan keindahan eksplorasi 'cinta dan politik' film Jodha Akbar dengan kisah-kisah Asmara "penuh intrik" di bangsa Nusantara lama, khususnya pada kisah Asmara Dahana dalam kisah Panji, ada baiknya sedikit mengulas secara singkat tentang kisah nyata yang melatari lahirnya mega sinema elektronika Jodha Akbar.

Pada pertengahan abad 16 masehi, negeri Hindustan utara yang luas sedang dikuasai oleh kekuasaan feodal India dari klan-klan imperium tua bangsa Rajput; raja-raja lokal yang sangat taat pada budaya asli dan memegang teguh prinsip primordialnya. Antara kerajaan tersebut umumnya memiliki ikatan darah dan melakukan perkawinan silang untuk mengukuhkan perdamaian kawasan. 

Melihat mapannya tatanan Hindu dan budaya India yang kaya, maka sulit dipahami jika kemudian sebuah kekuasaan beraroma Timur Tengah terbit mengambil alih kedaulatan politik - ekonomi Rajput (tapi tidak memaklumatkan penaklukan agama dan kebudayaan).
Dan itulah fakta yang pernah terjadi. Mugal menjadi raja diraja di negeri Hindustan.

Mughal adalah sebuah kerajaan yang relatif muda tetapi merupakan wuri-wuri dari kekaisaran amat besar di masa lampau, yaitu kekaisaran Mongolia abad 13. Mughal Empire, yang memindahkan ibukotanya dari Delhi ke kota Agra tiba-tiba muncul sebagai kekuatan agresif dengan militansi armada perang tiada bandingan yang bertekad menguasai dan mempersatukan India. Kota Agra tiba2 menjadi pusat perhatian bagi seluruh negeri Hindustan.

Kerajaan Mughal yang baru bangkit dari kekalahan sebelumnya dari kerajaan Sur Delhi ini mencaplok distrik-distrik kekuasaan kerajaan Hindu lainnya dengan cita-cita India Raya berada di bawah satu panji Kesultanan Mughal. Kerajaan ini mewarisi semangat leluhurnya seperti Kubilai Khan yang pernah menjajah Jepang, Korea, Thailand, Myanmar, Vietnam, Filipina dan Cina.

Leluhur Mughal, Kekaisaran Mongolia ketika dibawah pemerintahan Kaisar Kubilai Khan (penerus Jengis Khan) abad 13 merupakan imperium terbesar dalam sejarah yang memiliki wilayah jajahan terluas di dunia. Kekuasaannya meliputi Asia, Timur tengah,  Tiongkok, Persia dan perbatasan Eropa. 
Setelah berhasil menaklukkan Korea dan Jepang, Mongol mencoba merebut jalur sutra dagang selat Malaka dan perairan Natuna yang kala itu berada di bawah perlindungan Maharaja Kertanegara dari Singhasari (Malang) Jawa Timur. Kala itu masa keemasan Sriwijaya dan Mataram lama sudah pudar. Arus dagang maritim nusantara berada dalam patroli militer Singhasari.

Dinasti besar Syailendra dan Sanjaya yang pernah membangun Candi Prambanan dan Borobudur sudah lama lengser setelah pertikaian politik terus menerus antara Syailendra - Sanjaya, Balitung dan klan Dyah Wawa, bersamaan dengan letusan Merapi (Mahapralaya). Pejabat tinggi keraton Mataram kuno Mpu Sendok kemudian membangun dinasti baru tahun 929 di Jawa Timur (Medang Kemulan di Tamwlang). Dinasti ini bertahan lebih dari 2 abad dengan raja-raja terkenal seperti Airlangga dan Joyoboyo.
Tahun 1222 dinasti Mpu Sendok (raja terakhirnya Kertajaya) tumbang dikudeta oleh Ken Arok (dalam perang Ganter). Arok yang disokong oleh Brahmana-Brahmana Syiwa lulusan Biara India (seperti Danghyang Guru Lohgawe) lalu mendirikan kerajaan Singhasari. 
Singhasari mengalami puncak kejayaannya pada era raja Kertanegara. Kerajaan pedalaman yang pertama kali mencetuskan doktrin "Cakrawala Mandala Nuswantara" ini adalah bintang politik pada masa itu, terutama sejak diplomasi Pamalayu-nya berhasil (1287) membangun persekutuan politik antara Jawa - Bali - Borneo - Sumatera untuk membendung pengaruh Kaisar Kubilai Khan. Majapahit belum lahir. 

Kaisar Mongol mengirim diplomat yang bernama Mengkhi Khan ke Singhasari pada tahun 1289 untuk meminta Nusantara tunduk pada imperium Mongolia dengan kewajiban pajak/upeti sebagai negara bawahan. Namun raja Kertanegara menjawab dengan memotong telinga Mengki Khan sebagai bentuk penolakan keras dan tantangan perang. 
Penguasa Bangsa Mongol yang kala itu sudah tuntas menguasai daratan Tiongkok dan memindahkan pusat kerajaannya di Beijing sangatlah murka. Dia lalu bertitah akan memberi pelajaran ke Singhasari dengan tradisi rezim Mongol: agresi militer.

Armada perang besar Kekaisaran Mongolia berlayar dan tiba di pantai utara Jawa Timur akhir tahun 1293. Diluar dugaan terjadi kudeta di Istana Singhasari yang dilakukan Jayakatwang, keturunan klan Mpu Sendok yang selama ini menjadi Adipati bawahan raja. Jayakatwang memanfaatkan situasi istana yang tengah sibuk membangun poros militer laut dan menghadapi ancaman Mongol. Raja Kertanegara tewas. Beberapa petinggi istana berhasil meloloskan diri ke hutan dan sebagaian lari ke arah pantura. Jayakatwang menyatakan diri sebagai Raja baru dan memindahkan istana ke tempat asalnya, Dahanapura Kediri.

Pasukan Mongol mendarat. Menerima kabar kematian Kertanegara yang dincarnya. Pihak pemberi kabar, petinggi istana Singhasari yang lolos dari Jayakatwang, mengajak Mongol bersekutu untuk merebut kekuasaan dari Jayakatwang sebagai tahap awal mendirikan koloni Mongol cabang Jawa. Dipandu oleh sekutu barunya, sebagian besar tentara Mongol menyerbu ke pedalaman arah perbatasan Blitar-Kediri hingga ke jantung istana Daha yang baru seumur jagung. Tentara Mongol berhasil membuat kehancuran besar, istana Jayakatwang rata dengan tanah. Perang ini juga dinamai perang Tar-Tar. Pasukan Mongol berpesta pora di atas kemenangan pertamanya di negri nusantara.

Disaat Mongol sedang lengah dalam suasana euforia kemenangan, tiba-tiba sepasukan besar Singhasari (yang semula sekutu lokal saat menyerang Jayakatwang) mengepungnya. Tentara Mongol yang malang kalang kabut lalu  dihancurkan oleh pasukan yang dipimpin Raden Wijaya (menantu Kertanegara) melalui siasat adu domba Mongol dengan Daha. 

Taktik politik cerdik-licik "nabok nyilih tangan", tangan bersikap salam sementara keris dipunggung siap menusuk; seakan "memeluk" padahal "memiting" di arena perang bersenjata -sama sekali tak dipahami oleh prajurit Mongol yang terbiasa taat pada komitmen standar ksatria pedang yang tidak akan menikam dari belakang. Ditambah lagi medan hutan Jawa yang asing sehingga pasukannya hancur dan sisanya kembali ke kapal dan berlayar pulang. Mongolia belajar dari pengalaman bahwa penerapan strategi perang bersenjata (dalam kedudukan sama-sama kuat) mudah meleset di nusantara (terutama Java) sehingga kalaupun misinya berlanjut maka harus ditaklukkan dengan cara lain yang "alon-alon waton kelakon".

Beberapa bulan kemudian para bangsawan Singhasari mendeklarasikan berdirinya kerajaan Majapahit di hutan Tarik lalu memilih Trowulan sebagai ibukotanya. Seluruh aset dan SDM Singhasari langsung beralih ke Majapahit.

Raden Wijaya naik tahta pertama Majapahit dan langsung menyatakan seluruh bekas kekuasaan Singhasari (termasuk Selat Malaka dan perairan Natuna) sebagai teritorial dan wilayah hukum Majapahit. Negara sekutu Singhasari (dalam diplomasi Pamalayu) juga diklaim sebagai bagian dari Majapahit. Kabar kehancuran pasukan Mongol ditangan pasukan Raden Wijaya sudah tersiar luas cukup efektif untuk menegaskan status dan kapasitas Majapahit sebagai Adidaya Nusantara. 
Majapahit juga langsung ngebut membangun infrastruktur perang besar-besaran, kapal-kapal raksasa, produksi segala jenis senjata dan mendirikan komando angkatan laut yang tidak kalah handal dari tentara Mongolia. Satuan besar Bhayangkara didirikan sebagai pasukan elit. Pada era raja ke 3 Ratu Tribuana Tungga Dewi dan raja ke 4 Hayam Wuruk bersama Patih Utama Gajahmada, Majapahit telah berhasil memperluas kekuasaan hingga ke luar negeri seperti di Madagaskar, Tumasik dan Semenanjung Melayu. Negara2 kecil lebih memilih bergabung dengan Majapahit daripada menjadi bawahan Mongol. Kala itu hanya Majapahit yang mampu menandingi kemapanan militer bangsa Samurai, Romawi kuno dan Mongolia baru.

Era baru telah lahir. Kekalahan Mongol di Jawa memancing musuh2 lama Mongol berani melakukan pemberontakan. Di berbagai negara terutama di Tiongkok terjadi makar terhadap Kaisar. Kejadian ini terus berlangsung, berabad-abad kemudian. Kerajaan Mughal yang merupakan negara koloni Mongol pun ikut direbut oleh raja Delhi.

Sejak berdirinya tahun 1294 hingga abad 14, kerajaan Majapahit amat berjaya sebagai penguasa maritim terbesar di dunia. Kapal dagangnya berlayar ke segala penjuru negeri dengan aman. Sementara Kekaisaran Mongolia sedang mengalami krisis, mulai runtuh dan lama kelamaan terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan merdeka yang lebih kecil, antara lain yang menonjol adalah kerajaan Mughal. Pecahan kerajaan Mongol dibeberapa wilayah khususnya dibekas kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan sekitarnya rata-rata mempertahankan coraknya yang Islami. Koloni Mongol di Iran tetap menganut Islam Syiah.

Selama Mongol menjadi negara Adidaya, telah membentuk banyak negara koloni termasuk di kawasan perbatasan India utara, yang masing2 bebas menerapkan ajaran agamanya di sistem pemerintahan asalkan tetap setia pada kaisar Khan. Perkawinan silang antar koloni gencar dilakukan untuk menjamin keutuhan rezim besar. Darah biru Khan mengalir ke mana-mana dan menjadi elit politik yang disegani hingga berabad2 lamanya. Kakek raja Jalaluddin Akbar (raja Babur, pendiri wangsa Mughal) mengalir darah Jengis khan dari jalur ibunya. Babur sendiri belajar perang saat mudanya di Afganistan.

Kerajaan Mughal adalah salah satu serpihan kekaisaran Mongolia hijau (Mongolia merah ke Tiongkok dan Korea) yang menguasai wilayah Pakistan, Afganistan, Kasmir, Bangladesh dan sebagian India utara. Ciri khas imperium warisan Mongol ini agresif, kaku dan ekspansif. Reputasi perang militernya melegenda di darat dan di laut. Mugal mewarisi ketangguhan angkatan darat Mongol yang teruji di medan padang pasir yang panas membakar. Namun ketika pengaruh Mongol makin sirna dan lama kelamaan koloninya banyak yang runtuh, beberapa cabang kekuasaanya direbut lawannya termasuk Mugal yang dikudeta kerajaan Delhi. Ayah raja Jalal harus lari ke sekutu Persia untuk merancang strategi merebut kembali kekuasaan Mughal di India.

Raja Humayun putra Babur akhirnya berhasil merebut kembali kedaulatan Mughal atas sokongan penguasa Safawiyyah Iran tahun 1555. Tak lama kemudian Raja Humayun meninggal dunia saat putranya Jalal masih bocah. Kerabatnya Jend. Bairam Khan berhasil menuntun putra Humayun menjadi raja. Hampir seluruh elit istana Mughal adalah anggota keluarga yang turun temurun melakukan perkawinan silang antara keluarga.

Kerajaan Mughal yang akhirnya beribukota di Agra, yang menganut Islam (suni) sebagai agama resminya ini telah mendeklarasikan kembali Kekaisaran Mughal sebagai penguasa seluruh tanah Hindustan. Sistem negara berdasarkaan Syariah dan Maklumat Raja. Setiap raja-raja tetangga yang menentangnya, diserbu dengan peperangan. Dinasti-dinasti India lama pun gempar dengan arus balik Mugal ini. 

Utusan Mugal datang ke seluruh negeri mengumunkan penaklukan Raja Jalaluddin Akbar yang agung. Politik dan ekonomi harus tunduk pada sistim Mugal. Beberapa raja lokal yang keder langsung menerima dan sebagian yang taat pada prinsip Rajput yang kaku siap2 angkat senjata. Lebih baik mati di medan perang daripada harus tunduk pada Mughal, itulah doktrin umum di bangsa Rajput. Namun Mughal selalu mengambil posisi menyerang.

Satu - persatu kerajaan kecil dikuasai dan dinyatakan sebagai bagian dari Imperium Mughal. Mulai dari Gujarat, Benggala, Kabul hingga Khasmir di tundukkannya. Alat diplomasi Mughal adalah pedang: Tunduk atau Mati. Mau jadi negara bawahan atau hancur lebur. Para petinggi militer Mughal sangat hobi perang dan berlomba-lomba menjadi pemimpin operasi, seperti Jenderal senior Bairam Khan, Atgha Khan dan apalagi putra Maham Anga, Adam Khan yang bengis. 

Bangsa Barat seperti Inggris dan Portugis yang sudah mengembangkan teknologi senjata ledak skala besar (Meriam) belum berani mendekati zona Mughal. Portugis memilih berlayar ke Nusantara yang tengah dilanda perpecahan pasca hilangnya pamor Majapahit sejak tahun Saka "Sirno Ilang Kertaning Bhumi" (1478). Inggris baru menjajah India jauh sesudah kekuasaan Mughal berakhir.

Hingga suatu hari Mughal menyerang Kerajaan Amer di padang perang yang jauh dari istana Amer. Atas dukungan satu unit pasukan elit Amer yang khianat pada raja Bharmal, Mughal berhasil mengalahkan prajurit gabungan Amer-Banpur dari negeri Rajput yang paling mapan di India dan akhirnya jatuh di tangan Mughal. Raja muda Suryabhan Sing dari Banpur (koloni utama Amer) yang merupakan calon suami ratu Jodha tewas. Penggalan kepalanya dikirim ke istana raja Bharmal. 

Kerajaan Amer yang paling senior dan berpengalaman perang akhirnya menyaksikan sendiri bagaimana kebuasan tentara raja Jalaluddin Akbar, raja muda yang konon sudah "bermain-main" dengan mayat sejak usia 8 tahun dan masa remajanya sudah membantai begitu banyak prajurit musuh. Raja Jalaluddin Akbar bin Humayyun bin Babur memang besar dalam suasana konflik, konon sejak dalam kandungan sudah mendengar jeritan maut merenggut jiwa manusia di medan perang.

Raja Jalal sangat ditakuti dan terkenal kejam pada penentang politiknya sehingga disebut sebagai Kaisar yang Tidak Punya Hati. Cinta sudah mati dalam nuraninya. Meski kenyataannya raja "ganteng" (versi Bollywood) ini sangat bijaksana dan romantis, dia tetap menjadi momok bagi seluruh India. Reputasi klan KHAN memang melegenda bagi seluruh bangsa Asia.

Negeri Rajput merupakan tanah tua yang menjadi salah satu ikon dinasti mapan Hindustan; sangat terguncang dengan kekalahan Amer. Tiga putra raja Barmal andalan dinasti Amer (saudara ratu Jodha) menjadi sandera politik kerajaan Mughal dan terancam mati di tangan algojo raja Jalalunddin Akbar yang tak kenal belas kasihan. Raja Mughal hanya memberi tawaran: Amer mau tunduk mengakui kekalahan untuk jadi koloni Mugal atau semua akan tamat selamanya. Jadi negara bawahan atau rata dengan tanah. Mesin perang Mugal sudah menyala garang. Mobilisasi militernya siaga di semua perbatasan.

Demi mengamankan dinasti, awalnya dengan berat hati, dari sinilah mulainya konsensus damai antara kerajaan Amer dan Mughal. Maka sesuai tradisi, mahkota Rajput, Putri Jodha Bai yang cantik, cerdas diatas rata2 bangsawan Rajput dan paling taat pada budaya Hindi akan dikawinkan dengan Kaisar Jalaluddin Muhammad Akbar yang amat saleh namun juga amat toleran pada agama lain. Sejarah membuktikan, ekspansi Mongolia bukan masalah ideologi melainkan lebih pada politik ekonomi. Mongol tidak pernah menyentuh secara paksa masalah keyakinan, demikian juga dengan Mughal di bawah raja Jalal. Sehingga bisa dipahami kenapa hingga kini India masih menjadi negara Hindu terbesar dunia. Sultan Jalal sendiri yang memulai kebijakan pluralisme India di antara tekanan ulama istana yang menginginkan tegaknya imperium Mughal yang harus bercorak syariah dalam pengertian yang saklek. Di sini peran ratu Jodha yang kental kultur Rajputnya cukup penting dalam mengintervensi arah politik istana Mughal yang lebih moderat.

Raja Barmal dari Amer yang sudah tua terpaksa menyetujui pernikahan politik ini demi meredam agresi raja Mughal dan menyelamatkan nyawa putra-putranya. Daripada dilindas oleh buldozer Mughal yang mengorbankan darah prajurit Amer yang pemberani lebih baik menjalin persaudaraan, meski caranya pahit. 

Dalam film Jodha Akbar terlalu mendramatisir "jatuh cinta" Raja Jalal pada pesona ratu Jodha dengan cara berlebihan. Sesungguhnya raja Jalal menghitung aspek politisnya, bahwa perkawinan ini penting untuk mengikat kultur darah Rajput, sebab Jodha dapat mewakili seluruh citra asli Rajput untuk masuk di istana Mughal yang kaku dan penuh intrik oknum elit istana seperti Maham Anga yang ambisius. Ratu Jodha memiliki kualitas sebagai bangsawan Rajput yang terpelajar dan mengerti ilmu pemerintahan di negeri Hindustan yang khas.

Untuk membangun negeri Hindustan yang megah dan legitimate maka Mughal memang harus mengambil unsur Rajput untuk melebur ke dalam Istana Mugal. Raja Jalal berhasil mengamankan "aset" istimewa Rajput di istananya yang penuh kelicikan dan menempatkan Jodha pada kedudukan yang istimewa (bahkan akhirnya didaulat sebagai ratu utama Mariam uz Zamani). Terbukti di kemudian hari bahwa pendiri TajMahal adalah keturunan Jodha - Akbar (cucu), darah campuran Rajput - Mugal. Bukan keturunan Jalal - Ruqaiyah. Taj Mahal adalah juga bukti Mughal mengenang jasa / peran wanita dalam kekuasaan.

Singkat cerita, Ratu Jodha menikah dengan Kaisar Mughal untuk merajut Mughal yang Islami dengan Amer yang Hindu dan konservatif. Tanah India terguncang oleh kabar pernikahan ini dan mencemooh raja Amer sebagai pengecut, penjual idealisme Rajput yang fanatik, gila kekuasaan dan melanggar tradisi tanah Hindustan yang jauh lebih tua dari riwayat Mughal. 

Raja Amer bergeming, menurutnya inilah pilihan terbaik untuk membangun persatuan dan menghindari pertumpahan darah prajurit. Jika ia menolak tunduk maka seluruh tanah Rajput akan banjir darah sebab Mughal sedang berada dalam posisi terbaiknya. Raja Bharmal tidak rela prajurit dan negerinya hancur oleh karena ambisi raja dalam mempertahankan ego istana. Mengalah untuk kebaikan semua. Kala itu di hampir semua bangsa, pernikahan campuran antar dinasti merupakan salah satu alat diplomasi politik yang paling efektif untuk menjalin hubungan baik. Dalam perjalanannya koalisi Mughal - Amer memudahkan dinasti Mughal menguasai India dalam waktu yang lama. Dan Amer sendiri menjadi negara bawahan otonom yang paling besar di antara kerajaan Rajput lainnya.

Di istana Mughal sendiri terjadi pembangkangan internal yang terus menerus melakukan intrik dan teror pada Ratu Jodha. Raja Jalal harus melawan fanatisme orang dalamnya sendiri yang menentang masuknya budaya Rajput yang Hindu ke dalam sistem Syariah Kesultanan Mughal. Pernikahan beda agama saja sudah menjadi masalah mendasar bagi agamawan istana, namun karena pertimbangan politik dan terutama karena mutlaknya kuasa raja Jalal maka sasaran pelampiasan lebih banyak diarahkan kepada ratu Jodha. Ratu Jodha menghadapi intrik yang luar biasa kerasnya di istana Mughal.

Saat yang sama ratu cantik dari Amer tersebut, Jodha Bai orang yang amat taat pada budaya asli Rajput dan tidak mau berpura-pura syar'i pada seisi istana yang memaksanya hijrah total. Dia bersedia masuk istana Mughal hanya karena amat taat pada orang tuanya dan kewajibannya menjalankan kesepakatan kenegaraan. Pada aspek spritual Ratu Jodha mempertahankan prinsipnya. Dia lebih memilih mati ketimbang tunduk pada keyakinan lain selain ajaran dan budaya Rajput. Sebaliknya dia bertekad mendobrak pintu sistem kenegaraan Mughal yang menurutnya terlalu fanatis dan kolot. Bahkan dia berani mengkritik langsung beberapa kebijakan istana Mughal yang menurutnya keliru (Pada akhirnya kelak dia bersyahadat karena atas kemauannya sendiri setelah melihat langsung inti ajaran Islam yang ramah, bijaksana -tidak seperti yang diterapkan beberapa elit istana Mughal, semisal ulah mayoritas penghuni harem yang songong, Maham yang licik dan Adam Khan yang brutal).

Raja Jalaluddin Muh. Akbar adalah penganut Islam taat yang toleran, cenderung liberal dan tidak memaksakan kehendak pada rakyatnya untuk menjadi muslim. Bahkan Ratu Jodha sebagai bagian dari konsensus politiknya dengan suku Rajput bebas menganut keyakinannya (Hindu) dan bisa beribadah dengan nyaman di istana Mughal yang serba Syar'i. Tempat ibadah Hindu dia pugar lebih megah yang menimbulkan kecemburuan beberapa elit ulama konservatif di istananya. Beberapa bangsawan Hindu diangkat jadi pejabat tinggi Mughal seperti raja Todar Mal. Banyak yang berusaha membendung kebijakan liberal raja Jalal. Namun siapa kala itu yang berani melawan keputusan raja Jalal?

Akhir cerita, pernikahan antara Jodha - Akbar, meningkatkan persatuan, berkembangnya seni campuran Mugal-Rajput, budaya, cinta dan kedaulatan politik, yang dikemudian hari menginspirasi lahirnya keajaiban dunia, Taj Mahal di kota Agra. Kisah kesultanan Mughal yang dipopulerkan oleh film Jodha Akbar turut mewarnai pemahaman sejarah India di era modern ini. Bollywood berhasil menyajikan kisah sejarah kuno dengan cara yang bisa diterima kaum millenial. 
(Bagaimana dengan para pelaku Film Indonesia terhadap sejarah hebat negerinya? Masih asal-asalan, malah yang muncul adalah film sejenis antagonis mak lampir, nyi blorong, sudel bolong dan wanita2 kutukan yang amat tidak peka gender. Sangat asal-asalan dalam mengeksplorasi sejarah).

Di Nusantara..
400-an tahun sebelum lahirnya riwayat Kekaisaran Mughal, pernah terjadi proses perkawinan politik dalam upaya penyatuan antara dua wilayah yang terancam berseteru : Panjalu (Kediri dan sekitarnya) dengan Jenggala (Sidoarjo dan sekitarnya).

Kerajaan Panjalu pada zaman itu merupakan kerajaan Hindu-Buddha terkuat di Nusantara yang memiliki satuan perang berpenunggang gajah. Kerajaan berbasis agraris (daratan) ini hasil pertaniannya melimpah dan kaya akan kerajinan pengolahan logam, mewarisi kejeniusan Mataram kuno melalui klan Mpu Sendok dan Erlangga.

Sementara Jenggala merupakan kerajaan yang bercorak pesisir, yang mengandalkan potensi sungai (Berantas) dan maritim di pantai utara. Jenggala menjadi negara importir terbesar pangan dari Panjalu untuk dijual lagi kepada pedagang laut lintas negara yang jalur masuknya dari arah selat Malaka.

Namun, sinergi ini terancam pecah ketika lalu lintas dagang laut semakin luas. Arus bisnis maritim lebih menjanjikan karena Jenggala bisa membeli berbagai jenis komoditas yang lebih murah dan beraneka ragam. Salah satunya adalah perkakas perang dan teknologi pertahanan. Lama kelamaan ekspor hasil pertanian Panjalu pun merosot.

Ketika sebuah kerajaan merasa terancam masa depannya maka cara terbaik adalah invasi dini. Inilah yang hendak dilakukan oleh raja Panjalu yang memiliki armada militer terkuat. Ancaman ini diketahui oleh Jenggala yang tengah menikmati kemegahan ekonomi.

Setelah kedua belah pihak memikirkan secara serius langkah masing-masing, maka disimpulkan peperangan akan menghancurkan riwayat kedua kerajaan warisan Erlangga ini. Perang saudara memakan ongkos yang sangat mahal. Sehingga solusinya adalah persatuan. Bergabung melalui pernikahan politik antara anak-anak pewaris kerajaan.

Perkawinan politik pun harus dilakukan demi menyatukan Panjalu dan Jenggala. Putra dan Putri Mahkota, Pangeran Inu Kertapati dan Putri Sekartaji akan dinikahkan untuk memulai dinasti besar Panjalu Jaya yang kelak masuk dalam 4 besar dinasti terkuat dunia zaman itu (Tiongkok, Arab (Abbasiah), Sumatera, Panjalu).

Namun, pangeran Kertapati menolak karena lebih memilih kekasihnya sendiri yang bukan keturunan raja. Putri seorang pejabat istana. Lazimnya zaman itu, siapapun yang jadi penghalang rencana istana akan diatasi dengan segala cara. Maka Dewi Anggraini kekasih pangeran harus dibunuh di hutan yang membuat pangeran marah lalu pergi jauh meninggalkan istana sebagai petualang budak cinta. Sementara putri ratu Dewi Sekar yang merasa malu karena penolakan pangeran pun kabur dari istana sebagai pengelana. Perjodohan politik gagal.

Raja Panjalu maupun Jenggala sama2 membariskan pasukannya untuk perang penghancuran demi harga diri kerajaan. Segala kesepakatan batal dan maklumat integrasi dibakar di depan umum.

Jauh di pulau Dewata yang indah, kedua pengelana muda darah biru yang menyamar jadi orang biasa bertemu dan saling jatuh cinta. Tak menyangka bahwa mereka adalah Pangeran Inu Kertapati yang menyamar jadi Panji dan Putri Mahkota Dewi Sekartaji Candra Kirana yang menyamar jadi Kelana Jayengsari. Mereka akhirnya berbicara sebagai bangsawan terdidik dan sadar bahwa satu2nya cara untuk membubarkan siaga perang antara Panjalu - Jenggala adalah dengan kembali ke sana sebagai calon pengantin.

Dua kubu perang sudah berhadap-hadapan, langsung dipimpin oleh raja masing-masing. Bahkan Permainsuri dan para Selir hadir menggenggam pedang dan panah. Pemanasan perang mulai menimbulkan korban, terompet sudah berbunyi ketika, sejoli yang hilang hadir di tengah arena.

Akhirnya, setelah melewati tahapan yang tak kalah menegangkan dari cerita Jodha Akbar, Panji Inu Kertapati menikah dengan Dewi Sekartaji Candra Kirana. Kerajaan Panjalu Raya (Panjalu Jayati) pun lahir, tahun 1115 Masehi dengan raja yang bergelar Kamesywara I. Fajar baru negeri Dwipantara pun terbit dengan ibukota Dahanapura. Istilah "Bhineka Tunggal Ika; Tan Hanna Dharma Mangrwa" diciptakan oleh dinasti ini pada era raja Jayabaya. Besar kemungkinan frasa "Tanah - Air" untuk Indonesia terinspirasi dari kisah penyatuan (integrasi) negeri daratan Panjalu dengan negeri maritim Jenggala.

Jika film Jodha Akbar berkampanye tentang toleransi raja Mughal dan kekayaan budaya India, maka kita punya kisah Asmara Api yang berhasil mengintegrasikan dua kekuasaan darat dan air menjadi satu tanah-air tanpa teror peperangan. Segala perbedaan disatukan dalam semangat kebersamaan, cita-cita bersama. Bhineka Tunggal Ika.

Kisah penyamaran kaisar Jalaluddin Akbar atas saran ratu Jodha untuk mengetahui kondisi rakyat bawah, sudah lebih dahulu dilakukan Panji Kertapati 400 tahun sebelumnya. Bahkan riwayat ini melahirkan budaya tarian topeng Panji di pedalaman (simbol penyamaran) yang tak hentinya diriset oleh banyak sarjana-sarjana barat. Dr. Lidya Kievin misalnya, arkeolog dari Jerman pernah 10 tahun meneliti budaya Panji. 

Berbagai manuskrip naskah kuno kisah Panji hingga saat ini masih banyak yang tersimpan di luar negeri seperti di Perpustakaan Univ. Leiden Belanda, The British Library dsb (semoga dapat diperjuangkan untuk dibawa pulang ke Indonesia). Sejak tahun 2017 UNESCO telah memasukkan naskah cerita Panji ke dalam salah satu Warisan Ingatan Dunia.
Maka, tidak ada alasan untuk tidak bangga dengan sejarah dan budaya sendiri, budaya bangsa Indonesia. Dan sudah saatnya para kreator film Indonesia untuk lebih inovatif dalam menyajikan kisah sejarah lama kita yang kaya ini agar dicintai dan dikenal di dalam dan luar negeri. Semoga. (Red#1 #LA). **

Baca juga pembahasan film Jodha-Akbar lainnya di JurnalMalangCom